Tim Tiga Puluh Guru Besar UHO: Muhammad Zamrun Terbukti Plagiat

  • Bagikan
Konferensi pers Tiga Puluh Guru Besar UHO Kendari, Sulawesi Tenggara di salah satu hotel di Kota Kendari, Senin (5/2/2018). (Foto: La Ode Aliakbar/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Tim Tiga Puluh Guru Besar Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara menyebutkan Muhammad Zamrun Firihu selaku Rektor di Universitas Halu Oleo melakukan plagiat. Pernyataan itu berdasarkan hasil temuannya. Namun hasil ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Tim Investigasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).

Konferensi pers perwakilan Tim Tiga Puluh Guru Besar UHO menyatakan, kajian kasus plagiat oleh Zamrun dari Ombudsman RI (ORI) tertanggal 23 Januari 2018 berbeda dengan kajian Kemenristek Dikti yang mengaku tidak ditemukan plagiat dari persentase tiga guru besar dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Negeri Makassar.

Juru Bicara Perwakilan Tim Tiga Puluh Guru Besar UHO, Prof. La Ode Muhammad Aslan mengatakan sebelum ORI mengeluarkan pernyataan Zamrun Firihu melakukan tindakan plagiat, pihaknya terlebih dahulu menemui Kemenristek Dikti di ruang Ditjen Sumber Daya Iptek Dikti, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti pada 18 Juli 2018.

“Dalam pertemuan itu kami mempresentasekan dari temuan tim Tiga Puluh Guru Besar Universitas Halu Oleo (UHO) dan kesimpulan kami saat itu adalah plagiat. Jadi posisi dari Muhammad Zamrun dalam kajian para Guru Besar UHO adalah plagiat,” kata La Ode Muhammad Aslan dalam konferensi persnya di salah satu hotel di Kota Kendari, Senin (5/2/2018).

Tim Tiga Puluh Guru Besar UHO mengklaim bahwa Kemenristek Dikti tak prosedural dalam mengkaji kasus tersebut sebab tanpa disertai SOP. Mereka membandingkan contoh kasus UHO yang tak jauh berbeda dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yakni plagiat.

“Rujukan yang digunakan pihak Kemenristek kami pertanyakan dasar hukumnya apa. Mereka tidak bisa menjawab. Lalu kami mengatakan ada SOP yang tidak prosedural dan dilanggar. Kasus yang sama seperti di UNJ sekarang  juga isu plagiat, ironisnya di UNJ pihak kementerian menggunakan definisi yang kami gunakan itu, mengutip tanpa menyebutkan sumbernya disebutlah plagiat namun untuk kasus di UHO itu tidak digunakan, pandangan kami waktu itu ada standar ganda dari pihak kementerian,” jelas Aslan. 

Dikatakannya, mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruna tinggi bahwa plagiat merupakan perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.

“Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2010, disitu dinyatakan bahwasanya plagiat adalah mengutip sebagian atau seluruhnya tanpa mencantumkan sumber rujukannya secara proporsional dan itu yang kami pakai,” ucap Aslan.

(Baca juga: 16 Profesor UHO Unjuk Rasa Tolak Calon Rektor Plagiat)

Laporan: La Ode Aliakbar

  • Bagikan