Peran Perempuan sebagai Penyelenggara Pemilu sebagai Wujud Emansipasi Perempuan

  • Bagikan
Suprihaty Prawaty Nengtias. (Foto: Ist)
Suprihaty Prawaty Nengtias. (Foto: Ist)

Oleh:
Suprihaty Prawaty Nengtias
(Ketua KPU Kolaka Timur)

SULTRAKINI.COM: Bulan April setiap tahun adalah bulan yang istimewa bagi kami kaum perempuan. Keistimewaan itu dilatar belakangi oleh hadirnya di dunia ini seorang perempuan hebat yang lahir  pada tanggal  21 April 1879 yaitu Raden Ajeng Kartini atau RA. Kartini. RA. Kartini inilah yang menjadi sumber inspirasi bagi seluruh wanita Indonesia untuk berkarir di ranah public tidak hanya terpaku di areal domestic saja.

Tentu tidak sekadar memperingati Kartini sebagai tokoh sejarah, tapi kita perlu mencermati ide-ide yang diperjuangkannya. Membicarakan RA Kartini berarti berbicara tentang masyarakat Indonesia pada zamannya. Zaman itu begitu kuat pengaruh adat istiadat yang tidak membolehkan anak perempuan bersekolah, tidak boleh bekerja di luar rumah atau menduduki jabatan di dalam masyarakat.

Perempuan harus tunduk kepada adat istiadat dan tidak boleh punya kemauan untuk maju. Perjuangan Kartini seabad yang lampau identik dengan perjuangan emansipasi wanita.

Perkataan ’emansipasi’ berasal dari bahasa Latin emancipatio artinya pembebasan dari suatu kungkungan atau ikatan. Walau demikian, cita-cita emansipasi Kartini bukanlah westernisasi atau meniru begitu saja kebudayaan Barat. Kartini berasal dari keluarga bangsawan. Ayahnya Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat.

Perjalanan hidup Kartini cukup singkat. Ia wafat pada 1904 dalam usia 25 tahun, empat hari setelah melahirkan.

Setahun sebelum meninggal Kartini membuka Sekolah Gadis Jawa di Kabupaten Jepara. Meski tidak sempat berbuat banyak untuk kemajuan bangsa dan tanah air, Kartini mengemukakan ide-ide pembaharuan masyarakat yang melampaui zamannya melalui surat-suratnya yang bersejarah.

Cita-citanya yang tinggi dituangkan dalam surat-suratnya kepada kenalan dan sahabatnya orang Belanda di luar negeri, seperti Tuan EC Abendanon, Ny MCE Ovink-Soer, Zeehandelaar, Prof Dr GK Anton dan Ny Tuan HH von Kol, dan Ny HG de Booij-Boissevain. Surat-surat Kartini diterbitkan di negeri Belanda pada 1911 oleh Mr JH Abendanon dengan judul Door Duisternis tot Licht. Diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh sastrawan pujangga baru Armjn Pane pada 1922 dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Cita-cita Kartini banyak diadopsi oleh kaum perempuan di masa sekarang dalam segala bidang termasuk bidang kepemiluan, salah satunya menjadi penyelenggara pemilu.

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 Ayat 7 menyebutkan penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.

Penyelenggara pemilu adalah salah satu faktor krusial dalam mewujudkan pemilu yang berintegritas. Oleh karena itu, sebagai penyelenggara pemilu wajib menjadikan prinsip dasar yang menjadi acuan utama dalam mengelola pemilu yang kompleks ini. Ada tujuh prinsip dasar menurut Administration and Cost of Elections (ACE) Project.

Pertama, independensi; sebuah prinsip yang menegaskan posisi penyelenggara yang tidak memiliki hubungan langsung dengan pihak eksekutif ataupun pihak yang berkepentingan dalam politik praktis.

Kedua, imparsialitas; penyelenggara pemilu haruslah menunjukkan sikap dan perilaku yang adil dan setara kepada semua pihak yang terlibat dalam pemilu.

Ketiga, integritas; penyelenggara pemilu memiliki sikap integritas jika ditopang oleh kemandiriannya yang penuh dalam melakukan kontrol semua proses pemilu, termasuk penetapan sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi.

Keempat, transparansi; penyelenggara harus menunjukkan sikap transparansi untuk menghindari segala prasangka dan kecurigaan terhadap proses pemilu yang cenderung penuh intrik kepentingan politik.

Kelima, efisiensi; penyelenggara juga harus mempertimbangkan aspek efisiensi dana publik dalam penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu, tuntutan agar penyelenggara dapat mengimplementasikan standar efisiensi di setiap tahapan menjadi penting dilakukan agar terjadi peningkatan kepercayaan publik.

