Sumpah Pemuda dan Mentalitas Ristek di Era MEA

  • Bagikan
Foto Google

Oleh : Sri Damayanty, SKM., M. Kes (Dosen STIK Avicenna Kendari)

Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda. Sederhananya kita artikan sebagai sumpahnya para pemuda. Siapakah pemuda itu? Mereka kah yang di tangannya hanya ada bambu runcing dan senapan sederhana? Atau mereka yang hanya sempat bermandikan keringat dan darah. Atau kitakah yang tengah menikmati kenyamanan hidup di era digital saat ini? Era di mana jari telunjuk dapat menghasilkan apa pun hanya melalui benda tipis di tangan yang setiap saat bermetamorfosa, sebut saja gadget.

Ditinjau dari segi usia, WHO mendefinisikan pemuda sebagai kelompok yang berusia 10 – 24 tahun (young people), sedangkan remaja atau adolescence adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Dapat dikatakan bahwa pemuda identik dengan sosok berusia produktif, berjiwa revolusioner, optimis, berpikiran maju, kreatif, kritis, memiliki moralitas, dan sebagainya. Saat ini ada diantara pemuda bangsa kita berlagak revolusioner, kritis, dinamis, namun tidak sedikit di antara mereka menghambakan diri pada jabatan/kekuasaan yang pada akhirnya memaksa mereka untuk menghuni bui dengan menyandang status tahanan.

Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan dan ciptaan paling sempurna dibandingkan makhluk ciptaan lainnya. Sesungguhnya tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah fi al-ard (wakil Tuhan di bumi) dan ‘abd (hamba). Sebagian wakil Tuhan manusia bertugas memakmurkan bumi dengan memanfaatkan dan memelihara alam demi kepentingan seluruh makhluk. Tugas ini hanya akan terlaksana dengan baik jika manusia memiliki dan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta mengaplikasikannya sebagaimana mestinya.

Sesungguhnya alam merupakan tempat berpijak kita maka sudah sepantasnya untuk kita kelola dengan benar tanpa sedikitpun mengeruk keuntungan pribadi. Sedangkan sebagai hamba (‘abd) maka manusia haruslah tunduk dan patuh pada perintah Allah. Ini juga menuntut adanya kemampuan akal untuk berpikir sebab dalam mengkaji Al-Qur’an sebagai tuntunan hidup, juga dibutuhkan akal sehat dalam menelaah setiap firman-firman Allah.

IPTEK semestinya dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, dan ini hanya dapat berkembang jika pemuda memiliki petualangan ilmiah yang tinggi, selalu ingin mengkaji dan meneliti segala fenomena serta menjadi pemuda yang cerdas agar dapat mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana cita-cita negara. Agar kita dapat menjadi benteng bagi negara dan ideology kita dari jajahan bangsa lain, dan bahkan agar kita sesama bangsa Indonesia tidak saling menjajah. 

Mempersembahkan hasil-hasil IPTEK merupakan salah satu daya cipta yang dapat mendongkrak perekonomian bangsa dan derajat bangsa di mata bangsa lain. Terutama dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, bangsa Indonesia dalam hal ini pemuda-pemudi sebagai masyarakat produktif diharapkan mampu untuk berdaya saing. 

Pembentukan pasar tunggal yang disebut dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini memberikan peluang besar masuknya bangsa-bangsa negara lain untuk menjual barang dan jasa ke dalam negeri dan di negara lainnya si seluruh Asia Tenggara. Tidak hanya menjual barang dan jasa, tetapi pasar tenaga kerja professional seperti akuntan, dokter, pengacara, dosen/guru, dan sebagainya.

Jika dengan kualitas minimal pemuda-pemudi kita tidak dimaksimalkan secara utuh, sangat dikhawatirkan akan menjadi buruh berpendidikan di negara kita sendiri. Oleh karena itu, tidak hanya bermodalkan pendidikan semata, melainkan semangat dan inisatif untuk terus berdaya cipta sehingga terbentuk mentalitas berbasis ristek guna menghasilkan teknologi-teknologi terapan yang dapat mendukung dan menopang kemajemukan problematika perekonomian bangsa.

MEA sesungguhnya bukan hal yang menakutkan. Pada dasarnya MEA membuka peluang kerja yang lebih luas bagi masyarakat kita khususnya. Namun tentunya dibutuhkan tenaga-tenaga kerja yang handal, terampil dan profesional untuk bekerja. Oleh karena itu, dibutuhkan pemuda yang terdidik, terlatih, tanggap terhadap persoalan bangsa serta memiliki semangat visioner yang tinggi.

Pemuda oleh penulis tentunya tidak dibatasi pada golongan yang didefinisikan secara usia oleh WHO saja, melainkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penulis pun menekankan kepada para pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk terus memfasilitasi dan mewadahi serta mendayagunakan segala kemampuan anak-anak bangsa dan menghargai segala daya cipta anak-anak bangsa sehingga tidak tergerus oleh kemampuan-kemampuan asing yang memang masih jauh lebih tinggi dari bangsa kita.

Oleh karena itu, sumpah pemuda selayaknya menjadi spirit bagi kita dalam menjaga negara kesatuan untuk tetap berada di tangan dan kekuasaan kita. Kita tidak boleh menjadi buruh di ladang kita, dan kita tidak boleh menjadi pesuruh di negara kita.

“Beri aku seribu orang tua, maka akan ku cabut semeru dari akarnya, beri aku sepuluh pemuda niscaya akan ku guncang dunia”. Sungguh luar biasa kalimat Soekarno dalam sebuah orasinya. Menempatkan pemuda sebagai tumpuan peradaban bangsa. Maka kualitas dan peradaban bangsa ada pada kualitas pemudanya. Semoga pemuda bangsa kita masih setia pada ikrar yang sejak 28 Oktober 1928 silam diikrarkannya. Setia menempatkan kepentingan Bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongannya. AMIN.

  • Bagikan