Transformasi Pramuka, dari Pengabdian Menjadi Tanggung Jawab

  • Bagikan
Jainudin Ladansa. (Foto: ist)

SULTRAKINI. COM: KENDARI – Kwartir Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kepramukaan (Pusdiklatda), semakin menggeliat melakukan pembenahan di tingkat pelatih dan pembina pramuka.

Kepala Pusdiklatda Sultra, Jainudin Ladansa, mengatakan pelatih yang aktif maupun yang pasif berjumlah 193 pelatih hingga kini. Sedangkan pembina yang berdasarkan kompetensi atau memiliki ijazah Kursus Mahir Dasar (KMD) dan Kursus Mahir Lanjutan (KML), berjumlah 3.400 pembina.

Jainudin mengimbau, pelatih di jajaran Kwartir Cabang (Kwarcab) yang sudah memiliki kompetensi, harus lebih rutin mengajak Pusdiklatcab mengadakan Pitaran Pelatih (Pertemuan Pelatih). Selain sebagai wadah bagi pelatih untuk saling meningkatkan teknik kepramukaan terbaru dan membahas isu-isu, serta menghasilkan rekomendasi terkait semua permasalahan yang dihadapi pelatih dalam mengimplementasikan kegiatan kepramukaan di wilayahnya. Sedangkan bagi pembina, Pusdiklatcab bersama Kwarcab harus lebih sering menjadikan Gelang Ajar atau Karang Pamitran ke dalam program tahunannya.

Sebagai Kepala Pusdiklatda Sultra yang menggantikan Tri Kora Irianto, dirinya melihat beberapa permasalahan yang dialami oleh Pusdiklat.

“Yang terjadi hari ini, ada pelatih yang mau mengembangkan kompetensinya tetapi tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari Kwartir, ada juga pembina yang ingin mengembangkan kompetensinya namun tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari Mabigus, bahkan terkadang dari Kwartir pun kurang mendukung,” kata Jainudin, Jumat (8//6/2018).

Menurut dia, Kwartir terkesan melepas pembinaan Pramuka di Gugus Depan, ditambah banyak pengurus Kwartir yang hampir tidak paham dengan pendidikan kepramukaan.

“Masah Ustad Somad saja paham Pramuka, sementara saya tidak pernah tahu dia sudah mendapatkan lencana Melati, Panca Warsa, maupun Darma Bakti, sebagai wujud penghargaan anggota Pramuka,” ujar Jainudin.

Kata dia, sejatinya sebuah perjuangan itu ada tantangan yang dihadapi. Olehnya itu, dengan memberikan pemahaman kepada Kwartir yang sudah pasif dan sudah terbiasa dengan bekerja apa adanya untuk berbuat lebih, memaknai Pramuka bagi anggota dewasa merupakan tempat pengabdian dan sukarela namun di saat masuk menjadi pengurus Kwartir, baik itu Kwarda maupun Kwarcab, semua pengabdian maupun sukarela harus gugur dan berubah menjadi tanggung jawab.

“Ini pesan untuk pengurus kwartir, karena ketika sudah menjadi pengurus, jangan mereka berpikir bahwa Pramuka ini sukarela, jangan berpikir di sini adalah mengabdi tetapi di saat dirinya dijadikan sebagai pengurus kwartir, maka pengabdian itu berubah menjadi tanggung jawab moral dan harus dijalankan,” jelasnya.

Terdapat tiga hal pokok yang akan menjadi tujuan pendidikan kepramukaan, tambahnya, yakni Pendidikan nilai atau pendidikan karekter; Pembina pramuka harus mampu mengaplikasikan pendidikan karaktek lewat darma pramuka dalam pendidikan kepramukaan dengan cara mendidik lewat pembiasaan-pembiasaan, bukan mengajarkan. Pendidikan karakter dalam darma pramuka dibagi menjadi dua bagian, yaitu karakter moral dan karakter kinerja yang harus jalan secara bersamaan.

Kedua, Pendidikan kebangsaan; Bagaimana hal ini diterapkan, dijalankan secara masif dan terarah sistem Syarat Kecakapan Umum. Banyak anggota pramuka terkesan lelet, manja dan kurang kreatif karena tidak mendapatkan pendidikan cukup dari SKU dan ini terlihat dari semua golongan mulai Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega. Mirisnya, hampir semuanya Pandega sudah mempandegakan dirinya sendiri karena usia, padahal syaratnya belum terpenuhi.

Ketiga, Keterampilan hidup;Untuk mencapai keterampilan hidup yang baik, pembina harus menjalankan Syarat Kecakapan Khusus dengan sebaik baiknya, baik di Gudep maupun di Saka dengan mengikuti kurikulumnya dengan tepat dan meraih kompetensi yang telah diatur dalan sistem Tanda Kecakapan Khusus (TKK) yaitu Purwa, Madya, dan Utama. Sistem SKK ini hampir sudah tidak berjalan lagi, terutama pada golongan Penegak dan Pandega. Mereka menganggap tanda gambarnya tidak menarik sehingga kebanyakan peserta didik pada usia ini, cenderung lebih mengarah pada kulit atau tampilan, bukan pada isi.

“Pusdiklatcab, Kwarcab, Pusdiklatda, Kwarda, Gudep, dan Saka harus bersinerji untuk membenahi sistem pendidikan kita. Karena sistem pendidikan kita sangat jelas dan terarah, namun belum dijalankan
dengan benar,” terangnya.

Dia mencontohkan, kurikulum karakter termuat dalam darma Pramuka yang kompetensinya ada pada pembiasaan. Selanjutnya, kurikulum kebangsaan ada pada SKU, kompetensinya Mula, Bantu, Tata, Ramu, Rakit, Terap, Bantara, Laksana, dan Pandega. Menyangkut keterampilan hidup, kurikulumnya ada pada SKK pramuka dan SKK Saka. Kompetensinya adalah Purwa, Madya, dan Utama.

“Akumulasi dari semua tiga hal tersebut Syarat Pramuka Garuda (SPG) yang kompetensinya adalah Tanda Pramuka Garuda (TPG),” ucapnya.

Laporan: Novrizal R Topa
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan