Soal Terima Suap, Kuasa Hukum Agus Feisal: Itu Hanya Asumsi Tony

  • Bagikan
Tim Kuasa Hukum Agus Feisal Hidayat. (Foto: Istimewa).
Tim Kuasa Hukum Agus Feisal Hidayat. (Foto: Istimewa).

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Abdullah Modi, SH selaku kuasa hukum Bupati Buton Selatan nonaktif, Agus Feisal Hidayat, mengaku kasus suap oleh Tony Kongres alias Acuchu atas sejumlah proyek di Pemerintah Daerah Busel yang diduga diterima kliennya hanya didasari asumsi yang bersangkutan.

Menurut Abdullah, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya, lebih mengarah kepada kesaksian Acuchu yang berubah-ubah dalam persidangan.

“Jadi saat di persidangan JPU KPK selalu mengarahkan saksi Tony Kongres bahwa uang masing-masing senilai Rp 400 juta dan Rp 200 juta adalah uang suap yang diterima Agus Feisal Hidayat,” ujarnya kepada SultraKini.com, Jumat (8/2/2019).

“Padahal uang Rp 400 juta dan Rp 200 juta itu merupakan uang pinjaman dari Tony Kongres bukan fee proyek. Uang Rp 400 juta untuk kebutuhan pribadi terdakwa dan uang Rp 200 juta untuk biaya survei ayahnya, yaitu Syafei Kahar yang maju sebagai calon wakil gubernur di Pilgub 2018,” tambahnya.

Abdullah Modi mengaku terkejut saat mendengar pernyataan Tony Kongres yang tiba-tiba berubah sebelum dan sesudah jeda sidang.

“Saat Tony memberikan keterangan dalam sidang 14 November 2018 lalu, dia mengatakan bahwa uang Rp 400 juta dan Rp 200 juta itu merupakan utang, namun ketika sidang break sekitar 15 menit, dan dilanjutkan kembali, tiba-tiba Tony Kongres mencabut keterangannya bahwa uang itu bukan utang tapi fee proyek,” ucapnya.

“Kami tim pengacara tidak habis pikir kenapa Tony Kongres memberikan keterangan yang berubah-ubah,” ucapnya.

Hal itu pun berbeda dengan pernyataan Simon Liong dan Irwan Kongres saat di persidangan. Keduanya menyebutkan uang senilai Rp 400 juta dan Rp 200 juta merupakan utang atau pinjaman Agus Feisal Hidayat bukan fee proyek.

Soal dugaan suap yang diarahkan kepada Agus Feisal Hidayat, tim kuasa hukum menilai JPU berupaya mengarahkan ada indikasi Agus Feisal Hidayat berperan utama dalam ploting proyek, di antaranya yang mendapat jatah proyek, yaitu Tony Kongres dan Simon Liong.

“Menurut kami kuasa hukum, JPU KPK mengesampingkan fakta persidangan. Padahal kan Tony Kongres dan Simon Liong mendapatkan proyek melalui proses lelang elektronik terbuka untuk umum. Dan kami kuasa hukum Agus Feisal Hidayat telah memohon kepada yang mulia Ketua Majelis Hakim, Khusnul Khotimah saat sidang pledoi agar klien kami dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tidak melakukan tindak pidana korupsi, membebaskan terdakwa dari dakwaan primer dan susidair serta memulihkan hak-hak terdakwa,” lanjutnya.

Agus Feisal Hidayat sebelumnya dituntut JPU KPK RI 10 tahun penjara dan dibebankan uang pengganti sebanyak Rp 700 juta di Pengadilan Tipikor Kendari, Rabu (9/1/2019).

Kasus yang menjerat terdakwa bermula ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap sembilan orang, termasuk Agus Feisal Hidayat dan Direktur PT Barokah Batauga Mandiri (BBM), Tony Kongres pada 23 Mei 2018.

Dalam operasi itu, tim KPK berhasil mengamankan Rp 409 juta yang diduga untuk proyek pengerjaan rumah jabatan (Rujab) Wakil Bupati Busel tahap III dengan total anggaran Rp 3 miliar yang dikerjakan oleh PT Barokah Batauga Mandiri.

Laporan: Ifal Chandra
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan