KontraS: Ada 91 Kasus Penganiayaan dan Penyiksaan oleh Polisi

  • Bagikan
Tim advokasi desak agar kasus kematian almarhum Jalil dituntaskan oleh pihak Kepolisian sehingga tidak ada lagi oknum yang brutal yang dapat mencoreng institusi Polri. (Foto: Rian Adriansyah/SULTRAKIN

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Sungguh mencengangkan data yang dimiliki Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta yang turut mengadvokasi kasus kematian Abdul Jalil. Terdapat sejumlah kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi dalam kurun waktu setahun belakangan ini.

Dalam konferensi pers yang diungkapkan oleh Devisi Penanganan Kasus KontraS, Satrio Wirataru, Selasa (21/6/2016), sejak Juni 2015 hingga 2016 terhitung sebanyak 134 kasus penyiksaan yang terjadi. Kasus penyiksaan terhadap almarhum Jalil akibat melanggar prosedur dalam penangkapan bukanlah yang pertama.

“Dari 134 kasus itu, 91 kasus pelakunya adalah polisi, dan kasus yang dialami Jalil hingga tewas ini merupakan yang ke 135,” ujar Satrio.

Satrio menjelaskan, terungkapnya sebuah kasus, kembali pada korban sendiri untuk memberikan pelaporan atas tindakan yang dialaminya. Banyak kasus yang tidak terungkap, dikarenakan luput dari pemantauan karena korban tidak berani untuk melapor.

Dari kajian yang dilakukan oleh KontraS, ada tiga pola yang dilakukan oleh polisi, yang pertama polisi mengiming-imingi keluarga korban atau melakukan pengancaman agar korban tidak melakukan pelaporan atau menarik laporannya. Kedua, pembunuhan karakter bagi korban, dan ketiga upaya kebal hukum melalui mekanisme kode etik agar tak diproses.

“Saya lihat dari kasus Abdul Jalil ini, setelah dia meninggal, pihak Polres Kendari mengeluarkan laporan-laporan dan menghadirkan korban, yang mana ditujukan bahwa almarhum Jalil adalah pelakunya,” ungkap Wira, panggilan akrab Satrio.

Pihak KontraS meminta agar semua pihak mengawal kasus ini. Beberapa kejanggalan yang dilihat ada upaya Polisi kebal hukum melalui mekanisme kode etik kepolisian.

“Pada umumnya pihak polisi akan memprioritaskan tahap etik dan tidak memprioritaskan proses pidana. Melalui proses pidanalah, pelaku dapat dihukum seberat-beratnya dan bisa juga dipecat dari institusinya. Karena kita tidak mau ada oknum polisi, yang brutal yang mencederai institusi Polri,” tutup Satrio.

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan