RUU “Bela Negara” Disosialisasikan di Kendari

  • Bagikan
Pengamat Pertahanan RI yang juga perumus RUU PSDN untuk Pertahanan Nasional, Dr. Nugraha (Foto: Didul Interisti/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara disosialisasikan kepada perwakilan PNS, BUMN, TNI, dan Polri lingkup Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Hal ini dimaksudkan agar RUU “Bela Negara” terus mendapatkan dukungan positif masyarakat, sehingga diterima oleh pemerintah dan DPR RI.

Dikatakan Dr. Nugraha yang merupakan salah satu perumus, RUU ini sebelumnya sudah terkatung-katung selama lima belas tahun. Belum ada kejelasan apakah akan disahkan menjadi undang-undang atau dihapuskan oleh pemerintah maupun DPR.

“Barangkali oleh pemerintahan sebelumnya (RUU) ini dianggap belum menjadi sesuatu yang prioritas untuk dijadikan UU,” jelasnya kepada SultraKini.Com, Rabu (30/8/2017) di aula Pola Kantor Wali Kota Kendari.

Padahal menurut akademisi Universitas Indonesia ini, respon masyarakat dari berbagai kalangan sangat mendukung RUU tersebut dijadikan undang-undang. Ia mengungkapkan jika berbagai profesi dan latar belakang yang mengikuti sosialisasi ini setuju dengan konsep “Bela Negara”.

“Dari hasil kuesioner yang diberikan ke setiap peserta saat sosialisasi di atas 70 persen menerima RUU ini, paling rendah 78 persen. Bahkan dari kalangan perempuan pun, persentasenya tinggi yang setuju agar RUU ini menjadi undang-undang,” jelasnya.

Ia mengaku sosialisasi RUU ini masif dilakukan sejak pemerintahan Jokowi menggulirkan kembali RUU ini. Mulai dari tingkat provinsi sampai kabupaten dan kota telah disasar untuk sosialisasi ini. 

“Kita juga sudah ketemu dengan kelompok akademisi baik dosen maupun mahasiswa, NGO, dan OKP di berbagai daerah dan mereka juga setuju RUU ini dijadikan undang-undang,” akunya.

Dalam RUU ini, warga negara yang berumur antara 18 sampai 35 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar militer. Mereka yang dinyatakan lulus tes sesuai standar militer, masing-masing selama tiga bulan di dua tahun pertama akan mendapatkan pelatihan dasar militer.

Mereka yang telah ikut dalam program ini akan masuk sebagai komponen cadangan (pasukan cadangan) yang mesti siap dimobilisasi kapan saja ketika negara kekurangan pasukan (TNI). Mereka baru terbebas dari kewajiban menjadi komponen cadangan di atas umur 47 tahun.

“Untuk mendukung penggunaan komponen cadangan ini maka didukung dengan UU Mobilisasi dan Demobilisasi. Ini dimaksudkan agar penggunaan dan kontrolnya jelas, jangan sampai disalahgunakan dan menjadi abuse of power,” jelas Nugraha.

Sementara menurut data dari Kementerian Pertahanan berdasarkan pemaparan Kasi Evlap Ditkomcad, Letkol Adm. Sulistyana saat sosialisasi, jumlah pasukan Indonesia saat ini 420 ribu personil dan tanpa pasukan cadangan.

“Dengan luasnya wilayah Indonesia dan ancaman yang semakin kompleks di era globalisasi saat ini baik militer mau pun nonmiliter maka memang diperlukan komponen cadangan,” jelasnya.

Laporan: Didul Interisti

  • Bagikan