Impor Beras 2018 : Paradigma Kapitalistik Makin Menguat

  • Bagikan
Syawal Fitri, SP (Ibu Rumah Tangga Tinggal di Kolaka) Foto:Ist

Oleh: Syawal Fitri, SP

(Ibu Rumah Tangga Tinggal di Kolaka)

Impor beras Negara Indonesia merupakan Negara yang mempunyai kekayaan SDA yang melimpah. Hal ini terbukti dengan kedaan tanah Indonesia yang sangat subur.

Negara Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan dimata dunia. Indonesia adalah produsen terbesar ketiga dunia setelah china dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sekitar 8,5 % atau 51 juta ton. China dan India sebagai produsen utama beras berkontribusi 54 %. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional merupakan Negara eksportis beras hanya berkontribusi 5,4 % dan 3,9 %.

Fokus. Jakarta. Para Pedagang beras di Cipinag Jaktim, mengkhawatirkan stok beras medium kian menipis. Saat ini harga beras medium sudah mencapai Rp. 11 ribu perliter, melebihi harga eceran tertinggi sudah ditetapkan. Ombudsman menyarankan agar Bulog segera melakukan impor beras.

Seperti ditayangkan focus pagi Indosiar, selasa (16/1/2018) menurut mantan Kepala Bulog Rizal Ramli, pemerintah tidak perlu melakukan impor beras karena saat ini stok beras nasional mencukupi hingga 2 bulan kedepan. Bahkan beberapa daerah juga tanam padi sudah mulai panen. Namub ombudsman menyarankan agar Bulog segera melakukan impor beras menyusul stok beras yang kian menipis untuk dijadikan cadangan nasional. Dari pantauan 31 daerah yang dilakukan ombudsman, saat ini beras yang ada merupakan stok beras, akibatnya kualitas beras tidak begitu baik.

Sementara ketua DPR Bamsoet menjelaskan, angka produksi padi nasional pada tahun 2017 mencapai 81, 382.451 ton. Angka ini disebutkan naik 2,56 % dibandingkan produksi 2016 sebesar 79,354.767 ton.

“Hal ini tentu sangat mengembirakan kita semua Indonesia memiliki lahan pertanian dan produksi padi yang besar, kata Bamsoet.

“Bamsoet meminta Komisi IV dan komisi VI mengkaji kebijakan impor beras, khususnya dari Vietnam. Menurutnya harus dicarikan solusi agar jangan sampai impor di tengah panen raya.

Panen raya diperkirakan akan terjadi di bulan Februari dan Maret. Jerih payah para petani akan berbuah hasil. Panen benar-benar akan menjadi obat bagi petani yang sudah banting tulang menjalankan usaha pertanian. Bagaimana tidak? menjadi petani di zaman now seolah tak populis dibandingkan usaha yang lain. Sudahlah membutuhkan modal besar, susah pula mencari tenaga kerja karena orang lebih memilih bekerja di pabrik.

Belum lagi persoalan langkanya pupuk, hama yang merajalela, resiko tanaman mati jika kekurangan air atau tenggelam ketika banjir. Padahal hasil panen juga belum tentu bisa menutup modal yang dikeluarkan.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Disaat peliknya problem pertanian di negeri agraris ini, tiba-tiba Mendag justru mengambil kebijakan untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Tak tanggung tanggung sebanyak 500.000 ton. Alasannya, cadangan beras dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebijakan tidak populer di kalangan para petani ini tentu saja menuai banyak pertanyaan. Ini kebijakan strategis atau Politis ?

Paradigma Kapitalistik Rezim

Argumentasi  pemerintah terkait adanya impor beras untuk menstabilkan lonjakan harga beras adalah argumentasi yang tidak jujur. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kalau harga beras di atas harga patokan maka Bulog harus menjual beras ke masyarakat. Tetapi kalau harga beras turun, maka dia membeli supaya naik. 

Selanjutnya Jusuf mengungkapkan bahwa saat ini harga beras di pasar sedang tinggi. Bulog harus melakukan regulasi berupa menjual beras ke pasar. Tetapi karena stok kurang  maka harus impor dulu baru dijual ke masyarakat untuk kestabilan harga. 

Dalil menjaga kestabilan harga pasar yang dikemukakan jelas bukan argumentasi yang benar. Pasalnya, harga beras impor tetap disesuaikan dengan harga eceran tertinggi (HET) yakni berkisar Rp. 9.450/kg, sehingga adanya beras impor sama sekali tidak menjadikan harga beras menjadi turun dan stabil.

Demikian pula alasan pasokan beras dalam negeri kurang merupakan argumentasi yang tidak sesuai dengan data. Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras mengalami surplus sebesar 329.000 ton. Dengan mengacu data BPS, Kementan menyatakan bahwa sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi sekitar 2,5 juta ton.

Kasus yang mengherankan lagi, awalnya pelaku impor yang ditunjuk oleh pemerintah adalah PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Seharusnya yang diberikan tugas impor dalam upaya menjaga stabilitas harga adalah Bulog. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Perpres No. 48/2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres No. 5/2015. 

