Peta Politik Pilgub Sultra

  • Bagikan
Samuri,S.Si (Direktur ElectionCount Sultra)

Oleh: Samuri,S.Si

(Direktur ElectionCount Sultra)

Oktober-November ini menjadi bulan penting politik pemilihan Gubernur Sultra. Ali Mazi dan Lukman Abunawas mendeklarasikan diri pada akhir oktober lalu. Dukungan Golkar dan Nasdem berhasil digenggam mereka berdua. Majunya pasangan ini sudah ditunggu-tunggu pemerhati politik. Ali Mazi yang pernah menjabat Gubernur Sultra sebelum Nur Alam, salah satu tokoh dari kepulauan yang memiliki prestasi tersendiri.

Sebelum deklarasi dilakukan, telah terjadi debat publik lewat media antara Ali Mazi dengan Ridwan. Ridwan berkali-kali meragukan komitmen Ali Mazi terhadap DPD 1 dan 2 melalui media. Ali Mazi bergerak terus sehingga keluarlah surat rekomendasi DPP Golkar. 

Surat rekomendasi tersendiri tidak mengirimkan hiruk-pikuk Golkar Sultra mengenai dukungan ke Ali Mazi. Ridwan mengklaim proses SK dukungan yang tidak memperhatikan aspirasi daerah. Muncul ketidakpastian untuk pasangan yang diklaim juga mendapat dukungan Nur Alam. Paska deklarasi, Ridwan makin kuat menekan. Ali Mazi yang pernah menjadi Ketua Golkar Sultra, cenderung melakukan ‘Tai Chi’ politik menunggu momentum baru. Manuver Ali Mazi di partai lainnya juga turut menghilang.

Awal November ini, Asrun-Hugua menggebrak politik pilgub Sultra dengan dukungan 3 Partai sekaligus yaitu PAN, PKS dan PDIP. SK Partai yg sudah ditandatangani masing-masing ketum ini membuat dukungan berlimpah ke Asrun-Hugua. Asrun-Hugua masih berusaha mendapatkan dukungan 2 Partai lainnya yaitu PPP dan PKB.

Serangan kepada Asrun hampir tidak muncul dari dalam partai-partai yang telah dan akan mendukungnya. Runtuhnya dinasti Nur Alam di PAN memperlancar proses rekomendasi DPP PAN. ‘Bedol desa’ beberapa pentolan kubu Nur Alam membuat Asrun berhasil membentuk kekuatan baru. 9 Bupati dan Walikota dari PAN telah memberikan dukungannya kepada Asrun. Tidak ada suara penentangan termasuk dari Anggota DPRRI dapil Sultra.

PDIP berhasil masuk koalisi pada tikungan terakhir. Keuntungan PDIP adalah waktu. Waktu untuk Amirul Tamim menjawab tawaran Asrun sudah berakhir. Waktu untuk semua kader PDIP bersosialisasi sebagai Cagub juga habis. Realitas memaksa PDIP hanya membidik posisi Cawagub. Waktu yang memaksa Hugua realistis dengan target politiknya di tahun 2018. Masih tersedianya waktu di PAN dan PKS untuk mengetahui perubahan dari Amirul menjadi Hugua.

Seperti yang diprediksi, PKS juga memberikan dukungan dengan cepat. Hanya berselisih 3 hari dengan PAN, munculah rekomendasi DPP PKS. Perkenalan Asrun dengan petinggi PKS di Pusat menghapus banyak halangan. Bergabungnya Hugua dari PDIP sempat memunculkan keraguan beberapa pengamat. Ternyata hal tersebut bukanlah hambatan bagi PKS untuk mengambil keputusan. 

Kedekatan Asrun dengan PKS terbukti nyata. 3 kali pemilihan Walikota Kendari, Asrun bergandengan tangan dengan PKS. 

Kedekatan Asrun dengan ormas-ormas Islam di Sultra juga mendorong proses di PKS. Di sisi lain, Ali Mazi tidak memiliki hubungan kuat dengan ormas dan pemilih Muslim.

Isu Pilkada DKI Jakarta yang meluasnya secara nasional, tidak mengganggu dukungan Partai politik di Sultra. Berkumpulnya Nasdem dan Golkar yang mengusung Ahok di Pilkada DKI menjadi penghalang berkembangnya isu tersebut. Nasdem adalah partai pertama pendukung Ahok di Pilkada DKI. Ahok didukung Golkar lebih awal dari dukungan pdip. Dua Partai pendukung Ahok adalah pendukung Ali Mazi.

Puzzle sebagian besar sudah terbentuk karena kompetisi sudah bisa berputar untuk mendapatkan pasangan pemenang. Semua orang menunggu kejutan munculnya pasangan ketiga yang akan memperketat kompetisi pilgub. Kita semua masih menunggu kemungkinan munculnya calon Gubernur Sultra yang didukung oleh Gerindra, Hanura dan Demokrat. Semakin banyak pasangan akan semakin sehat kompetisi dan demokrasi berjalan lebih baik.

  • Bagikan