Keenam, profesional; semua staf penyelenggara pemilu dapat melakukan pekerjaannya dengan baik berdasarkan keahlian dan kompetensi yang dimiliki. Sikap profesionalitas ini juga menjadi penting agar penyelenggara mendapat kredit pujian dari pihak-pihak yang selalu memantau penyelenggaraan pemilu.

Ketujuh, berorientasi pelayanan; penyelenggara pemilu dapat membangun sebuah skema standar pelayanan dalam setiap tahapan pemilu yang nantinya dapat berkontribusi terhadap kepercayaan publik dalam penyelenggaraan pemilu.

Menjadi penyelenggara Pemilu terbuka dan dibuka untuk umum  sepanjang  orang tersebut memenuhi persyaratan dan prosedur yang sudah ditentukan, termasuk juga kaum perempuan.

Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengamanatkan bahwa komposisi KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Di Sulawesi Tenggara perempuan yang berkiprah di ranah penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU Propinsi se Sulawesi Tenggara berjumlah  13 orang dari total jumlah 90 orang atau hanya 14% saja masih jauh dari angka afirmasi action. Dari 13 orang tersebut,  2 orang yang menduduki posisi ketua yaitu Kabupaten Kolaka Timur (periode 2019 – 2024) dan Kabupaten Kolaka Utara (periode 2018 -2023).

Mengapa Perempuan Harus Hadir sebagai Penyelenggara Pemilu

Tidak ada demokrasi tanpa kehadiran perempuan. Penyelenggara Pemilu adalah regulator dan implementator penyelengaraan Pemilu sehingga afirmasi perempuan diperlukan untuk memastikan kebijakan hulu ke hilir penyelengaraan Pemilu tidak bias gender, berpihak pada perempuan, dan inklusif.

Kehadiran perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu dinilai penting. Sebab, lembaga penyelenggara pemilu adalah jantung pembuatan keputusan politik yang mengatur seleksi kepemimpinan negara. Kehadiran perempuan strategis untuk memastikan proses tersebut sensitif gender dan menghasilkan suksesi kepemimpinan yang bisa lebih memperhatikan kepentingan perempuan dalam proses kebijakan publik.

Kehadiran perempuan dalam penyelenggara pemilu sangatlah krusial mulai dari sosialisasi tahapan, pendidikan pemilih, penindakan pelanggaran pemilu, penegakkan hukum pemilu hingga pengawalan terhadap suara perempuan yang tidak dicurangi dan dimanipulasi oleh pihak manapun.

Keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu dapat menjadi penentu keadilan elektoral dengan mengedepankan demokrasi yang jujur, bebas dan adil. Di samping itu, hadirnya perempuan juga setidaknya dapat memberikan jaminan aman terhadap gangguan dan intimidasi yang kerap kali hadir di setiap perhelatan demokrasi.

Berbagai perlakuan tidak adil dan diskriminatif, prosedur tidak ramah terhadap perempuan dan kelompok rentan menjadi isu yang tidak pernah usai. Tak sedikit kelompok perempuan dari pemilihan ke pemilihan yang harus berurusan dengan hukum karena keterbatasan dalam memahami regulasi aturan perundang-undangan, baik itu perempuan sebagai peserta pemilu ataupun sebagai pemilih.

Untuk memutus mata rantai dan paling tidak meminimalisir hal tersebut, peningkatan keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu dapat menjadi salah satu solusi konkret untuk terwujudnya sistem demokrasi yang lebih baik.

Perempuan mampu memainkan perannya dalam mewujudkan demokrasi yang tidak bias gender dan menjadi bukti kedewasaan suatu bangsa. Perempuan ingin dunia memperlakukan kaumnya secara proporsional.

Perempuan dan Keahlian Multitaskingnya

Kita semua pernah mendengar orang-orang di luar sana berkata kalau perempuan itu andal dalam urusan multitasking, apa pun tugas bisa dikerjakan secara bersamaan dalam satu waktu. Mengurus anak, suami, pekerjaan kantor serta tak lupa mengurus dirinya sendiri. Betapa sibuknya perempuan selama 24 jam sehari hanya untuk melakukan hal-hal tersebut, mungkin selain itu masih ada lagi pekerjaan tambahan yang harus diurusinya.

Kemampuan multitasking tersebut sangat berdampak ketika berkarir di lembaga penyelenggara pemilu. Dimana kita ketahui ketika mendaftar sebagai anggota KPU pada semua jenjang, ada formulir pernyataan yang wajib diisi yaitu kesiapan bekerja sepenuh waktu, artinya adalah ketika tiba waktu tahapan yang kita kenal adalah hari kalender dimana kalender pada saat tahapan semua berwarna biru, tidak ada waktu untuk libur.

Jika dilihat dari satu sisi saja tentu ini sangat berat, karena sebagai seorang perempuan fitrah yang tidak bisa kita abaikan adalah fitrah sebagai seorang istri dan seorang ibu. Disinilah dukungan keluarga dalam hal ini suami dan anak sangat dibutuhkan sebagai supporting sistim dalam mendukung tugas-tugas kita sebagai penyelenggara. Artinya sebelum terjun memilih karir sebagai penyelenggara kepemiluan hal ini sudah harus tuntas dididskusikan bersama suami dan anak, karena tanpa dukungan dari suami dan anak, mustahil tugas kita sebegai penyelenggara kepemiluan akan berhasil.

Keahlian multitasking yang dimiliki oleh perempuan disinilah akan teruji, dimana perempuan harus berakrobat mensukseskan tugas sebagai penyelenggara tanpa mengabaikan fungsinya sebagai istri, ibu dan juga mahkluk social di lingkungan pergaulannya. Tentu manajemen waktu adalah hal yang harus dikuasai dan bekerja berdasarkan skala prioritas. Skala prioritas disini adalah mengutamakan tugas sebagai penyelenggara Pemilu diatas segalanya setelah itu barulah tugas-tugas lain dituntaskan.

Kompleksitas tugas-tugas sebagai penyelenggara sangat luar biasa, berbagai permasalahan yang terkadang tidak pernah kita duga terkadang datang tiba-tiba, baik itu dari internal lembaga maupun eksterna lembaga.

Disinilah kita sebagai seorang perempuan dituntut harus mampu menyelesaikan prsoalan-persoalan tersebut secara cepat dan tepat, karena dalam tahapan semua sudah diatur durasi waktunya, tidak ada kata nanti atau sebentar. Harus tepat waktu. Tepat penanganan masalah yaitu sesuai regulasi dan perundang-undangan yang berlaku.

Disinilah kepiawaian seorang perempuan mengelola sisi keibuan dan sisi maskulinnya  harus berpadu menjadi satu. Kemampuan berkomunikasi serta menjalin hubungan sinergitas antara lembaga harus dijaga tanpa mencederai prinsip netralitas, mandiri dan independen dalam memyelesaikan suatu masalah.

Namun terkadang, perempuan sebagai penyelenggara kepemiluan harus punya kemampuan lebih dibanding penyelenggra kepemiluan yang berjenis kelamin laki-laki. Mengapa karena perempuan lebih rentan diisikan ke hal-hal negative oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu menjaga wibawa dan kehormatan lembaga maupun pribadi hukumnya wajib karena jika lalai sedikit saja akan berujung ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Kode Etik penyelenggara pemilu yang selanjutnya disebut kode etik adalah suatu kesatuan asas moral, etika, dan filosofi yang menjadi pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu berupa kewajiban dan larangan, tindakan dan/atau ucapan yang patut atau tidak patut dilakukan oleh penyelenggara pemilu.

Sedangkan kode perilaku merupakan tata nilai dan standar perilaku yang diharapkan semua orang dalam bekerja bagi anggota KPU di semua tingkatan selaku penyelenggara pemilu dan pemilihan.

Capaian dan Harapan Pemilu/Pemilihan Serentak 2024

Sebagai seorang penyelenggara tekhnis kepemiluan dengan posisi sebagai ketua, banyak hal sudah kami lewati yaitu melaksanakan pemilu tahun 2019 dan melaksanakan pemilhan bupati dan wakil bupati tahun 2020.

Pemilu 2019 terlaksana dengan lancer, aman dan kondusif. Walaupun ada satu TPS yang PSU yaitu di TPS 1 Kecamatan Aere namun kami dapat melaksanakan  dengan baik tanpa ada hambatan apapun.

Keberhasilan ini adalah keberhasilan secara kolektif yaitu keberhasilan komisioner yang didukung oleh sekretariat sebagai supporting system. Dan juga tentu merupakan keberhasilan dari PPK, PPS dan KPPS.

Namun ada yang istimewa di pemilu 2019 di Kabupaten Kolaka Timur dan saya patut berbangga karena dari 25 orang anggota DPRD yang terpilih, 10 diantaranya adalah perempuan dan ini berarti keterwakilan perempuan adalah 40% dan juga ketua DPRD yang terpilih adalah perempuan.