Pemerintah kemudian menerbitkan Permendag Nomor 1/2018, sehingga PT. PPI pun dapat ditunjuk sebagai importir. Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih mengungkapkan bahwa ada konflik kepentingan dengan terbitnya Permendag Nomor 1/2018 yang mengatur BUMN bisa mengimpor secara langsung. Adanya “kepentingan” adalah alasan logis dari lahirnya kebijakan impor beras  2018. Kepentingan yang dimaksudkan adalah keuntungan sebesar-besarnya dari proyek impor beras 500.000 ton. Tentunya, pelaku dan pejabat yang terlibat dalam impor akan kecipratan profit juga.

Berdasarkan perhitungan Alamsyah, keuntungan dari impor ini bisa mencapai triliunan rupiah. Selanjutnya ia pun mempertanyakan untuk siapa keuntungan yang didapat

pemerintah dari impor beras? Paradigma memperoleh keuntungan sebesar-besarnya mencirikan kebijakan penguasa didasarkan pada  kebijakan ekonomi kapitalistik. Ekonomi kapitalistik adalah ekonomi yang menjadikan antara rakyat dan penguasa bagaikan pedagang dan pembeli. Dalam buku “The Wealth of Nations: An Inquiry into the Nature and Causes (Adam Smith, 1776) disampaikan bahwa dalam konsep kapitalisme, setiap orang sebaiknya dibiarkan dengan bebas mengejar kepentingannya demi keuntungan dirinya sendiri. Manfaat dan kepentingan adalah asas utama sistem kapitalistik. 

Pengkhianatan Berkedok Impor

Impor beras pada dasarnya adalah aktivitas yang diperbolehkan di dalam syariat islam jika dibutuhkan. Aktivitas impor harus sesuai dengan hukum-hukum Islam dan tidak menimbulkan bahaya bagi kaum muslimin. 

Saat awal menduduki bangku pemerintahan penguasa menjanjikan tidak akan melakukan impor, karena impor tidak mensejahterakan petani. Namun, yang terjadi adalah

pengkhianatan terhadap janji yang diucapkan. Kesejahteraan petani hanyalah hoaks yang dijual secara berulang-ulang dan masih laku manis khususnya pada saat menjelang pemilihan umum.

Keberadaan beras impor ditengah panen raya petani akan berujung pada matinya beras lokal atau beras petani. Hal ini diungkapkan oleh Pengamat Universitas Gajah Mada (UGM) Bagus Santoso yang menilai bahwa kebijakan impor beras pada saat musim panen ini  dinilai tidak bijak. Apalagi jika hasil impor langsung digelontorkan ke pasar maka hal ini dapat mematikan para petani, ungkap Bagus (Jumat, 12/11/2018). Pada kondisi Indonesia menjelang panen raya bulan Februari 2018 dan diprediksi

pasokan beras akan surplus maka pilihan impor adalah pilihan yang mendzolimi dan menyakiti rakyat. Beras impor akan bersaing dengan beras lokal. Ketika Bulog atau PT. PPI menyerap beras impor sebesar 500.000 ton, lantas yang menyerap beras petani siapa lagi? Lebih lanjut pangsa pasar beras petani akan mengecil karena beras impor digelontorkan di pasar dan akhirnya beras petani terjual dengan harga yang rendah. Jika harga rendah, keuntungan yang diperoleh juga menjadi semakin kecil bahkan bisa jadi petani rugi karena biaya produksi lebih besar daripada harga penjualan beras. Kebijakan impor beras adalah pengkhianatan dan tidak pro terhadap petani yang notabenenya adalah rakyat. Kesejahteraan petani seharusnya diwujudkan dengan menyerap beras petani lokal bukan malah impor.

Solusi Pangan dalam Islam

Dalam Islam, ketika sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan di utamakan oleh negara. Islam memiliki konsep visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpiannya. Termasuk masalah pangan. Dosa besar jika ada rakyat nya yang kelaparan sementara ia kenyang. Dalam meningkatkan produktivitas tanah Islam pun mengaturnya, sebagaimana Rasulullah bersabda,"Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya"(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

Tidak akan ada tanah yang mubadzir. Jika dalam waktu 3 tahun berturut-turut tidak dihidupkan maka negara akan mengambil alih.

Negara memberikan kemudahan dalam mengelola lahan. Bibit, pupuk dan obat-obatan akan disupport penuh dengan subsidi yang besar dari negara. Sehingga tidak akan ditemui petani yang tak mampu mengelola lahannya karena tak punya modal. Selanjutnya dalam mekanisme pasar negara akan mendorong terciptaanya

kesimbangan. Dengan menggunakan mekanisme supply and demand (permintaan dan penawaran) bukan dengan kebijakan pematokan harga. Tindakan curang seperti monopoli pasar, penimbunan, riba dan penipuan akan ditindak tegas. Jadi tidak ada yang bisa memainkan harga semaunya. Semua ini bisa tercapai ketika negeri ini mengadopsi seluruh aturan islam secara kaffah dalam bingkai daulah Khilafah ‘ala minhaji an-nubuwwah. Wallahualam.

  • Bagikan