Talk Show BNPT: Medsos Menjadi Alat Gerakan Radikalisme dan Terorisme

  • Bagikan
Kegiatan talks show BNPT yang dilaksanakan secara daring, Jumat (20 Agustus 2021).
Kegiatan talks show BNPT yang dilaksanakan secara daring, Jumat (20 Agustus 2021).

SULTRAKINI.COM: Media sosial dapat disalahgunakan untuk kampanye gerakan radikalisme dan terorisme dengan sasaran generasi milenial selaku pengguna internet terbanyak di Indonesia. Demikian garis besar disampaikan dua narasumber talk show bertajuk saring sebelum sharing yang diselenggarakan BNPT dan FKPT Sultra, Jumat (20 Agustus 2021).

Talk show dilakukan dengan metode tatap muka terbatas di Jakarta dan daring di Kendari, Sulawesi Tenggara menghadirkan narasumber Aristio Yudhanto (Kasubag Humas Badan Nasional Penanggulangan Teroris) dan M Djufri Rachim (Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Sultra, dipandu oleh Sha Ine Febriyanti (artis dan sutradara film nasional).

Aristio menjelaskan media social sulit dibendung karena semua orang mudah mengakses dan menyebarluaskan dan tidak pengawasan khusus sebagai mana konten media konvensional yang diawasi oleh Dewan Pers.

BNPT melihat penyebarluasan konten negatif menjadi suatu hal yang begitu besar saat ini terutama di media sosial.

“Internet menjadi ancaman dalam penyebaran hoaks, bullying, penipuan, SARA, ujaran kebencian, narkoba bahkan radikal yang mengarah ke terorisme,” kata Aristio.

Berdasarkan data, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta. Hal ini memberikan peluang bagi kelompok teroris untuk melakukan propaganda sebagai sarana rekruitmen.

Untuk menghadapi hal tersebut maka diperlukan peran pemerintah dan juga masyarakat. Media literasi menjadi solusi untuk meningkatkan pertahanan diri masyarakat terhadap terpaan propaganda radikalisme dan terorisme melalui media internet.

Senada dengan itu, M Djufri Rachim mengungkapkan perkembangan teknologi digital juga mempengaruhi eksistensi media massa (pers). Jika dulu hanya mengenal media cetak dan elektronik menyampaikan berita dalam waktu esok hari, namun kini muncul new media (media online) yang menyiarkan berita non stop, 24 jam.

Keberadaan media online pun begitu banyak, mencapai 47 ribu media online, walau pun yang terverivikasi di Dewan Pers baru 2.700 media. Di Sultra sendiri, jumlah media online di atas 100 media, dan yang terverivikasi DP hanya 11 media.

Melihat kondisi demikian, maka menurut Djufri yang juga Pemimpin Redaksi SultraKini.com, bahwa lembaga-lembaga yang secara khusus menangani radikalisme dan terorisme, seperti BNPT dan FKPT di daerah, pihak kepolisian, dan lainnya perlu duduk bersama memberikan pemahaman secara rinci kepada media massa. Terutama media-media di daerah.

“Tema tentang radikalisme dan terorisme membutuhkan ketermapilan khusus dalam hal peliputan dan penulisannya di media. Ini tidak sekedar perspektif, seperti halnya liputan jurnalisme lingkungan, jurnalisme berkeadilan gender. Ini seharusnya lebih dari sekadar isu-isu lainnya, karena ini menyangkut keselamatan jiwa manusia dan ikut mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Djufri.

Hal ini penting mengingat peran media sebagai wahana komunikasi yang berdampak luas bagi masyarakat perlu diberi perspektif dalam hal isu-isu radikalisme dan terorisme.

Kegiatan talk show dibuka oleh Sekretaris FKPT Sultra, Muslihi, diikuti sejumlah pengurus FKPT Sultra dan pejabat di lingkungan BNPT. Kegiatan ini disiarkan secara live melalui kanal Youtube “Ngopi Coi”. Kegiatan serupa keliling ke 32 provinsi, dan kali ini berangsung di Sulawesi Tenggara.

Laporan: Shen Keanu.

  • Bagikan