Tahapan Pemilihan kepala daerah tahun 2020 di kabupaten Kolaka Timur dan seluruh Indonesia diwarnai dengan ‘insiden’ kehadiran Covid19 dimana pada saat itu belum ada regulasi yang mengatur tentang mekanisme  pelaksanaan pemilihan kepala daerah dimasa pandemi dan bukan hanya di Kolaka Timur tetapi di seluruh Indonesia.

Kondisi ini sempat membuat “gagap” pemerintah dalam penanganan pandemic covid 19 ini  antara melanjutkan tahapan atau meghentikan tahapan.  Sehingga atas nama keselamatan umat manusia maka pada tangga 23 Maret 2020 tahapan dihentikan dan dengan melalui jalan yang panjang akhirnya pada tanggal 15 Juni 2020 pilkada dilanjutkan kembali dengan surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 258/PL.02-Kpt/01/KPU/VI/2020 tentang Penetapan Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Tahun 2020.  Dengan komitmen  menghadirkan pilkada yang aman dan sehat dan Pilkada akan digelar dengan protokol kesehatan yang ketat.

Suka duka melaksanakan pemilihan kepala daerah dimasa pandemic covid19 ini sangat terasa, banyak hal yang tidak boleh dilakaukan antara lain kampanye dengan pengerahan massa besar, arak-arakan paslon ketika datang mendaftar, pengarahan massa ketika debat kandidat, dan lain-lain.

Bahkan ada insiden saya sebagai ketua  sempat diprotes oleh paslon akibat perubahan  regulasi yang tiba-tiba di indjuri time waktu pelaksanaan kegiatan pendaftaran paslon, namun kami harus berlapang dada dan bijaksana  menyikapi protes tersebut karena itu adalah resiko dari pekerjaan, namun kami dapat menyelesaikan dengan  baik karena komunikasi kami dengan semua paslon terjalin dengan baik berdasarkan prinsip imparsialitas yaitu penyelenggara pemilu haruslah menunjukkan sikap dan perilaku yang adil dan setara kepada semua pihak yang terlibat dalam pemilu.

Kami patut berbangga sebagai penyelenggara, karena dimasa kami inilah pengalaman sebagai penyelenggara sangat komplit yaitu melaksanakan pemilu pada masa non pandemic dan melaksanakan pemilihan pada masa pandemic Covid-19.

Tahapan pelaksanaan pemilu dan pemilihan serentak 2024 sudah didepan mata, sesuai dengan jadwal tahapan akan dimulai pada bulan juni 2022 dan ini bukanlah hal yang mudah ada satu waktu tahapan pemilu akan beririsan dengan tahapan pemilihan. Dibutuhkan ketangguhan fisik dan psikis serta kesiapan SDM yang unggul serta sinergitas dengan sekretariat sebagai supporting sistim.

Sebagai wujud kontribusi sebagai ketua, emansipasi perempuan dan afirmasi action pada perempuan pada pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024 adalah penyelenggara pada tingkat PPK,PPS dan KPPS harus mencapai angka minimum 30% dan tentu perempuan yang dimaksud disini adalah memenuhi kriteria persyaratan pendaftaran sebagai penyelenggara badan adhoc sesuai dengan tingkatannya.

Setelah memenuhi persyaratan tentu perempuan tersebut harus jujur, berintegritas, tangguh, tahan banting, mampu mendedikasikan waktunya secara penuh sebagai penyelenggara dan yang tidak kalah penting adalah harus memiliki SDM lebih dari yang lainnya.

Kegiatan tahapan penyelenggaran baik pemilu mapun pemilihan akan diakhiri dengan sebuat ketetapan yaitu pada tahapan pemilu menetapkan Preseiden dan Wakil Presiden, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD Propinsi, anggota DPRD Kab/Kota, dan pada pemilihan menetapkan gubernur dan wakil gubernur, walikota dan wakil walikota serta bupati dan wakil bupati.

Dari seluruh rangkaian tahapan tersebut keterlibatan penyelenggara perempuan mempunya andil lahirnya pemimpin-pemimpin tersebut baik di level nasional atau pusat maupun pemimpin-pemimpin pada level daerah baik itu di propinsi maupun kabupaten/kota.

Dimoment hari kartini ini, harapan kedepannya adalah para kartini-kartini tidak hanya hadir sebagai penyelenggra pemilu yang melahirkan pemimpin tetapi juga kartini-kartini penyelenggara pemilu masa depan dapat melahirkan  kartini-kartini  yang akan memimpin negeri ini baik itu dipusat maupun di daerah, karena tidak ada demokrasi tanpa kehadiran perempuan. Perempuan ingin dunia memperlakukan kaumnya secara proporsional.

Selamat Hari Kartini, 21 April 2022
Salam Sehat … Salam Demokrasi

  • Bagikan