Rokok Penyumbang Kemiskinan di Sultra, Ini Alasannya

  • Bagikan
Kepala BPS Sultra, Muhammad Edy Mahmud (tengah). (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam mencatat Garis Kemiskinan (GK) fokus pada dua komponen yakni Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK.

Kepala BPS Sultra, Muhammad Edy Mahmud, mengatakan selama September 2018 sampai September 2019, GK naik sebesar 9,39 persen, yaitu dari Rp 316,729,- per kapita per bulan pada September 2018 menjadi Rp 346,466,- per kapita per bulan pada September 2019.

“Pada bulan September 2018, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,72 persen atau Rp 237,716,- dari total GK Rp 316,729, kemudian pada bulan September 2019 peranannya sedikit meningkat menjadi 75,01 persen atau Rp 259,888 dari total GK Rp 346,466,” ungkap Edy, Rabu (15/1/2020).

Komoditi makanan pada September 2019 memberikan sumbangan terbesar pada GK baik di perkotaan maupun di perdesaan yaitu masing-masing sebesar 71,68 persen di perkotaan dan 77,21 persen di perdesaan.

Untuk jenis sub komoditi makanan, secara garis besar baik di wilayah perkotaan dan perdesaan memiliki komposisi yang hampir sama, yaitu beras memberi sumbangan terbesar yakni 23,24 persen di perkotaan dan 24,64 persen di perdesaan.

“Kedua rokok memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK perkotaan dan perdesaan, yaitu masing-masing sebesar 10,01 persen dan 11,93 persen. Masih banyak masyarakat Sultra yang masih mengosumsi rokok padahal tercatat sebagai masyarakat yang berstatus miskin dan rokok dijadikan sebagai komodita utama kedua selain setelah beras,” jelas Edy, Rabu (15/1/2020).

Kemudian di urutan terbesar ketiga di perkotaan mie instan dan kue basah di perdesaan masing-masing sebesar 3,77 persen dan 3,37.

Selain itu, jenis sub komoditi bukan makanan yang memberikan pengaruh terbesar pada GK perdesaan adalah perumahan 9,46 persen; bensin 1,75 persen; pendidikan 1,30 persen; listrik 1,16 persen; perlengkapan mandi 0,92 persen; kayu bakar 0,82 persen dan pakaian jadi anak-anak 0,73 persen.

Edy menambahka persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

“Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan program penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan,” tutupnya

Laporan: Wa Rifin
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan