Smelter Feronikel Senilai Rp 14,5 Triliun Dibangun di Kolaka

  • Bagikan
Groundbreaking smelter feronikel PT CNI di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sultra, Sabtu (15/6/2019). (Foto: Istimewa)
Groundbreaking smelter feronikel PT CNI di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sultra, Sabtu (15/6/2019). (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM: KOLAKA – PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) membangun fasilitas pemurnian atau smelter feronikel menggunakan teknologi rotary kiln electric furnace di Desa Samaenre, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Pembangunan ini disambut positif sejumlah pihak, salah satunya KNPI Kolaka.

Peletakkan batu pertama pembangunan smelter PT CNI dihadiri Direktur Utama PT CNI Derian Sakmiwata, Wakil ESDM Arcandra Tahar bersama Menpan RB Syafruddin, Gubernur Sultra, Ali Mazi, Bupati Kolaka Ahmad Syafei, sejumlah masyarakat setempat, serta undangan lainnya pada Sabtu, 15 Juni 2019.

Smelter PT CNI dikabarkan dapat mengolah nikel berkapasitas input biji ore 5 juta ton dan output dalam bentuk feronikel 230.000 ton dengan kadar nikel 22 persen-24 persen per tahunnya. Smelter yang dibangun mengadopsi teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF).

DPD KNPI Kolaka sebagai organisasi pemuda yang turut hadir sebagai undangan melalui Ketua DPD KNPI Kolaka Asrul Syarifuddin, mengapresiasi pembangunan smelter tersebut. Hal itu dianggapnya bentuk keseriusan PT CNI dalam merealisasikan janjinya untuk membangun smelter di Kecamatan Wolo.

Hadirnya smelter di Wolo dinilai Asrul, membawa dampak positif bagi Kabupaten Kolaka, khususnya masyarakat Wolo. Misalnya, menyerap tenaga kerja lokal dan program pemberdayaan masyarakat setempat.

“Tentunya mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Kolaka dan dapat meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kolaka,” ujarnya, Minggu (16/6/2019).

Di satu sisi kata dia, pembangunan smelter di Kolaka turut mendukung program pemerintah pusat dalam mendorong hirilisasi industri guna meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri.

“Kita tidak lagi ekspor bahan baku mentah yang kemudian perlahan beralih ke ekspor bahan setengah jadi atau bahan jadi, dengan begitu dapat meningkatkan penerimaan devisa ekspor dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah maupun negara,” tambahnya.

Menurut Wakil ESDM Arcandra Tahar, pembangunan smelter tersebut implementasi kebijakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pembangunan smelter ini, lanjutnya menjadi komitmen pemerintah mendorong pelaku usaha pertambangan dalam mendukung percepatan hilirisasi di sektor pertambangan. selain itu, bisa menghasilkan nilai tambah lebih besar dari sekadar menjual raw material.

Di satu sisi lanjut Arcandra, sumber daya alam memegang peran penting dalam mendorong pembangunan nasional. Meski begitu, prinsip pemanfaatannya tetap berpedoman pada Pasal 33 UUD 1945, yakni dikuasai oleh negara dan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Interpretasi dari dikuasai oleh negara bahwa kekayaan alam dikelola oleh putra-puteri terbaik Indonesia, menggunakan teknologi yang dikembangkan bangsa Indonesia, pendanaan bersumber dari kemampuan dalam negeri, dan hasil pengelolaan dioptimalkan untuk kebutuhan di dalam negeri. Tujuannya, sumber daya alam Indonesia bisa dikelola di dalam negeri.

“Yang kita usahakan ini untuk menutup gap dari cita-cita ideal dengan realitas yang ada, sehingga kebermanfaatan dari sumber daya alam kita bisa lebih kita tingkatkan,” ucap Arcandra.

Fasilitas pemurnian nikel ini menggunakan teknologi rotary kiln electric furnace yang terdiri dari empat tanur listrik jenis rectangular. Teknologi ini disebut-sebut pertama di Indonesia, dimana masing-masing berkapasitas 72 MVA dengan total investasi sebesar Rp 14.5 triliun.

Direktur Utama PT CNI, Derian Sakmiwata, mengatakan pelaksanaan proyek tersebut menggandeng PT PP (Persero) untuk pembangunan gedung pabrik peleburan feronikel serta infrastruktur pendukung, salah satu BUMN asal China bernama ENFI untuk rancangan rekayasa serta pemasangan peralatan utama pabrik peleburan feronikel.

“Ini merupakan kerja sama pembangunan proyek smelter-pertama di Indonesia antara perusahaan nasional, BUMN Indonesia, dan BUMN China. Sedangkan kebutuhan listrik sebesar 350 MW untuk menunjang smelter yang akan dibangun dipasok oleh PT PLN (Persero),” jelas Derian.

Derian mengaku, perusahaannya juga mendukung program pemerintah dalam pengembangan mobil listrik dengan menyelesaikan studi kelayakan untuk membangun proyek hidrometalurgi dengan investasi 973 juta dollar Amerika Serikat atau setara 13 triliun Rupiah untuk menghasilkan kobalt, komponen utama baterei mobil listrik.

Smelter PT CNI yang ditargetkan beroperasi pada akhir tahun 2021 itu, mengoperasikan tambang nikel berdasarkan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) diterbitkan pada 2012.

Dikatakan Derian, pihak perusahan mempekerjakan sekitar 1.400 karyawan yang mayoritas direktur dari Kabupaten Kolaka.

Pada 2018, PT CNI membayar pajak dan non-pajak sebesar Rp 149 miliar dan membelanjakan Rp 10 miliar untuk program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Ditambahkan Derian, proyek pembangunan smelter ini merupakan ikhtiar perusahaan dalam memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa dan rakyat Indonesia, terutama membantu pemerintah meningkatkan pembangunan ekonomi dan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Gubernur Sultra, Ali Mazi juga mengapresiasi pemancangan tiang pertama pembangunan smelter PT CNI di Kecamatan Wolo. Menurut Ali Mazi, hal tersebut bagian dari implemetasi UU Nomor 4 Tahun 2009.

“Pembangunan smelter ini =dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal, khususnya warga yang berada di wilayah sekitar daerah pertambangan, positif bagi perkembangan perekonomian masyarakat,” ucapnya.

Laporan: Zulfikar
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan