Sejarah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

  • Bagikan
Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Foto: dok. cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

SULTRAKINI.COM: Teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) merupakan salah satu bukti sejarah bahwa negara Indonesia telah merdeka. Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah hasil ketikan naskah tulisan tangan Soekarno yang disetujui peserta sidang perumusan proklamasi atas usul Soekarni.

Sebelum pembacaan teks proklamasi dilakukan, banyak peristiwa yang telah terjadi mulai dari perumusan naskah, penentuan tempat hingga peristiwa penting lainnya. Salah satunya yakni dijatuhkannya bom di kota Hiroshima pada 6 dan 9 Agustus 1945 di kota Nagasaki. Semua bom tersebut dijatuhkan Amerika dengan tujuan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat. Pada momen kekosongan kekuasaan tersebut Indonesia menganggap ini kesempatan untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Kemerdekaan yang diraih para pejuang tidaklah mudah oleh karena itu sebagai generasi yang menikmati kebebasan, penting untuk mengetahui sejarah proklamasi sebagai bentuk penghormatan atas jasa para pahlawan.

Saat ini menjadi waktu yang tepat untuk membahas sejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sebab pada 17 Agustus 2022 Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77. Berikut sejarah singkat proklamasi kemerdekaan Indonesia dilansir dari berbagai sumber, Selasa 16 Agustus 2022:

Sejarah proklamasi kemerdekaan RI cukup panjang. Namun, sejarah proklamasi ini terbagi dalam tiga bagian penting.

  1. Pertemuan di Dalat antara tiga tokoh nasional dan Jenderal Terauchi

Setelah Jepang semakin terpojok karena dua kota terbesarnya sudah di bom oleh Amerika Serikat dan pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu.

Dua hari sebelum Jepang menyerah kepada sekutu atau tepatnya 12 Agustus 1945, tiga tokoh nasional seperti Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta memenuhi undangan dari Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi merupakan panglima tentara besar Jepang di Asia Tenggara.

Pada pertemuan yang terjadi di Dalat, Jenderal Terauchi mengatakan pemerintah Jepang memutuskan untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Untuk melaksanakan kemerdekaan maka dibentuk Panitia Persatuan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pelaksanaan kemerdekaan secepat mungkin akan dilaksanakan setelah semua persiapan selesai dilakukan dan secara berangsur-angsur dari Pulau Jawa kemudian disusul pulau-pulau lainnya. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.

Pertemuan yang terjadi di Dalat seharusnya menjadi sebuah momentum atau kesempatan Indonesia untuk merdeka. Namun, pada pertemuan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara tokoh golongan tua dan golongan muda. Hingga pada akhirnya perdebatan yang terjadi mendapatkan titik temu.

  1. Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta setelah semua urusan di Dalat selesai. Meskipun Soekarno dan Mohammad Hatta diantar oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda untuk menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda.

Sebagai salah satu sosok tokoh kemerdekaan, Mohammad Hatta telah banyak membuat karya bagi bangsa Indonesia yang dirangkum dalam buku Karya Lengkap Bung Hatta Buku 2 Kemerdekaan Dan Demokrasi.

Namun, Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto tidak ingin menerima Soekarno dan Mohammad Hatta dan segera memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala departemen urusan umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan rombongan itu.

Ketika menerima pertemuan dengan rombongan itu, Nishimura mengungkapkan bahwa sejak siang pada 16 Agustus 1945 telah menerima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo sehingga tidak bisa memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Padahal saat bertemu Marsekal Terauchi di Dalat, ia sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia sehingga Soekarno dan Hatta merasa kecewa. Pada akhirnya, Soekarno dan Hatta meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja PPKI.

Setelah pulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda yang diiringi oleh Miyoshi untuk melakukan rapat mempersiapkan teks proklamasi. Penyusunan teks proklamasi dilakukan oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh Sukarni, B.M. Diah Sudiro (Mbah), dan Sayuti Melik.

Pada saat merancang teks proklamasi, tiba-tiba Shigetada Nishijima seolah-olah mencampuri penyusunan teks proklamasi dengan memberikan saran agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.

Berkaitan dengan pendapat Nishijima, Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, B. M. Diah, Sukarni, Sudiro, dan Sayuti Melik mereka semua tidak setuju dengan pendapat Nishijima, tetapi di beberapa kalangan pendapa Nishijima masih diagungkan.

Setelah semua konsep telah disepakati, maka Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah dimesin ketik milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman.

Pada awalnya, pembacaan Proklamasi akan dilaksanakan di lapangan Ikada, tetapi karena alasan keamanan kemudian pelaksanaan pembacaan proklamasi dipindahkan ke kediaman presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56.

  1. Peristiwa Rengasdengklok

Pada awalnya peristiwa pemboman kota Hirosima dan Nagasaki disembunyikan agar tidak ada yang ketahui, tetapi akhirnya peristiwa tersebut terdengar sampai ke telinga para pemuda lewat siaran radio BBC di Bandung sehingga membuat mereka segera bergerak dan meminta proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dikumandangkan.

Para pemuda tersebut di bawah pimpinan Chaerul Saleh melakukan rapat dan menghasilkan beberapa keputusan, yaitu kemerdekaan adalah hak rakyat Indonesia, pemutusan hubungan dengan Jepang, dan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta diharapkan untuk segera membacakan proklamasi kemerdekaan.

Setelah mendapatkan keputusan dari rapat yang diadakan, kemudian para pemuda tersebut mengirim utusan (Wikana dan Darwis) agar segera bertemu dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta untuk menyampaikan hasil rapat tersebut dan meminta Proklamasi Kemerdekaan segera dilaksanakan pada 16 Agustus 1945.

Dengan alasan Jepang masih bersenjata lengkap dan memiliki tugas menjaga status quo maka gagasan para pemuda tersebut ditolak oleh golongan tua sehingga terjadi perbedaan pendapat.

Wikana dan Darwis menyampaikan hasil laporan dari pembicaraan dengan Soekarno dan Mohammad Hatta kepada para pemuda yang sudah berkumpul di Asrama Menteng 31. Para pemuda yang berkumpul terdiri dari Chaerul Saleh, Yusuf Kunto, Surachmat, Johan Nur, Singgih, Mandani, Sutrisno, Sampun, Subadio, Kusnandar, Abdurrahman, dan Dr. Muwardi.

Para pemuda tersebut merasa kecewa setelah mendengar hasil laporan tersebut sehingga membuat suasana rapat menjadi panas. Kemudian para pemuda membuat gagasan untuk mengamankan Soekarno dan Hatta untuk dengan cara keluar kota yang jauh dan menyerahkan tugas ini kepada Syudanco Singgih dan kawan-kawan dari peta Jakarta.

Sukarni dan Yusuf Kunto mendampingi Syudanco Singgih dalam menjalankan tugasnya. Menurut Singgih, Rengasdengklok merupakan tempat yang tepat dan aman untuk Soekarno dan Hatta. Pada 16 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa ke Rengasdengklok. Saat di Rengasdengklok, para pemuda berusaha dengan keras supaya Soekarno dan Mohammad Hatta segera melaksanakan proklamasi kemerdekaan.

Awalnya, Soekarno dan Mohammad Hatta tidak ingin melakukan proklamasi kemerdekaan. Namun, setelah melakukan perundingan dengan kelompok pemuda dan Ahmad Subardjo. Akhirnya, Soekarno dan Mohammad Hatta akan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Setelah selesai memproklamasikan kemerdekaan, sore harinya Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta bersama Ahmad Subardjo dan Sudiro.

PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17-8-1945

Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta.

Laporan: Sela
Editor: Feni Sul Fianah

  • Bagikan