Sultra Ecofest 2022: Mendorong Implementasi Ekonomi Hijau Berkelajutan

  • Bagikan
Kepala KPwBI Sultra, Doni Septadijaya (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)
Kepala KPwBI Sultra, Doni Septadijaya (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Ekonomi hijau telah banyak dibahas dan menjadi salah satu isu prioritas Indonesia pada Presidensi G20, Presiden Republik Indonesia telah mengarahkan agar industri melakukan transisi ke energi hijau.

Hal ini diarahkan agar kelestarian hutan diperhatikan lebih seksama dan mendorong sektor-sektor ekonomi yang berkelanjutan melalui skema insentif juga disinsentif untuk berinvestasi dalam proyek ekonomi hijau.

Merespons hal tersebut, pengembangan ekonomi hijau yang merupakan sistem perekonomian memiliki fokus terhadap keberlanjutan lingkungan menjadi isu strategis yang penting.

Olehnya itu, mengingat sektor primer yang berbasis Sumber Daya Alam (SDA) yang masih menjadi kontributor utama ekonomi Sulawesi Tenggara, maka menjadi isu ekonomi hijau sangat relevan untuk dibahas.

Disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI), Doni Septadijaya, bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berkontribusi sebesar 23,82 persen terhadap ekonomi Sultra, diikuti oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian dengan pangsa 18,12 persen.

“Salah satu komoditas unggulan nasional yang ada Sultra
adalah nikel, sehingga keberlangsungan lapangan usaha pertanian dan pertambangan tersebut perlu dijaga, salah satunya melalui implementasi prinsip ekonomi hijau,” ujar Doni, Rabu (24 Agustus 2022).

Berdasarkan data BI yang himpun melalui Kementerian ESDM Sultra, diperkirakan Sultra memiliki cadangan nikel terbesar di Indonesia dengan total cadangan sebesar 28,87 juta ton nikel atau setara dengan 1,87 miliar ton bijih nikel.

Doni, menyampaikan dari sisi hulu, industri pertambangan Sultra menunjukkan kontribusi yang cukup konsisten sepanjang tahun dengan jumlah pelaku usaha tambang yang terus meningkat dan menjadi yang terbanyak di Indonesia yakni sekitar 157 pelaku usaha.

Kemudian, dari sisi hilir sektor industri pengolahan nikel di Sultra saat ini terlihat cukup ekspansif seiring berlangsungnya investasi di sektor tersebut.

Meskipun memiliki potensi yang besar, sektor tambang dan industri pengolahan nikel dinilai kurang berkelanjutan, mengingat tingginya emisi dalam kegiatan pertambangan dan pengolahan nikel, serta jumlah eksploitasi bahan mentah yang belum sepenuhnya proporsional dengan mempertimbangkan
cadangannya.

“Oleh karena itu, kita perlu mendorong sektor ekonomi hijau agar tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Doni.

Selain itu, sektor pertanian juga perlu didorong untuk dapat lebih mengimplementasikan praktik pertanian yang berkelanjutan, sehingga dapat
terus menjadi sektor penggerak di Sultra. Upaya ini perlu didukung dengan kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan.

Pelestarian hutan dan penggunaan energi hijau perlu terus didorong terutama bagi industri yang melakukan eksplorasi SDA agar selalu memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.

Demi tercapainya pembangunan hijau maka BI Sultra kini sedang mengembangkan beberapa instrument finansial untuk mendorong green financing antara lain adalah SBK Hijau, Green Repo dan Green Derivative.

Pengembangan instrument finansial itu akan terfokus pada asset pada kategori Environmental, Social, Government (ESG), lebih jauh dari sisi moneter.

“Bank Indonesia kini dalam tahap riset pengembangan obligasi hijau sebagai underlying pada proses moneter berupa green bond dan SukBI Inklusif dan tidak menutup kemungkinan pengembangan instrumen moneter lainnya,” tambahnya.

Bersamaan dengan penutupan Sultra Ecofest 2022, Doni Septadijaya, berharap kegiatan ini dapat memberikan dampak nyata pada berupa diseminasi isu strategis terkait pembangunan ekonomi hijau serta terbukanya ruang sinergi lebih jauh dengan para pemangku kebijakan, pelaku industri dan lapisan masyarakat pada umumnya untuk bersama mencapai tujuan tersebut. (B)

Laporan: Wa Rifin
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan