SULTRAKINI.COM: KENDARI – Pada triwulan III 2019, inflasi Indeks Harga Konsumen tahunan Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 3,71 persen (yoy) mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode sebelumnya 3,49 persen (yoy). Capaian inflasi tersebut menempatkan Sultra sebagai provinsi dengan tingkat inflasi tertinggi ketujuh secara nasional atau tertinggi kedua di regional Sulawesi.
Meskipun demikian, inflasi Sultra masih berada di bawah capaian inflasi regional Sulawesi sebesar 3,74 persen (yoy) walaupun masih di atas capaian inflasi nasional sebesar 3,39 persen (yoy).
Kepala kantor Perwakilan Bank Indonesia Sultra, Suharman Tabrani, mengatakan angka inflasi Sultra merupakan hasil perhitungan agregasi oleh KPw BI Sultra menggunakan data indeks harga konsumen Kota Kendari dan Kota Baubau yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
Berdasarkan kelompoknya, tekanan inflasi yang meningkat tersebut disebabkan oleh peningkatan pada kelompok bahan makanan meskipun tertahan oleh penurunan pada kelompok perumahan dan kelompok transportasi.
“Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2019 mengalami inflasi sebesar 7,43 persen (yoy), meningkat secara signifikan dibandingkan capaian periode sebelumnya sebesar 5,69 persen (yoy),” ujar Suharman, Rabu (11/12/2019).
Peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh peningkatan harga pada subkelompok ikan segar dan sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Kelompok bahan makanan menjadi kelompok penyumbang inflasi terbesar terhadap peningkatan tekanan inflasi di Sultra dengan andil sebesar 1,85 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya dengan andil sebesar 1,49 persen.
“Curah hujan yang sangat rendah dan berkepanjangan sebagai dampak dari fenomena El Nino di Sultra selama periode laporan menjadi faktor utama yang mengakibatkan gangguan produksi pada subkelompok sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan,” terang Suharman.
Ia menjelaskan, pada triwulan III 2019 sayur-sayuran mengalami inflasi sebesar 29,63 pereen (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 27,45 persen (yoy). Capaian tersebut menjadikan sayur-sayuran menjadi penyumbang terbesar peningkatan inflasi kelompok bahan makan dengan andil sebesar 1,03 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikkan harga seperti bayam dari 60,32 persen (yoy) menjadi 111,41 persen (yoy), terong panjang dari 18,89 persen (yoy) menjadi 34,33 persen (yoy), dan daun singkong dari -12,96 persen (yoy) menjadi 17,01 persen (yoy).
Fenomena El Nino yang mengakibatkan curah hujan yang sangat rendah dan berkepanjangan turut memberikan dampak pada subkelompok bumbu-bumbuan yang pada triwulan III 2019 tercatat mengalami inflasi sebesar 16,16 persen (yoy), mengalami sedikit peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 15,59 persen(yoy).
“Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga yang signifikan pada komoditas cabai merah dari 3,15 persen (yoy) menjadi 57,43 persen (yoy),” ungkapnya.
Selain itu, peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok ikan segar yang tercatat sebesar 5,36 persen (yoy), berbeda arah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 1,01 persen (yoy).
“Peningkatan tersebut disebabkan oleh kenaikkan harga pada beberapa komoditas ikan segar seperti cakalang dari -17,81 persen (yoy) menjadi 16,05 persen (yoy), kembung dari 4,18 persen (yoy) menjadi 15,29 persen (yoy), rambe dari 6,97 persen (yoy) menjadi 15,27 persen (yoy),” tambahnya.
Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido