PT. WIL dan PT. PBS Diduga Lakukan Pengrusakan Hutan dan Penambangan Ilegal

  • Bagikan
Massa Jaringan-AHLI hearing bersama Komisi III DPRD Sultra. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM).
Massa Jaringan-AHLI hearing bersama Komisi III DPRD Sultra. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM).

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Massa aksi yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Hukum dan Lingkungan Indonesia (Jaringan – AHLI) berunjuk rasa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), mendesak DPRD membentuk pansus untuk mengusut dugaan illegal mining dan pengrusakan hutan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang di Sultra.

Perusahaan tambang yang mereka maksudkan tersebut, yaitu PT. Waja Inti Lestari (WIL) yang beroperasi di Kelurahan Wolo, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka dan PT. Putra Babarina Sulum (PBS) di Desa Babarina, Kecamatan Wolo.

Koordinator Lapangan, Jumadil, menuturkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.815/Menhut/II/2013, PT. WIL memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) seluas 40,04 Ha yang berada di wilayah Tanjung Ladongi. Namun, dalam kegiatan tambangnya, PT. WIL diduga melakukan operasi produksi biji nikel di luar IPPKH yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan.

“IPPKH PT. WIL seluas 40.04 HA yang terletak di Tanjung Ladongi. Namun ironisnya, PT. WIL diduga melakukan operasi produksi biji nikel di Tanjung Karara dan Tanjung Baja,” ujarnya saat aksi di DPRD Sultra, Senin (11/11/2019).

Hal yang sama kata Jumadil, dilakukan oleh PT. PBS yang beralamat di Desa Babaria. Perusahaan ini hanya memiliki izin produksi batu, tapi faktanya PT. PBS diduga melakukan illegal mining atau penambangan ilegal.

“PT. PBS hanya memiliki izin produksi batu, tapi faktanya melakukan aktifitas produksi biji nikel di dalam kawasan hutan lindung,” ungkapnya.

Jumadil menegaskan, kedua perusahaan tersebut melanggar Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Ia sampaikan, di dalam pasal 134 ayat 2 disebutkan bahwa kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang undangan.

Selanjutnya, pada Pasal 50 Ayat 3 huruf G jo Pasal 39 Ayat 3 Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang kehutanan disebutkan setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan, dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu, serta kelestarian lingkungan.

Untuk mengusut kasus dugaan pengrusakan hutan dan penambangan ilegal yang dilakukan PT. WIL dan PT. PBS, Jaringan – AHLI mendesak DPRD Sultra agar segerah membentuk tim Pansus untuk meninjau langsung lokasi itu.

“Kami juga meminta Dinas ESDM Sultra untuk mencabut IUP PT. WIL dan PT. PBS, karena diduga melakukan penambangan secara ilegal. Dan meminta kepada Dinas Kehutanan Sultra untuk mengevaluasi kembali IPPKH PT. WIL, karena diduga telah melakukan penambangan di luar IPPKH,” mintanya.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi, mengatakan data-data tambang tersebut sudah ada baik di Dinas ESDM, maupun di Komisi III, sehingga pihaknya akan segera mengirim tim untuk menginvestigasi di lapangan.

“Dua minggu ke depan masalah tambang sudah selesai. Maksudnya bulan Januari tidak lagi bicara soal masalah tambang, tetapi kita bicara seluruh izin pertambangan harus sudah beres,” tegasnya.

Suwandi melanjutkan, untuk menyelesaikan masalah tambang tersebut, pihaknya akan memanggil kedua perusahaan, Dinas ESDM dan Dinas Kehutanan Sultra.

“Di bulan Januari nanti seluruh izin pertambangan yang bermasalah harus sudah selesai. Perusahaan tambang yang bermasalah akan kami rekomendasikan kepada gubernur, apakah ditinjau ulang atau dicabut,” katanya.

Laporan: La Niati
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan