Remaja dalam Cengkeraman Kapitalis

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: Membahas tentang remaja memang tak pernah ada habisnya. Ialah mereka yang memiliki segudang rasa penasaran dan keingintahuan yang tinggi.

Namun sayangnya, remaja hari ini bukannya banyak mencetak prestasi gemilang layaknya remaja Islam dulu, melainkan banyak mencetak prestasi yang buram durja, yang membuat siapa saja tersayat-sayat hatinya.

Lihat saja berbagai macam kasus yang melanda negeri ini. Mayoritas pelakunya adalah mereka yang memiliki julukan sebagai agen of change. Pergaulan bebas dan pornografi yang berujung hamil diluar nikah dan aborsi. Tawuran pelajar yang menggunakan benda tajam hingga menghilangkan nyawa. Aksi geng motor yang meneror masyarakat. Belum lagi ketika menyebut miras dan narkoba. Telah banyak remaja yang melayang nyawanya karena keseringan bahkan kecanduan mengkomsumsi barang-barang haram ini. Dan ternyata, kasus-kasus diatas belumlah cukup untuk mewakili bagaimana hancurnya moral remaja zaman ini.

Seperti yang kita ketahui bersama jika baru-baru ini remaja kembali menjadi sorotan. Lagi-lagi bukan karena prestasi gemilangnya, melainkan prestasi bobroknya. Sebut saja Bowo, remaja yang terkenal lewat aplikasi Tik Tok ini telah mampu menyihir kewarasan para remaja seusianya yang kini menjadi fans berat bin fanatiknya. Bagaimana tidak, lewat aplikasi luncuran China ini sosok Bowo yang sebelumnya bukan apa-apa dalam sekejap menjadi artis. Dalam keterangan di Play Store, aplikasi besutan BYEMOD PTE. LTD itu diciptakan untjm memancing para penggunanya agar dapat berimajinasi dan berekspresi sebebas-bebasnya. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya membuat video unik berdurasi pendek secara mudah. Ialah tolok ukur budaya baru untuk para kreator muda yang kebablasan. (Tribunnews.com)


Kapitalis : Sumber Kerusakan

Bukan kapitalisme namanya kalau tidak merusak. Ya, karena memang ideologi ini diciptakan untuk meratakan kerusakan dimuka bumi. Mengapa?

Pertama, dengan asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) jelas telah menuntun manusia agar menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan. Agama justru dianggap sebagai racun yang menghambat kemajuan manusia. Walhasil, generasi yang tumbuh dalam sistem kapitalisme menjadi generasi yang gampang ingkar kepada Allah SW dan tidak takut lagi akan murkaNya.

Kedua, paham liberalisme (kebebasan) dan permisifme (serba boleh ) yang dipuja dalam sistem kapitalis otomatis mendorong manusia untuk berbuat sekehendaknya. Tak ada lagi standar hidup seperti halal-haram, benar-salah, pahala-siksa, surga-neraka, imam-kafir, terpuji-tercela, seperti yang dipandu oleh agama. Sehingga tak mengherankan jika generasi yang hidup dalam kubangan sistem ini banyak yang terperosok ke dalam berbagai jurang kemaksiatan. Maksiat berujung aborsi, kecanduan miras dan narkoba seolah telah menjadi hal biasa. Viral karena gaya-gayaan tidak jelas via tik tok hingga membuat tenar adalah hal yang kini menjadi wajar. Gaul bebas semakin meluas dan lain-lainnya.

Ketiga, perilaku hedonisme ( berhura-hura) yang ditumbuh-suburkan oleh kapitalisme telah menghipnotis manusia, termaksud remaja untuk berlomba menikmati kemewahan dan kesenangan duniawi semata. Terlena dan lupa dengan negeri akhirat. Sehingga tak perlu heran, jika hari ini banyak ditemukan semakin banyak generasi muda yang gemar mengumbar syahwat dan suka berfoya-foya. Sementara kegiatan yang bernuansa agama seperti rohis bagai jamur di padang pasir, sepi.

Keempat, kapitalisme menyuguhkan materi sebagai sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Tak pelak lagi, manusia terinspirasi untuk mengejar materi dimanapun mereka pergi. Begitu pula generasi yang dibesarkan dalam sistem kapitalis tentu juga berlomba mengejar materi. Standar terpuji tercela, halam haram, seolah tak mereka pedulikan lagi. Aplikasi seperti Tik Tok nyatanya telah menyulap remaja agar bisa terkenal dan banyak dapat tawaran pekerjaan plus fans fanatik yang rela merogeh rupiah dalam-dalam yang penting bisa bertemu sang idola.

Remaja dalam Islam : Berprestasi Gemilang

Sejatinya, remaja berprestasi adalah remaja yang mampu melejitkan segala potensi dirinya, lalu potensi itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Prestasi tidak diukur oleh metari atau ketenaran layaknya kapitalis sekuler, melainkan pahala dan keridhoan Allah swt. Remaja berprestasi bila berhasil mendidik dirinya dengan kecerdasan yang maksimal dan menghasilkan perilaku mulia dan beramal positif di tengah-tengah masyarakat.

Seperti pernah dicontohkan pada masa kejayaan peradaban Islam. Remaja-remaja digembleng sejak dini sebagai aset umat. Sejak awal sudah ditarget dan dicita-citakan untuk menjadi manusia yang berguna. Dimulai dengan pendidikan agama yang kuat, selanjutnya dididik untuk menjadi pribadi yang haus ilmu. Cinta pada Al-qur’an, getol mempelajarinya, mengamalkan dan kemudian megajarkan. Tujuannya bukan untuk mengeruk materi, melainkan semata-mata mengharap ridho Allah.

Sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara khilafah pada waktu itu, membakar ghirah remaja untuk terus menimba ilmu. Tak ayal, remaja pada saat itu selalu merasa “bersalah” jika mengisi waktunya dengan hal-hal yang tidak berguna.

Tak ada alunan musik yang menghanyutkan apalagi aplikasi merusak moral remaja seperti tik tok, selain dzikir lantunan ayat suci Al-qur’an. Tak ada tontonan tak berbobot, yang ada adalah berguru langsung pada teladan kehidupan, yakni para guru dan ulama. Orangtuapun memiliki peran besar dalam mengarahkan anaknya sejak dini agar bisa menjadi anak yang sholeh sholehah.

Sejarah Khilafah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak remaja yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Hebatnya, mereka tidak hanya sekedar menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.

Contohnya Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina. Dunia (Barat) lebih kenal dengan nama Avicena. Hidup antara 980-1037 M, ialah ilmuwan muslim dan filosof besar pada waktu itu, hingga kepadanya diberikan julukan Syeh Al-Rais. Istimewanya, umur 10 tahun sudah hafal Al-qur’an, usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu. Bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi dan Mineralogi. Wajar jika namanya harum sepanjang zaman.

Lalu imam Syafi’i, siapa yang tak mengenalnya saat ini? Lahir di Palestina tahun 767 M, ia sudah mahir membaca dan menulis Arab pada usia 5 tahun. Pada usia 9 tahun, telah hafidz Al-qur’an 30 juz. Pada usia 10 tahun, sudah menghafal banyak hadis. Bahkan, ia menjadi guru besar di Masjidil Haram, Mekah.

Sayangnya, remaja-remaja potensial sekeliber Ibnu Sina atau Imam Syafi’i mustahil kita dapatkan di zaman ini, jika sistem kapitalis sekuler masih bertengger dinegeri ini.

Semua itu hanya bisa diwujudkan jika remaja dididik dengan suasana keimanan sejak dari buaian. Suasana yang hanya akan terwujud jika kehidupan ini berada dalam naungan sistem Islam yang terterapkan seluruh aspek kehidupan. Karena mustahil melahirkan generasi tangguh dalam sistem sekuler-kapitalis yang nyata-nyata telah menghasilkan pemuda rusak seperti pada saat ini. Wallahu A’lam Bissawab

Oleh Fitriani S.Pd ( Pemerhati Remaja )

  • Bagikan