Soal Vonis Bebas Sahrin, Kajari Konawe Klaim Putusan Hakim

  • Bagikan
Kajari Konawe, Saiful Bahri Siregar. (Foto: Istimewa)
Kajari Konawe, Saiful Bahri Siregar. (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Vonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri/Tipikor/PHI klas I A Kendari pada Jumat (21/9/2018), yang menyatakan mantan terdakwa Sahrin kasus penyalahgunaa BBM oleh Sahrin mengacu pada UU Migas bukan Tindak Pidana Korupsi (TPK), diklaim oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Konawe, Saiful Bahri Siregar.

MenurutSaiful Bahri Siregar, perbuatan Sahrin merupakan TPK karena menyebabkan kerugian negera sebesar Rp11 miliar, yang mana diatur dalam UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK dalam Pasal 2 ayat 1.

“Sedangkan dalam UU Migas sebagaimana pandangan hakim maupun penasehat hukum tidak mengatur hal tersebut. Hal lain yang tidak menjadi pertimbangan hakim yakni tentang azas spesialiteit sistematis artinya apabila dalam UU lain yang bersifat khusus mengatur dan di undang undang yang lebih khusus juga mengatur, dalam hal ini UU Tindak Pidana Korupsi maka berlaku ketentuan spesialiteit sistematik,” kata Siregar Kepada SultraKini.com, Senin (24/9/2018).

“Banyak kasus yang diatur dalam UU khusus seperti perbankan disidangkan dengan UU tindak pidana korupsi antara lain perkara Bank Century, perkara PT Indosat yg diatur dalam UU Telekomunikasi namun disidangkan dengan UU TPK dan banyak lagi perkara lain yang disidangkan dengan UU tindak pidana korupsi,” tambanya.

Untuk itu, dalam putusan tersebut, pihaknya masih sementara mempelajari materi putusannya, untuk mendalami referensi majelis hakim yang menyatakan Sahrin lebih kepada kasus Migas bukan TPK.

“Sejak divonis kemarin kita masih diberikan waktu 7 hari dan saat ini kita masih pelajari materi putusannya,” pungkasnya.

Untuk diketahui, sebelum divonis bebas, JPU Kejari Konawe, telah melayangkan tuntutan terhadap Sahrin selaku Direktur PT Daka Migas dengan tuntutan 11 tahun, denda Rp500 juta, serta uang pengganti sebanyak Rp11 miliar.

Tuntutan jaksa terhadap Sahrin itu, yakni mengacu pada Primair pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan TPK.

Dimana kasus bermula pada tahun 2011-2013, Sahrin selaku pengelola SPBN Soropia diduga melakukan penyalahgunaan subsidi BBM jenis solar bagi kapal nelayan dengan kapasitas maksimal 30 GT dan mesin maksimal 90 PK, di pelabuhan pendaratan ikan (PPI) Desa Soropia, Kabupaten Konawe.

Alhasil perbuatan Sahrin, merugikan negara sebesar lebih dari Rp11 miliar. Jumlah tersebut sesuai dengan Hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sultra.

Laporan: Ifal Chandra
Editor: Habiruddin Daeng

  • Bagikan