Pemimpin Muda, Untuk Sultra

  • Bagikan

Oleh: Juhlim
(Kader HMI-MPO Cabang Kendari)SEJARAH PERNAH MEBUKTIKAN, bahwa peran pemuda dalam mencapai kemerdekaan Indonesia sangat besar. Peristiwa Sumpah Pemuda dan peristiwa Rengasdengklok adalah saksi sejarah yang menunjukkan betapa besarnya peran pemuda dalam membangun bangsa yang kita cintai ini.Bung Karno pernah mengatakan; “Berikanlah kepadaku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Salah satu sahabat Rasulullah SAW juga pernah mengatakan; “Dan setiap kali aku menemui masalah-masalah besar, yang kupanggil adalah pemuda.” (Umar bin Khaththab). Pada jaman Rasulullah SAW, pernah mengangkat seorang anak muda untuk menjadi pemimpin perang dalam menghadapi musuh-musuh Islam yakni Usamah bin Zaid.Ditengah berbagai himpitan dan kesulitan yang dialami bangsa ini, dibutuhkan seorang pemimpin yang berjiwa besar dan kritis. Pemimpin yang tidak tunduk pada kehendak kaum-kaum imperialis dan menolak segala bentuk penjajahan baru di Indonesia, yakni pemuda. Sebab, Pemuda adalah bagian terpenting dalam sebuah bangsa dan peradaban. Keberadaan pemuda sesungguhnya menjadi modal yang besar bagi pembangunan dan kemajuan bangsa.Oleh karena sebuah bangsa yang besar, sesungguhnya bukan hanya diukur dari  kekayaan sumber daya alamnya saja. Namun juga diukur dari ketersedian sumber daya manusia yang produktif dalam memberikan kontribusi positif kepada negara. Dan dalam konteks ini, kita bicara tentang para pemuda sebagai pengisi dan bagian dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia.Provinsi Sulawesi Tenggara dengan potensi jumlah sumber daya manusia yang besar sesungguhnya bukan hanya menjadi sebuah kelebihan. Namun juga menjadi tantangan yang mesti dijawab dan diselesaikan. Pendidikan yang masih sulit dijangkau, lapangan pekerjaan yang minim, kerusakan moral, korupsi dan kesenjangan sosial sesungguhnya merupakan bagian dari beberapa masalah yang sering kita temui di kehidupan sehari-hari.Masalah-masalah inilah yang kurang lebih selalu bersentuhan dan dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat Sulawesi Tenggara. Hanya segelintir dari rakyat Sultra yang terlepas dari pengaruh dan dampak dari masalah-masalah tadi. Dan apakah sampai saat ini kita sudah menemukan jawaban atas permasalahan itu? Dan siapakah yang bisa menyelesaikannya?Pada zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan, berlomba lomba ingin menjadi pemimpin, berebut kedudukan sehingga menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip ini, tidak lengkap rasanya selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat. Jabatan baik formal maupun informal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah \”aset\”, karena ia baik langsung maupun tidak langsung berkonsekwensi kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan lainnya. Maka tidaklah heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan sampai kepada artis.Mereka berebut mengejar jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah dirinya memegang jabatan (kepemimpinan) tersebut. Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karena menganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang dan juga harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Jika kepemimpinan diemban oleh bukan ahlinya dan oleh yang tidak paham bahwa tanggungjawab yang diemban dirinya sangatlah berat, harus bertanggung jawab urusan dunia akhirat, maka hasil yang didapat pada akhirnya kurang maksimal.Bukti konkret dari pengaruh pemimpin muda terhadap kemajuan bangsa telah dibuktikan oleh para mahasiswa di era tahun 1998, dalam rangka melakukan reformasi dengan menggulingkan rezim pemerintahan presiden Soeharto yang telah berkuasa selama 38 tahun, dan mereka membuktikan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin yang akhirnya mendorong para pemuda lain untuk melakukan hal yang sama.Disamping memiliki ide dan gagasan yang luas, seorang pemimpin muda pun memiliki sifat yang tahan banting dan pantang menyerah juga kecerdasan yang dapat dikatakan masih segar. Sehingga ketika mereka memimpin baik suatu golongan masyarakat ataupun memimpin suatu organisasi, mereka sudah terbiasa dengan menghadapi tekanan pada dirinya sendiri. Lain halnya dengan pemimpin yang sudah berumur, mereka cenderung memanfaatkan segala fasilitas yang dimilikinya atau meminta bantuan oranglain untuk mengatasi segala problematika dan tekanan dalam dirinya sendiri.Berpijak dari hal diatas, penulis ingin mencoba menggali lebih dalam mengenai pentignya pemuda dalam kepemimpinan. Sudah saatnya kita sadar, jika dalam sebuah kepemimpinan dipegang oleh golongan tua maka yang akan terjadi adalah munculnya masalah besar. Selayaknya saat ini, menjadi momentum penting bagi kaum muda Sultra untuk memprakarsai sebuah gagasan baru dan kebangkitan baru. Karena tahun saat ini bertepatan dengan pesta demokrasi, menjadi peluang besar bagi pemuda untuk merakit gagasan-gagasan baru agar daerah yang kita cintai ini keluar dari keterpurukan.Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Akan keluar suatu kaum akhir jaman, orang-orang muda yang pemahamannya sering salah paham. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyyah” (maksudnya: suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman mereka).” (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).Pemimpin Muda dalam Sudut Pandang Al QuranBerangkat dari pemikiran diatas, gagasan sederhana ini mencoba dalam megurai hakikat pemimpin muda jika dilihat dari sudut pandang Al-Quran. Paradigma yang melibatkan konsepsi kepemimpinan Al-Quran merupakan tema yang tepat, hadir di tengah-tengah kerinduan umat mencari sosok dan figur kepemimpinan yang benar-benar mewakili berbagai sendi pluralitas bangsa. Ini merupakan upaya kaum muda untuk terus memperkaya perspektif dan perluasan wawasan, serta menjadi wadah sekolah kebangsaan.Al-Quran sebagai sudut pandang utama adalah sebuah keharusan dalam membangun karakter kepemimpinan, karena produksi pemimpin-pemimpin berwawasan Al-Quran menjadi kebutuhan mendesak dalam menyongsong Indonesia Baru. Masih adakah harapan bangsa ini untuk memiliki pemimpin bertalenta Qurani?Merujuk pada pembahasan sebelumnya yang lebih banyak membedah makna dan hakikat kepemimpinan secara umum, maka perlu kiranya menelaah lebih mendalam hakikat kepemimpinan dalam Al-Quran. Islam memandang kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah setelah Rasulullah SAW wafat menyentuh maksud yang terkandung di dalam perkataan “amir” (yang jamaknya umara) atau penguasa. Oleh karena itu, kedua istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut pemimpin formal. Namun jika merujuk kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 30:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (QS. Al-Baqarah [2]: 30).Al-Quran dan hadis memberikan contoh berbagai model kepemimpinan yang bukan hanya memiliki keunggulan kepribadian yang kuat, tapi juga sesuai dengan tuntutan zamannya. Rasulullah SAW adalah model pemimpin yang menghimpun semua keunggulan tersebut dan senantiasa sesuai dengan tuntutan zaman. Al-Quran sebagai kitab yang memahami betul pentingnya kepemimpinan dalam kehidupan manusia, menawarkan berbagai model dan kriteria bagi seorang pemimpin agar dapat membangun kepemimpinan yang bernilai tinggi. Pada dasarnya setiap orang memiliki talenta kepemimpinan. Talenta sering diartikan juga dengan bakat atau potensi. Pemimpin bertalenta Qurani adalah model kepemimpinan yang memiliki semua kekuatan inti di atas. Indra Kusumah (2002: 94) menambahkan bahwa ada dua pra-syarat bagi pemimpin yang diklasifikasikan oleh para ulama sebagai kekuatan inti pemimpin, yaitu: Pertama, Kafa’ah. Kafa’ah adalah kemampuan dan keterampilan yang meliputi kemampuan konseptual (conceptual skill), kemampuan hubungan kemanusiaan (human interpersonal skill), dan kemampuan tekhnik (technic skill). Kedua, amanah. Amanah berkaitan dengan karakter kepemimpinan sekaligus kepribadian kepemimpinan. Amanah berarti memiliki segenap keunggulan sikap dan karakter utama yang menjadikannya memiliki kredibilitas dan integritas yang tidak diragukan. Betapa kita merindukan kepemimpinan bertalenta Qurani, memimpin dengan melayani, membangun generasi untuk kembali kepada realitas Islam yang hilang dan kembali mengulang sejarah gemilang.Setelah kita membaca uraian diatas, marilah kita bersma-sama mendukung pemimpin muda untuk kemajuan daerah yang kita cintai, yakni Provinsi Sulawesi Tenggra. Sebab, harapan kita semua adalah akan muncul para pemimpin muda berikutnya yang siap mengabdikan dirinya bagi kemajuan nusa dan bangsa guna menyelesaikan segala persoalan dan problematika yang melanda negeri ini.Sehingga tidak ada lagi masalah kekurangan sumber daya alam, kekurangan pangan, krisis moral, pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas yang merjalela yang memang selama ini telah menjadi momok bagi bangsa kita sendiri dan menjadi sebuah gambaran bagaimana buruknya sistem ekonomi dan sosial di bangsa ini.“Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya” (Hasan al-Banna). (*)

  • Bagikan