‘Survival of the fittest’ Petahana

  • Bagikan
La Husen Zuada (Pengajar pada FISIP Universitas Tadulako)
La Husen Zuada (Pengajar pada FISIP Universitas Tadulako)

Oleh: La Husen Zuada (Pengajar pada FISIP Universitas Tadulako)

Yang bisa bertahan hidup adalah mereka yang paling fit ‘survival of the fittest’. Pendapat ini merupakan sempalan teori evolusi Darwin dalam mengamati kepunahan dan ketahanan burung finch di kepulauan Galapagos.  Dalam politik, konsepsi ini diadopsi pula oleh filusuf Thomas Hobbes, bahwa dalam proses seleksi alam, siapa yang kuat itu yang menang. Pilkada sebagai ajang kontestasi kekuasaan, sudah pasti akan menghasilkan kubu pemenang dan yang kalah. Terkait itu, maka survival of the fittest petahana menjadi ulasan menarik untuk dicermati menjelang Pilkada serentak 2020. Pertanyaan yang perlu dikemukakan, apakah petahana bisa bertahan hidup?

Di Sulawesi Tenggara, Pilkada 2020 akan diikuti 7 daerah—Wakatobi, Buton Utara, Muna, Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe  Kepulauan dan Kolaka Timur—dimana pada tujuh daerah itu, petahana hampir dipastikan ikut kembali pasca keluarnya beberapa rekomendasi dukungan partai politik. Dalam matematika politik, petahana memiliki sumber daya kekuasaan setingkat lebih unggul dibanding para pesaingnya. Dari lima sumber daya kekuasaan meliputi: fisik (paksaan), kekayaan (material), normative (kewenangan), personal dan keahlian  (Andrain, 1992), seorang petahana setidaknya sudah memiliki satu sumber daya kekuasaan yaitu, kewenangan. Sumber daya kekuasaan ini tidak dimiliki oleh para penantangnya.

Atas nama kewenangan yang dimiliki, seorang petahana memiliki kuasa atas birokrasi dan anggaran. Di level birokrasi, seorang kepala daerah merupakan pejabat pembina kepegawaian yang menentukan promosi, demosi dan penghargaan kepada aparatur birokrasi (ASN/PPPK). Kewenangan ini seringkali dimanfaatkan oleh petahana untuk menghadirkan kepatuhan terhadap birokrasi. Begitupun, kuasa anggaran yang melekat pada kepala daerah memberikan ruang bagi petahana untuk melakukan personalisasi program-program pembangunan, guna meningkatkan citra diri. Anggaran sering kali pula digunakan sebagai alat pertukaran antara pemilih dan kandidat, guna memperkuat pemilih inti (core voter), dan menarik pemilih mengambang (swing voters). Bahkan pada beberapa kasus digunakan untuk melemahkan partipasi pemilih di kubu lawan (negative turn off buying).

Kepemilikan sumber daya yang dikuasai oleh petahana menjadikan ia selalu diunggulkan dalam setiap kontestasi elektoral. Terlebih lagi Pilkada 2020 dilaksanakan di masa pandemi Covid 19, hal ini memberikan keuntungan tersendiri bagi petahana untuk bisa memanfaatkan program bantuan sosial. Fenomena ini mulai nampak terdeteksi dari penyaluran bantuan tunai, sembako dan alat kesehatan yang dihadiri dan dipersonalisasi oleh petahana. Di suatu daerah, seorang kepala daerah dengan lantang menyatakan “tidak terlalu pusing dengan Pilkada dan fokus pada penangan Covid 19”. Pernyataan ini dapat dimaknai secara ambigu, antara membuktikan tanggung jawab melindungi rakyatnya, atau memanfaatkan pandemi Covid 19 sebagai ajang pencitraan diri (personalisasi), sekaligus menutupi kegagalan kinerjanya selama lima tahun.

Meskipun petahana memiliki keunggulan sumber daya kekuasaan, bukan berarti petahana tidak bisa dikalahkan. Statistik memperlihatkan selama tiga periode Pilkada serentak (2015, 2017 dan 2018), tren kemenangan petahana terus menurun. Tahun 2015, calon petahana yang maju kembali dan berhasil memenangkan Pilkada hanya berkisar 66 %, selebihnya 34 % petahana mengalami kekalahan. Kecenderungan ini berlanjut pada Pilkada 2017, dari 61 daerah yang mengikutsertakan calon petahana, hanya 37 daerah (60,65 %) yang berhasil dimenangkan petahana. Selanjutnya, penurunan presentese kemenangan petahana kembali terjadi pada Pilkada 2018, dari 128 daerah yang diikuti petahana, hanya 64 daerah (50 %) berhasil dimenangkan petahana (Kompas, 2018). Fakta-fakta tersebut menjadi peringatan bagi petahana, sekaligus menebar harapan bagi penantang. Pilkada akan menjadi pembuktian, siapa yang paling survive of the fittest, petahana atau penantang. ***

  • Bagikan