SULTRAKINI.COM: Lembaga Yayasan Hutan Biru (YHB) atau Blue Forests melakukan upaya pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan di Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai Desa Lasama, Kecamatan Tiworo Kepulauan (Tikep), pada Sabtu, 21 September 2024, dengan fokus pada perencanaan tata ruang yang tepat dan rehabilitasi hutan mangrove. Acara tersebut dihadiri oleh Kepala Bapedda dan PUPR Muna Barat, Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit VI Pulau Muna, Camat Tikep, perwakilan kepala desa dari Desa Latawe dan Desa Kombikuno, serta masyarakat setempat.
Indonesia, yang memiliki hutan mangrove terbesar di dunia dengan luas 4,2 juta hektar, telah mengalami penurunan signifikan dalam dekade terakhir. Saat ini, luas hutan mangrove tersisa hanya 3,3 juta hektar akibat konversi besar-besaran untuk pengembangan lahan. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,8 juta hektar hutan mangrove terancam degradasi dan konversi lebih lanjut.
Di Kabupaten Muna Barat, terdapat tiga wilayah utama yang menjadi fokus rehabilitasi mangrove, yakni Desa Lasama dengan luas 913 hektar (HL: 786, APL: 127), Desa Latawe seluas 362 hektar (HL: 105, APL: 256), dan Desa Kombikuno dengan luas APL 85,44 hektar.
Kepala Dinas PUPR Muna Barat, Unding, menyatakan bahwa program Blue Forests diharapkan mampu menjaga kelestarian mangrove yang berada di luar kawasan hutan lindung. “Tanaman mangrove berperan penting dalam pemulihan ekosistem. Ada tujuh jenis mangrove yang umum ditemukan di Muna Barat, seperti Bruguiera, Sonneratia, Rhizophora, dan Nypa fruticans. Kayu dari mangrove ini dapat bernilai ekonomi tinggi ketika sudah berumur lebih dari 10 tahun, namun penebangan di kawasan hutan lindung tetap dilarang,” jelasnya.
Ahmad Edi Sudirman, Field Programme Assistant Blue Forests, menambahkan bahwa rehabilitasi mangrove di Desa Lasama sangat penting, terutama di wilayah tambak yang berada dalam kawasan hutan lindung kurang dari 200 meter dari garis pantai. “Masyarakat perlu lebih memahami pentingnya mangrove dalam menjaga ekosistem pesisir, seperti melindungi pantai dari abrasi, menjadi habitat biota laut, menyerap karbon, dan meningkatkan produktivitas tambak,” jelas Edi.
Ia juga menekankan perlunya pengendalian pemanfaatan ruang di ekosistem mangrove agar manfaatnya bisa dirasakan secara jangka panjang. “Salah satu tujuan dari Focus Group Discussion terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ini adalah agar dokumen RTRW Kabupaten Muna Barat bisa mengintegrasikan aspek perlindungan, pemanfaatan berkelanjutan, dan rehabilitasi mangrove di wilayah tersebut,” pungkasnya.
Laporan: Laode Abubakar