Pandemi Akibatkan Pertumbuhan Angka Kemiskinan di Sultra Naik

  • Bagikan
Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sultra, Ahmad Luqman. (Foto: Potongan video rilis BPS Sultra)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara merilis jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 318,70 ribu orang, naik 1,38 ribu orang dibandingkan September 2020. Apabila dibandingkan Maret 2020, jumlah penduduk miskin naik sebanyak 16,88 ribu orang.

Secara persentase penduduk miskin di Sultra pada Maret 2021 tercatat 11,66 persen, turun 0,03 persen poin terhadap September 2020 dan naik 0,66 persen poin terhadap Maret 2020.

Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Sultra, Ahmad Luqman, mengatakan secara umum pada periode Maret 2018-Maret 2021 tingkat kemiskinan di Sultra mengalami penurunan, dari sisi persentase, perkecualian pada September 2020 dan turun kembali pada Maret 2021.

“Kenaikkan persentase dan jumlah penduduk miskin periode tersebut dipicu oleh kenaikkan harga barang kebutuhan pokok dan adanya pandemi Covid-19 pada Maret 2020,” ujar Ahmad, Kamis (15/7/2021).

Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2020-Maret 2021 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik 1,83 ribu orang, sedangkan di daerah perdesaan turun 0,45 ribu orang.

Dilihat dari persentasenya kemiskinan di perkotaan juga mengalami kenaikkan dari 7,62 persen menjadi 7,66 persen, Sedangkan di perdesaan turun dari 13,93 persen jadi 13,89 persen.

Ahmad menjelaskan, garis kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan nonmakanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Tercatat garis kemiskinan pada Maret 2021 senilai Rp 378.589,- per kapita per bulan dibandingkan September 2020 garis kemiskinan naik 2,73 persen dan dibandingkan Maret 2020 terjadi kenaikkan sebesar 6,21 persen.

Komponen garis kemiskinan, terdiri dari garis kemiskinan makanan dan garis Kemiskinan bukan makanan, terlihat bahwa peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan, berupa perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

“Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2021 sebesar 74,86 persen, pada Maret 2021 komoditi makanan memberikan sumbangan terbesar pada GK baik di perkotaan maupun di perdesaan, yaitu masing-masing 71,34 persen dan 76,94 persen,” terang Ahmad.

Jenis subkomoditas makanan di wilayah perkotaan yang mengakibatkan garis kemiskinan terbesar adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, roti, tongkol/tuna/cakalang, kue basah, kembung , gula pasir, mi instan, dan kue kering/biskuit.

Sedangkan di perdesaan memiliki komposisi hampir sama, yaitu beras, rokok kretek filter, tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras, roti, kue basah, gula pasir, mi instan, kembung, dan kue kering/biskuit. Komoditas bukan makanan mempengaruhi garis kemiskinan di perkotaan dan di perdesaan, yaitu masing-masing 28,66 persen dan 23,06 persen.

Kemudian subkomoditas bukan makanan memberikan pengaruh terbesar pada garis kemiskinan di perkotaan, yaitu perumahan, bensin, listrik, pendidikan, minyak tanah, perlengkapan mandi, serta angkutan. Sedangkan di perdesaan, yaitu perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, perawatan kulit/muka/kuku/rambut, dan sabun cuci.

Pada Maret 2021 secara rata-rata–rumah tangga miskin di Sultra memiliki 5,18 orang anggota rumah tangga.

“Dengan demikian besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah Rp 1.961.091 per-rumah tangga miskin perbulan,” tambahnya. (C)

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan