Tokoh Muda Sultra, Ruslan Buton: Melaporkan Nur Alam ke Bawaslu Itu Tindakan Keliru

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Tokoh muda Sulawesi Tenggara (Sultra), Ruslan Buton, menilai pelaporan terhadap Mantan Gubernur Sultra, Nur Alam, ke Bawaslu sebagai tindakan yang keliru, bahkan cenderung sebagai bentuk intimidasi politik. Menurut Ruslan, tudingan bahwa pernyataan Nur Alam mengandung ujaran kebencian dan unsur SARA merupakan kesalahpahaman. Pernyataan tersebut diunggah Ruslan di akun TikTok pribadinya, @ruslan_buton_75, sebagai respons atas pelaporan yang dilayangkan tim hukum ASR pada Jumat, 25 Oktober 2024.

“Sultra ini memiliki sejarah dan akar budaya yang kuat, di mana etnik Tolaki, Moronene, Buton, dan Muna dikenal sebagai ‘empat pilar’ yang membentuk daerah ini,” ujar Ruslan. Menurutnya, keempat kelompok tersebut secara historis memiliki hak untuk memimpin Sultra, sebagai hasil perjuangan mereka dalam memekarkan wilayah ini dari Sulawesi Selatan.

Ruslan juga menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Nur Alam adalah bentuk edukasi politik bagi masyarakat, mengingatkan pentingnya memilih pemimpin yang mengerti dan berasal dari budaya Sultra. “Pak Nur Alam hanya mengingatkan kita untuk menjaga amanah para pendiri daerah ini. Bahwa Sultra ini seharusnya dikelola oleh putra daerah asli, bukan malah menyinggung suku lain,” katanya. Ia menambahkan bahwa melaporkan Nur Alam karena narasi tersebut adalah langkah yang keliru dan terkesan seperti intimidasi politik terhadap tokoh yang memiliki rekam jejak panjang dalam pembangunan daerah.

Menariknya, Ruslan mengaitkan polemik yang terjadi ini dengan sejarah masa lalu. Pada era 1960-an, seorang putra asli Sultra, La Ode Manarfa, sempat menimbulkan perdebatan di Kota Makassar saat ia mencalonkan diri sebagai wali kota Makassar. “Dan kami orang-orang Sultra memandang polemik itu wajar, karena memang orang asli daerah sejatinya lebih layak memimpin daerah tersebut,” jelas Ruslan. Baginya, itu adalah common sense yang berlaku di mana pun.

Fakta bahwa Tina Nur Alam, putri asli Sultra, turut maju dalam pemilihan ini menjadi bukti kecintaan dan dedikasinya terhadap tanah kelahirannya. Sebagai “anak Sultra,” dengan Sultra sebagai “tanah tumpah darah,” kecintaan Tina akan Sultra dan warganya tak mungkin diragukan. Dalam posisi ini, Tina diharapkan dapat menjadi sosok yang memahami nilai-nilai lokal yang diwariskan pendiri daerah.

Nur Alam, yang pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dianggap sebagai figur yang telah memberikan kontribusi besar bagi Sultra. Selama masa kepemimpinannya, Sultra mengalami kemajuan signifikan dalam bidang infrastruktur dan ekonomi, hingga dirinya dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan Sultra.” Bagi Ruslan, jasa besar Nur Alam bagi Sultra seharusnya dihargai dan tidak dipersoalkan dengan isu yang mengada-ada.

Sultra Jangan Dirusak Ambisi Kekuasaan

Tidak hanya Ruslan, La Ode Ida, salah seorang calon wakil gubernur Sultra, juga menyampaikan kritik keras terhadap pelaporan Nur Alam ke Bawaslu. Dalam video yang diunggah melalui akun TikTok @laode_ida, La Ode Ida menilai bahwa tudingan terhadap Nur Alam adalah upaya yang tidak berdasar dan justru bisa merusak harmonisasi sosial di Sultra. Menurutnya, mereka yang terobsesi dengan kekuasaan perlu menghargai konvensi sosial dan nilai budaya yang telah lama ada di Sultra.

“Siapa yang kebelet ingin berkuasa, sadarlah diri. Anda mungkin tidak memahami rasa daerah ini, apalagi nilai-nilai yang diwariskan oleh pendiri Sultra. Itu sebabnya Pak Nur Alam menekankan agar Sultra dipimpin oleh putra daerah,” kata La Ode Ida. Ia menambahkan bahwa setiap daerah memiliki konvensi sosial yang harus dihormati, termasuk hak putra daerah untuk memimpin Sultra.

La Ode Ida menjelaskan bahwa isu pemimpin dari putra daerah bukanlah sesuatu yang baru di Sultra. Empat pilar utama, yaitu Tolaki, Moronene, Muna, dan Buton, merupakan elemen masyarakat yang berjuang untuk pemekaran Sultra dan memiliki keterikatan kuat dengan daerah ini. Oleh karena itu, ia mendukung penuh pernyataan Nur Alam yang ia anggap mencerminkan kebenaran tentang aspirasi dan cita-cita para pendiri Sultra.

Pernyataan La Ode Ida ini juga menyiratkan kekhawatirannya terhadap adanya pihak-pihak yang berusaha mendestabilisasi situasi politik Sultra menjelang Pemilu. “Saya mendukung 100 persen apa yang disampaikan Pak Nur Alam. Itu adalah kebenaran yang harus disuarakan, bukan upaya ujaran kebencian atau SARA. Jangan sampai ambisi kekuasaan merusak keseimbangan sosial kita,” katanya, tegas.

  • Bagikan