Pembangunan Perkebunan Tebu di Mubar Datangkan ‘Neraka’ Bagi Warga

  • Bagikan
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Muna Barat, Munawir Dio. (Foto: Akhir Sanjaya/SULTRAKINI.COM)
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Muna Barat, Munawir Dio. (Foto: Akhir Sanjaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: MUNA BARAT – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Muna Barat, Munawir Dio meminta Pemerintah Daerah Mubar dan PT Wahana Surya Agri (WSA) tidak memaksakan untuk membangun perkebunan tebu di wilayah setempat.

Permintaan ini menyusul adanya penolakan dari masyarakat Kecamatan Wadaga dan Lawa dikarenakan lahan yang ditempati puluhan tahun akan dibangun pabrik dan perkebunan tebu. Apabila belum menemukan titik temu menyangkut persoalan tersebut, diharapkan tak memaksakan untuk melakukan pembangunan.

“Jeritan rakyatnya harus didengarkan dan hal ini dipikirkan lebih matang lagi dalam menghadirkan perusahaan tersebut. Jika hal ini (memaksakan pembangunan) bisa menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat lebih baik dibatalkan. Kalau ini terjadi, nasib masyarakat Mubar tidak semanis gula yang akan dihasilkan oleh tebu, melainkan rasa pahit seumur hidup bagi mereka,” ujar Munawir Dio kepada SultraKini.Com Jumat, (31/08/2018).

Dia menilai, dokumen hasil penelitian terpadu yang digunakan untuk pertimbangan di Kementerian Lingkungan Hidup sebagai syarat menurunkan status dari Hutan Produksi Konversi (HPK) ke APL diduga direkayasa. Ia tidak yakin pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Penanaman Modal memberikan hak pakai ke PT WSA.

“Jika dokumen penelitian terpadu benar-benar faktual adanya 23 mata air yg ada di kawasan hutan tersebut sudah cukup kuat untuk tidak terpenuhinya dokumen penelitian terpadu, apalagi dari aspek sosiologis, sejarah, dan kemanusiaan,” tambah Munawir.

Tahun 2015, Pemkab Mubar telah mensosialisasikan penurunan status HPK menjadi Area penggunaan lain (APL) berdasarkan permintaan masyarakat yang ditandatangani oleh camat, kepala desa, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk penurunan status lahan tersebut.

“Jadi kenapa berbeda dengan hasil sosialisasi saat itu dengan hasil yang sekarang, masa usulan itu tiba-tiba diberikan ke pihak PT WSA, seharusnya statusnya sudah diturunkan berarti diberikan sama masyarakat,” ucap Munawir.

Politisi Demokrat ini menilai kebijakan Pemkab Mubar juga dianggap melukai perasaan masyarakat Wadaga. Perjuangan mereka untuk menurunkan status lahan tersebut malah jatuh ditangan perusahaan untuk dikelola sebagai perkebunan tebu seluas 4.003 hektar.

Laporan: Akhir Sanjaya
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan