Oleh M Djufri Rachim
Pemilu tahun 2019 adalah pemilihan umum Indonesia yang rumit. Menggabungkan lima pilihan dalam sehari, 17 April 2019.
Pemilih akan memilih presiden, anggota DPD-RI, DPR RI, DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Sebelumnya, pemilu presiden dilaksanakan terpisah dengan pemilu legislatif. Seperti juga pilkada.
Komisi Pemilihan Umum telah membeda-bedakan warna sampul surat suara kelima pilihan itu agar masyarakat mudah mencoblos. Warna abu-abu untuk memilih presiden dan wakil presiden, merah untuk DPD, kuning untuk DPR-RI, biru untuk DPRD Provinsi, dan warna hijau untuk memilih anggota DPRD kabupaten atau kota.
Kertas suara untuk memilih presiden dan wakilnya serta anggota DPD disertai foto wajah calonnya, sedangkan untuk tiga jenis kertas suara lain hanya mencantumkan nomor dan nama calon. Walau pun sosialisasi para calon anggota DPR dan DPRD, ikut menampilkan foto-foto muka mereka pada berbagai alat peraga kampanye, terutama pada baliho di pinggir-pinggir jalan ramai.
Masyarakat pemilih Indonesia tercatat 192.866.254, yang tersebar di dalam negeri sebanyak 190.770.329 dan di luar negeri sebanyak 2.058.191. Pemilu untuk masyarakat Indonesia di luar negeri dimulai sejak 8 April hingga 14 April 2019.
Ada tiga metode yang digunakan untuk pemilu di luar negeri, yakni kotak suara keliling, TPS, dan pos. Metode pos ini bahkan dimulai sejak bulan Maret, karena mengirimkan kertas suara melalui pos. Metode pos sempat diributkan di Selangor, Malaysia. Diduga sudah tercoblos sebelum dikirim.
Pemilih luar negeri tidak serumit di Indonesia. Mereka hanya mendapatkan dua surat suara, yakni untuk memilih presiden dan anggota DPR RI. Calon anggota DPR RI yang dicoblos pemilih luar negeri masuk daerah pemilihan DKI Jakarta II.
Pemilihan luar negeri tidak serumit lima suara di dalam negeri. Namun kendalanya bukan tanpa ada. Menggunakan metode pos, surat suara yang terkirim ada yang tidak sampai ke tangan calon pemilih. Surat suaranya sampai tapi kemungkinan tidak diberikan oleh majikan, juga alamat pengiriman tidak update karena pindah majikan, misalnya.
Kerumitan teknis dalam pemilu 2019, diharapkan tidak mengendorkan semangat masyarakat untuk ke TPS. Ini adalah pesta demokrasi. Pesta lima tahunan. Pesta yang menentukan nasib perjalanan bangsa Indonesia lima tahun ke depan. Pesta yang menentukan kepada siapa masyarakat menggantungkan harapannya di parlemen, kelak.
Sejatinya siapa yang memenangkan hati rakyat pada pemilu ini adalah benar-benar dapat merasakan denyut nadi masyarakat, sebagaimana dijanjikan dalam visi misi calon pada saat kampanye.
Selama masa kampanye semua calon berlomba mencari celah untuk mengambil hati masyarakat. Kedua pasang capres cawapres, Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah sama-sama “menjual” visi-misi dan program untuk mengeruk suara rakyat. Mereka senantiasa tampil gagah dan keren, sebagai calon kepala negara.
Demikian pula calon legislatif, baik pusat mau pun di daerah, tak kalah gesit. Pada masa-masa menjelang pemilu mereka rajin senyum dan menyapa konstituen. Memperlihatkan gigi pada foto baliho untuk menyimbolkan ramah senyum, tanda baik hati. Walau pada keseharian sesungguhnya orangnya mungkin susah senyum.
Pokoknya foto yang dipajang pada baliho itu sudah yang terindah. Warna kulitnya diputih-putihkan dan dimulus-muluskan. Ada pula yang pajang foto di usia masih lebih muda.
Padahal tanpa disadari, “kelakuan” demikian telah menipu dirinya sendiri. Mengelabui dirinya bahwa kulitnya tidak mulus, dia sudah tidak muda lagi.
Pada diri sendiri saja tidak jujur, bagaimana mungkin dapat mewakili aspirasi masyarakat kelak.
Tetapi bagaimana pun, mau tidak mau, kita harus memilih mereka. Mencoblos mereka. Tentu masih ada calon yang lebih baik dari itu. Tinggal pandai-pandainya masyarakat melihat siapa yang mempunyai hati yang jujur, ikhlas dan bertanggung jawab dalam bekerja. Atau juga, memiliki kecerdasan dan kepekaan sosial.
Akhirnya, selamat mencoblos. Semoga bangsa kita, daerah kita akan lebih baik pasca pemilu 2019. Pemilu yang agak rumit ini. Insya Allah.