Selangkah Lagi, Ahuawatu di Konawe Bakal Jadi Desa Antikorupsi

  • Bagikan
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: KONAWE – Desa Ahuawatu, Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara selangkah lagi bakal menjadi desa percontohan antikorupsi di Provinsi Sulawesi Tenggara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di Provinsi Sultra terdapat tiga desa masuk kategori desa antikorupsi, dua desa di Kabupaten Konawe Selatan dan satu desa di Kabupaten Konawe. Ketiganya kemudian dilakukan penilian dan monitoring oleh KPK pada 30 Januari sampai 4 Maret 2023, hingga akhirnya Desa Ahuawatu menjadi satu-satunya di wilayah setempat yang masuk tahap berikutnya bersama total 81 desa dari 22 provinsi se-Indonesia.

Hasil observasi dan evaluasi, KPK menetapkan Desa Ahuawatu masuk nominasi sebagai salah satu kandidat percontohan desa antikorupsi pada Jumat, 14 April 2023. Selanjutnya akan mengikuti bimbingan teknis oleh KPK RI beserta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Hal itu berdasarkan surat pemberitahuan hasil observasi desa antikorupsi 2023 Nomor B/1746/DKM.01.02/80-84/04/2023, dalam rangka pembentukan percontohan desa antikorupsi.

Kepala Desa Ahuawatu, Adi Hariyono sangat bersyukur desanya mewakili Provinsi Sultra di ajang tersebut.

“Kami sangat bangga bisa mewakili Sulawesi Tenggara untuk melakukan bimbingan teknis yang digelar oleh KPK RI dan Kemendes PDTT,” ucapnya.

Sebelumnya Sekretaris Kabupaten Konawe, Ferdinand Sapan menyakini dibandingkan dengan beberapa desa lain di Sultra yang masuk nominasi, dari hasil monitoring Bidang Pencegahan KPK nampak Desa Ahuawatu cukup bagus untuk dijadikan sebagai desa terbaik.

“Kalau hasil monitoring KPK-kita baguslah, tinggal bagaimana memberikan lagi semangat kepada pemerintah atau aparat desanya untuk hasil terbaik,” ujarnya, Jumat (10 Maret 2023).

Sekda menjelaskan, dipilihnya Desa Ahuawatu sebagai salah satu kandidat desa antikorupsi oleh KPK RI itu tidak diketahui oleh pemda setempat.

“Pemda tidak pernah mengusulkan ke pemerintah pusat dalam hal ini kementerian terkait. Kita tidak tahu Desa Ahuawatu bagian dari desa yang diusul,” tambajnya.

Diketahui, KPK menetapkan Desa Ahuawatu berdasarkan hasil evaluasi dari observasi terhadap implementasi la indikator dan 18 sub-indikator budaya antikorupsi, yaitu:

  1. Penataan tatalaksana indikator penilaian KPK, yaitu:
  • Ada/tidaknya perdes/keputusan kepala desa/ SOP tentang perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBDes.
  • Ada/tidaknya perdes/keputusan kepala Desa/SOP mengenai mekanisme Pengawasan dan evaluasi kinerja perangkat desa.
  • Ada/tidaknya perdes/keputusan kepala desa/SOP tentang pengendalian. penerimaan gratifikasi, suap, dan konflik kepentingan.
  • Ada/tidaknya perjanjian kerja sama antara pelaksana kegiatan anggaran dengan pihak penyedia dan melalui proses pengadaan barang/jasa di desa.
  • Ada/tidaknya perdes/keputusan kepala desa/SOP tentang pakta integritas dan sejenisnya.

2. Penguatan pengawasan indikator penilaian KPK, meliputi:

  • Ada/tidaknya kegiatan pengawasan dan evaluasi kinerja perangkat desa.
  • Ada/tidaknya tindak lanjut hasil pembinaan, petunjuk, arahan, pengawasan dan pemeriksaan dari pemerintah pusat/daerah.
  • Tidak adanya aparatur desa dalam 3 tahun terakhir yang terjerat tindak pidana korupsi.

3. Penguatan kualitas pelayanan publik dengan indikator penilaiannya, yakni:

  • Ada/tidaknya layanan pengaduan bagi masyarakat.
  • Ada/tidaknya survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah desa.
  • Ada/tidak keterbukaan dan akses masyarakat desa terhadap informasi standar pelayanan minimal (kesehatan, pendidikan, sosial, lingkungan, tramtibumlinmas, pekerjaan umum), pembangunan, kependudukan, keuangan, dan pelayanan lainnya.
  • Ada/tidaknya media informasi tentang ABPDes di balai desa dan atau tempat lain yang mudah diakses oleh masyarakat, dan
  • Ada/tidaknya maklumat pelayanan.

4. Penguatan partisipasi masyarakat dengan indikator penilaian KPK, berupa:

  • Ada/tidaknya partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan RKP desa.
  • Ada/tidaknya kesadaran masyarakat dalam mencegah terjadinya praktik gratifikasi, suap, dan konflik kepentingan, dan
  • Ada/tidaknya keterlibatan lembaga kemasyarakatan desa dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa.

5. Kearifan Lokal dengan indikator penilaian KPK, yaitu ada/tidaknya budaya lokal/hukum adat yang mendorong upaya pencegahan tindak pidana korupsi dan ada/tidaknya tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan kaum perempuan yang mendorong upaya pencegahan tindak pidana korupsi.

Laporan: Hasrul Tamrin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan