Seberapa Bahaya Aktivitas Matahari di Indonesia?

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: BRIN.GO.ID)

SULTRAKINI.COM: Berbagai aktivitas matahari telah banyak terjadi di masa lalu dan sampai hari ini. Indonesia sendiri dinilai berisiko rendah terdampak aktivitas matahari tersebut. Meski begitu perlu juga memahami proses dan dampak berbagai aktivitas matahari dan mengantisipasi dampak negatifnya.

Dilansir dari akun IG lapan_ri (13 Agustus 2022), keadaan lingkungan antariksa sama halnya dengan cuaca di bumi dikarenakan cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas matahari.

Aktivitas matahari secara langsung mengubah kerapatan dan tekanan plasma di medium antarplanet dan ionosfer, serta meningkatkan tekanan magnetik pada magnetosfer bumi. Akibatnya, berbagai sinyal gelombang elektromagnetik yang biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluan komunikasi dan navigasi dapat terganggu saat terjadi aktivitas matahari yang ekstrem.

Di Indonesia dampak yang didapat tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi, seperti di sekitar kutub bumi. Sebab letak Indonesia berada di khatulistiwa.

“Tidak berarti Indonesia bebas dari dampak badai matahari. Cuaca antariksa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit,” jelas Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Johan Muhammad di akun Lapan, Selasa (12 Agustus 2022).

Istilah kiamat badai matahari

Saat terjadi badai matahari, kita kerap merasa khawatir berlebihan dan hoaks yang bertebaran kerap mengaitkan ini dengan kiamat. Menanggapi istilah kiamat badai matahari, Johan menyebutnya sebagai istilah yang keliru dan perlu diluruskan.

“Tidak ada istilah seperti itu di kalangan masyarakat ilmiah. Kita hidup lama berdampingan dengan cuaca antariksa. Aktivitas matahari rutin terjadi. Yang perlu kita pahami bagaimana prosesnya dan memitigasi dampak negatifnya semampu kita,” terangnya.

Johan melanjutkan, BRIN juga memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah terpengaruh hoaks yang berkaitan dengan badai matahari.

Matahari memiliki siklus sekitar 11 tahun sekali. Siklus ini sifatnya tidak selalu sama di setiap saat. Terkadang matahari sangat aktif melepaskan energi eksplosif, sementara di periode lainnya bersikap sangat tenang.

Siklus 11 tahunan ini dikenal lama oleh manusia. Setidaknya, keberadaan siklus matahari terdokumentasikan dengan baik sejak abad 18.

Saat ini, kita sedang berada di awal siklus ke-25 yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2024-2025. Saat itu aktivitas matahari diperkirakan meningkat dengan frekuensi kejadian flare dan lontaran massa korona kemungkinan akan bertambah. (C)

Laporan: Wa Ode Rezki Nurdianti
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan