Soal THR, DPRD dan Pemda Konut Ancam Tutup PT SPL

Anggota DPRD Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rasmin Kamil. (foto : Arifin Lapotende / SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM : KONUT – Sikap perusahaan kelapa sawit PT Sultra Prima Lestari (SPL) yang memberikan tunjangan hari raya (THR) berupa bingkisan kepada sebagaian karyawannya membuat anggota DPRD Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Rasmin Kamil naik pitam.

Menurut Rasmin, sikap PT SPL tersebut menandakan ketidak patutan perusahaan kepada pemerintah dan keputusan pemerintah. Pasalnya, dalam peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi nomor 6 tahun 2016 pembayaran THR harus dilakukan dalam bentuk satu bulan gaji karyawan.

“Saya selaku komisi yang membidanginya akan memanggil perusahaan mempertanyakan masalah ini,” kata Rasmin Kamil, Kamis (30/6/2016).

Politis PKB itu bahkan mendesak pemerintah daerah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat untuk mengambil langkah penanganan pelanggaran tersebut. Sehingga apa yang dilakukan oleh PT SPL tidak dilakukan oleh perusahaan lainnya.

Bahkan dirinya secara tegas akan melakukan pertemuan dengan pihak karyawan PT SPL, Dinas Nakertrans  dan Transmigrasi bersama pimpinan perusahaan membicarakan permasalahan tersebut.

“Kalau mereka terbukti melanggar prosedur pembayaran THR, mengapa tidak kami rekomendasikan pemberhentian aktivitas,” ancamnya.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi Konut, Iswahyudin. Ia pun menganggap pembayaran THR oleh PT SPL melanggar Permenaker nomor 6 tahun 2016.

Kata Iswahyudin, dalam permen tersebut telah jelas dikatakan pembayarn THR dilakukan tanpa membedakan status karyawan. Baik karyawan harian lepas (KHL) maupun karyawan tetap. “Tidak ada perbedaan, harus satu bulan gaji dibayarkan,” ujar Iswahyudin.

Terkait pernyataan Direktur Utama PT SPL, Malkan Amin yang mengatakan jika perusahaannya tidak memiliki karyawan. Dan yang diberikan bingkisan adalah pemilik lahan, dengan alasan adanya niat baik perusahaan.
Iswahyudin pun dengan lantang membantah hal tersebut. “Di SPL itu, pemilik lahan merangkap juga sebagai pekerja,” ungkapnya.