SULTRAKINI.COM: SEMARANG – Perayaan 611 tahun Laksamana Cheng Ho di Klenteng Sam Poo Kong Gedung Batu dan Tay Kak Sie Gang Pinggir, Semarang semakin heboh. Publik pun antusias, ribuan orang pagi-pagi, 31 Juli 2016 sudah arak-arakan sepanjang 6 kilometer. Mereka mengenakan baju-baju oriental, wajah dicoreng-moreng, sejak pukul 02.00 WIB mereka sudah persiapan untuk aneka kostum itu. Semua unsur masyarakat pun ikut meramaikan peristiwa budaya dan sejarah yang setiap tahun diperingati dan menjadi agenda tetap di Kota Lumpia itu.
Prosesi arak-arakan sendiri berlangsung meriah, menghibur dan tidak meninggalkan kesan ritualnya. Sabtu, 30 Juli 2016 acara difokuskan di Sam Poo Kong, dari pentas seni, budaya, bazar, sampai pesta kembang api pukul 00.00 WIB. Ribuan orang berjubel, dating dan pergi di halaman besar Sam Poo Kong itu. Di Tay Kek Sie yang sempit di Gang Lombok, juga ada doa dan pentas seni dari pukul 07.00 sd 00.00 WIB.
Sedangkan Minggu pagi, 31 Juli 2016, prosesi arak-arakan berlangsung ramai. Mereka berjalan kaki sejak pukul 05.00 WIB dari Klentheng Tay Kak Sie Gg. Lombok – Gg. Warung – Jl. Kranggan Timur – Jl. Kranggan Barat – Jl. Depok – Jl. Pemuda – Tugu Muda – Jl. MGR Sugijopranoto – Taman Madukoro – Jl. Bojongsalaman – Jl. Simongan – Klentheng Sam Poo Kong. Sorenya, pulang naek mobil Pukul 13.00 WIB dari Klentheng Sam Poo Kong – Jl. Simongan – Jl. Bojongsalaman – Taman Madukoro – Jl. Indraprasta – Jl. Piere Tendean – Jl. Pemuda – Jl. Gajahmada – Jl. Kranggan Barat – Jl. Kranggan Timur.
Lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki dari Jl. Beteng – Jl. Wotgandul Barat – Jl. lnspeksi – Jl. Sebandaran I – Jl. Wotgandul Timur – Gg. Baru – Gg. Cilik – Gg. Gambiran – Gg. Pinggir – Klentheng Tay Kak Sie. “Tradisi ini sudah lama, dari tahun ke tahun, dan masyarakat mengapresiasi dengan baik,” kata Harry Untoro Drajad, Staf Ahli Bidang Multikultural Kementerian Pariwisata RI yang ikut dalam proses itu.
Ketika cumminity sudah antusias, lanjut Harry Untoro, event rutin terjadwal setiap tahun, ada improvement, selalu ada perkembangan yang baru, maka itu sudah layak menjadi atraksi budaya yang bisa dipromosikan ke mancanegara. Tentu, harus dikoneksi dengan industry pariwisata, seperti airlines, hotel dan akomodasi, restoran – café, transport local, guide atau pramu wisata, atraksi destinasi yang lain, yang juga harus dibangun agar bisa dieksplorasi lebih dalam.
Kalau istilah Menpar Arief Yahya, perayaan itu sendiri sudah memiliki cultural value yang tinggi. Sudah menggelinding kuat dan terus menjadi agenda tahunan yang berkembang. Tinggal memikirkan bagaimana commercial value atau financial value-nya bertambah dan memberi dampak ekonomi kepada industri dan public. “Kami sudah menjual paket tur Cheng Ho. Paket-paket wisata bahari dengan Yacht atau Cruise yang mengunjungi tompat-tempat yang pernah disinggahi Admiral Cheng Ho, start dari Bali, Batam, dan Jakarta,” jelas Harry Untoro.
Ada Paket Kluster Nusantara (9-12 Hari), dari Denpasar – Surabaya – Semarang – Cirebon – Jakarta – Bangka Belitung – Palembang – Batam – Banda Aceh – Batam/Jakarta. Lalu dilanjutkan dengan heritage city tour per kota destinasinya. Ada juga paket Kluster Sumatera (6-8 Hari), dari Batam – Bangka Belitung – Palembang – Banda Aceh – Batam/Jakarta. Dilanjut city tour di masing-masing destinasi.
Ada paket Kluster Jawa-Bali, sekitar 6-8 hari, dari Denpasar-Surabaya-Semarang-Cirebon-Jakarta. Dan Paket Klaster Jawa-Bali, dari Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya dan berakhir di Denpasar.
Apakah sudah ada dampaknya? “Ya, paket ini belum lama diluncurkan, tetapi sudah mulai ada peminatnya, dan naik dari tahun sebelumnya. Kita jangan melihat performancy saja, lihat juga proyeksi-nya. Ketika Jalur Cheng Ho ini jadi, destinasinya dibangun bagus, maka potensinya menjadi besar,” ungkap Harry Untoro yang didampingi Asdep Pengembangan Destinasi Wisata Budaya, Lokot Enda.
Lokot juga masih melihat banyak aspek yang harus dikembangkan secara bersama-sama. Peran Government (G) (Pemda Kota Semarang, dan Pemprov Jawa Tengah), untuk mengembangkan destinasi lain yang terintegrasi. Libatkan media (M) lokal agar memiliki proximity yang kuat, serta media asing agar dipopulerkan jauh hari sebelumnya di Negeri Tiongkok. Peran Community (C) juga lebih bisa diberdayakan, agar mereka juga bisa mendapatkan benefit. “Tinggal libatkan Akademisi (A) dan pelaku industry atau business (B). Maka segilima pentahelix akan mempercepat pengembangan destinasi budaya berbasis Cheng Ho,” ungkap Lokot.
Menteri Pariwisata Arief Yahya yang perayaan Laksamana Cheng Ho tahun 2015 lalu hadir dan mengenakan kostum kebasaran itu membenarkan statemen Staf Ahlinya itu. “Promosikan dengan baik, jalur Cheng Ho itu untuk originasi Tiongkok, atau pasar China. Ini penting sekali, orang Asia itu, ketika disetuh dengan kebudayaan dan sejarah masa lalu, hatinya bisa runtuh berkeping-keping. Mereka bisa jatuh cinta karena sejarah nenek moyang mereka,” kata Arief Yahya.
Selain itu, Menpar Arief Yahya juga sudah tiga kali bertemu dengan Mr. Li Jinzao, Chairman of CNTA – China National Tourism Administration, dua kali di Beijing dan sekali Xi’an. Menpar-nya Tiongkok itu setuju untuk mengembangkan silk road untuk jalur tenggara, melewati Laut China Selatan, yang dinamai Jalur Cheng Ho. “Saat ini turis Tiongkok sudah mulai berdatangan, dan favourite-nya Bali dan Batam-Bintan. Jadi paket kluter Cheng Ho itu cocok, berawal dari Bali, berakhir di Batam-Bintan, melewati jalur utara Jawa, mampir satu kota ke kota yang lain,” ujar Arief Yahya.
(Kemepar RI)