Prihatin Banyak Warga Desanya yang Putus Sekolah, Devi Nofita Pria Sukses Bangun Sekolah Alternatif

  • Bagikan
Devi Nofita Pria perintis Mts Miftahul Huda Desa Tetemotaha, Konawe bersama suaminya Ahmad Soleh. (Foto: Mas Jaya/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Keterbatasan ekonomi membuat sebagian anak-anak di Desa Tetemotaha Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe patah pena. Akses sekolah yang jauh, pun menjadi alasan lain. Bertahun-tahun keadaan itu merantai masa depan anak-anak setempat. Masyarakat pun seolah mahfum dan \”nrimo\” atas kondisi itu.

 

Namun kemudian hari angin segar berhembus, membawa kabar baik. Seolah tak terima dengan keadaan tersebut, salah seorang wanita muda memutuskan untuk membangun sekolah alternatif. Dialah Devi Nofita Pria. Wanita dengan kepekaan tingkat tinggi, yang telah berhasil mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Huda di desa Tetemotaha.

 

Cerita Devi-sapaan akrab Devi Nofita Pria-bermula ketika ia menyelesaikan studi di bangku Madrasah Aliyah (MA) An-Nur Azzubaidi tahun 2005. Ketika itu ia memutuskan untuk mengabdikan dirinya di TK Taruna Mandiri di Desanya. Tahun 2006, sambil mengajar ia melanjutkan studi S1-nya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Lakidende (PBSI-Unilaki). Devi selesai tahun 2011. Di tahun itulah Devi memulai merealisasikan impiannya.

 

Isteri dari Ahmad Soleh itu mengaku, setelah meraih gelar sarjananya ia merasa gelisah. Katanya, sebagai sarjana ia harus bisa kerja. Namun di sisi lain pikirannya juga teringat pada anak-anak di desanya yang telah putus sekolah.

 

Atas inisiatif sendiri, wanita kelahiran 1987 itu kemudian mencoba berkomunikasi dengan beberapa masyarakat. Selanjutnya, ia juga melakukan konsultasi dengan pihak Kemenag Konawe tentang idenya untuk mendirikan sekolah.

 

\”Saya berpikir untuk mendirikan MTs. Mengapa harus MTs, karena di sini belum ada MTs. Sekolah setingkat SMP jauh. Sempat kepikiran untuk membuka MI, tapi di sini sudah ada dua sekolah sederajat. Sama juga dengan SMA sederajat sudah ada dua untuk di Kecamatan Wonggeduku,\” terangnya.

 

Atas pertimbangan itulah Devi memilih untuk mendirikan MTs. MTs juga ia pilih, karena bisa mengajarkan pelajaran agama pada sisiwanya, selain harus belajar ilmu formal dibangku pendidikan.

 

Oktober 2011, Devi mulai berjalan. Hal pertama yang ia lakukan, yakni berkonsultasi dengan tokoh-tokoh desa dan masyarakat. Selanjutnya, ia mengajak salah seorang temannya, Haslinda untuk membantunya mengajar. Setelah itu, mereka berdua berkeliling kampung mencari siswa yang putus sekolah, baik di Tetemotaha maupun desa sekitarnya.

 

Hasilnya, 15 anak mereka dapatkan. Mereka pun langsung disekolahkan bulan itu juga \”Sebenarnya sudah lewat tahun ajaran baru, tapi dari Kemenag menyarankan untuk langsung jalan dan menyesuaikan. Kami juga dapat rekomendasi dengan menjadikan MTsN Wawotobi sebagai sekolah induk,\” jelasnya.

 

Seiring berjalannya waktu, ternyata siswa yang disekolahkan kondisinya sangat labil. Alhasil, angkatan pertama dengan jumlah 15 orang, yang bertahan hingga penamatan hanya 8 orang. \”Karena usia mereka juga sudah ada yang lewat, ada yang nikah sebelum selesai,\” katanya.

 

Devi mengungkapkan, tahun kedua mereka menerima 13 org. Tahun ketiga 21 orang, tahun keempat 18 orang, tahun kelima 36 orang. Hingga saat ini, MTs Miftahul Huda telah menamatkan dua angkatan. Sementara guru, awalnya dua orang. Kemudian bertambah menjadi enam dan saat ini ada empat belas orang guru yang mengabdikan dirinya di sekolah tersebut. Mereka adalah sarjana-sarjana muda yang merupakan putera puteri desa.

 

Tahun 2012, Devi melanjutkan studi magisternya di Universitas Sultan Agung (Unisula) Semarang. Ia mendapat beasiswa dari program Cerdas Sultraku. Selama menjalan studi, kepemimpinan atas sekolah, Devi percayakan ke salah seorang rekan guru, Rustam. Devi kembali dari studinya tahun 2014. Ia juga kembali menahkodai sekolah yang ia dirikan.

 

\”Saat lanjut studi, saya tidak putus komunikasi dengan para guru di sini. Keadaan sekolah saya pantau terus,\” kata Devi.

 

Anak pertama dari dua bersaudara itu mengaku, saat pulang dari studi ada hal baru yang diterapkan di sekolahnya. Seperti pembelajaran Tamyiz. Metode tersebut, telah masuk dalam mata pelajaran muatan.lokal. Menurut Devi, metode tersebut baru diterapkan di sekolahnya dan belum ada sekolah lain yang menerapkannya.

 

\”Metode Tamyiz mungkingkan para siswa bisa menghafal dengan cepat, sekaligus pah dengam terjemahannya. Baru kami sekolah yang menerapkan ini,\” jelasnya.

 

Terkait impiannya dengan sekolah rintisannya itu, Devi berharap agar sekolahnya bisa punya fasilitas pembelajaran yang lebih baik. Seperti gedung pembelajaran yang saat ini belum layak. Sebagaimana diketahui, gedung MTs Muftahul Huda saat ini masih menggunakan tempat pengajian sore desa setempat.

 

\”Saya ingin ada ruang belajar yang lebih memadai. Dengan begitu, anak-anak juga bisa semakin tertarik untuk bersekolah di sini,\” tandasnya.

  • Bagikan