Panwas Buton Batalkan Putusan KPU, Ciderai Demokrasi?

  • Bagikan
pemilu ilustrasi

SULTRAKINI.COM: BUTON – Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Buton membatalkan Keputusan KPUD setempat, terkait Penetapan Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Buton, pada 24 Oktober 2016 lalu. 

Putusan Panwas itu diumumkan Senin (7/11/2016), oleh Ketua Panwaslu Buton, La Saluru. Dia menjelaskan, pembatalan tersebut telah melalui musyawarah sengketa Pilkada terhadap gugatan pihak pemohon, dalam hal ini pasangan Bakal Calon (Balon) H. Hamin-Farid terhadap pihak termohon yaitu KPUD Buton.

“Pada intinya menerima sebagian gugatan pemohon yaitu, pertama membatalkan keputusan KPU nomor 43 dan 44 tentang Penetapan Paslon, kedua memerintahkan KPU untuk membuka kembali pendaftaran ulang, dan yang ketiga KPU segera menindaklanjuti keputusan Panwas dalam waktu satu minggu,” jelas La Saluru.

Kuasa Hukum pihak termohon dalam hal ini KPU, Samiru SH, menilai keputusan Panwas tidak rasional. Karena pertimbangan hukumnya tidak sesuai dengan peraturan perudang-undangan yang berlaku.

“Waktu yang tersisa itu kan bukan kehendak dari KPU sendiri , itu yang evakusi komisioner KPU adalah pihak kepolisian, itu yang kami tidak terima dari keputusan Panwas,” ujarnya.

Karenanya, terkait putusan Panwas tersebut, KPU tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya banding. Saat ini KPU akan berkoordinasi dengan KPU provinsi maupun KPU RI.

“Kita menunggu dari pihak terkait, karena yang bisa lakukan upaya banding adalah pihak terkait dalam hal ini pasangan calon Umar-Bakry,” jelasnya.

Tim kuasa hukum Umar-Bakri, Muhammad Taufan Ahmad SH merasa keberatan dengan keputusan Panwaslu. Menurut dia, Panwas telah menciderai nilai demokrasi. Sebab Panwas tidak mempunyai kapasitas untuk membatalkan sebuah keputusan, karena yang dapat membatalkan keputusan itu adalah PTUN.

“Yang jelas kami tetap menghargai putusan yang telah dibacakan oleh pihak Panwas. Kami dari pihak terkait merasa keberatan dan akan lakukan upaya-upaya terhadap putusan ini. Karena bukannya memberikan nilai demokrasi kepada masyarakat, tapi sudah pasti itu sangat menciderai nilai demokrasi. Panwas itu hanya sebatas memberikan rekomendasi, bukan membatalkan keputusan,” katanya.

Upaya hukum yang dimaksud adalah mengajukan gugatan terhadap Panwaslu, karena telah mencinderai nilai demokrasi di Kabupaten Buton. Pihaknya juga akan melaporkan Panwas ke DKPP karena telah melaanggar kode etik.

“Kami akan lakukan dalam jangka waktu satu dua hari ini, dan kami juga akan laporkan Panwas ke DKPP terkait sikap Panwas yang secara kode etik telah melanggar,” ujarnya.

Berbeda dengan kuasa hukum pemohon, Imam Ridho Angga Yuwono SH. Menurutnya pihak terkait tidak memiliki legal standing untuk melakukan gugatan. Namun jika nanti ada upaya hukum, sudah merupakan hak mereka.

“Jika dikatakan bahwa keputusan Panwas itu tidak punya kekuatan hukum, saya hanya mau katakan, lihat fatwa Mahkamah Agung nomor 115 yang menyebutkan keputusan Panwas terkait sengketa itu final dan mengikat,” tandasnya.

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan