Warga Kolaka Utara Keluhkan Lahannya Diserobot PT FBS, Tanaman Dirusak dan Dikeruk

  • Bagikan
Aktivitas PT FBS diduga serobot lahan milik warga. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KOLAKA UTARA – Salah seorang warga Dusun Labundalah, Desa Pitulua, Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara, mengeluhkan tanah perkebunan milikinya diduga diserobot oleh PT. Fatwa Bumi Sejahtera (FBS). Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan itu diduga melakukan penyerobotan laha warga dijadikan sebagai lokasi pertambangan tanpa ada persetujuan ganti rugi.

Rustam (35) pemilik lahan mengatakan lahannya yang diolah sejak tahun 2016 dan sudah ditanami berbagai jenis tanaman sejak 2017 silam, seperti Cengkeh sekira 700-an pohon diatas tanah seluas 20 hektar miliknya bersama kerabat dan tetangga lain, tiba-tiba di serobot oleh PT FBS dijadikan sebagai lokasi pertambangan tanpa adanya persetujuan ganti rugi.

Diakui, sebelum adanya aktivitas pertambangan tersebut ia bersama pihak perusahaan sudah pernah melakukan pertemuan untuk dilakukan pembahasan ganti rugi atau pembayaran kompensasi, namun tidak ada titik terang atau kesepakatan sampai saat ini. Tapi anehnya pihak perusahaan tetap melakukan aktivitasnya.

“Meskipun saya sudah jelaskan bahwa kami belum siap menerima konpensasi namun pihak PT Fatwa Bumi Sejahterah tetap memaksa, karena lokasi yang mereka serobot adalah lahan pertanian rumpung kami,” katanya, Selasa (30 Mei 2023).

Rustam mengungkapkan bahwa pihak perusahaan pernah menawarkan kompensasi ganti rugi senilai Rp 80 juta rupiah per hektar, namun pihaknya tidak menerima dengan nilai tersebut dan tidak ada kesepakatan.

“Waktu itu kami minta Rp 180 juta rupiah per hektar, namun pihak perusahaan tidak menyanggupinya itu di tahun 2021,” ungkapnya.

Sampai saat ini, masih ada dua warga yang belum sama sekali mendapatkan ganti rugi atau kompensasi salah satunya adalah Rustam.

“Lahan saya sudah digaruk sebanyak 4 kali, awalnya pada 13 September 2022, November 2022, 23 Mei 2023, dan tadi lagi 29 Mei 2023,” jelasnya.

Dalam penyerobotan itu, anehnya, sebagai pemilik lahan Rustam mengaku justru dijadikan sebagai terlapor dalam memperjuangkan hak-haknya. Pihak perusahaan sudah beberapa kali telah mengadukannya ke pihak yang berwenang.

“Saya sudah dua kali dilaporkan ke polisi atas dugaan menghalangi-halangi aktivitas perusahaan dan sudah dua kali juga saya mengikuti panggilan pihak yang berwajib,” tuturnya.

Padahal jika merunut kebijaksanaan warga, pihak perusahaan PT FBS sudah beberapa kali diizinkan untuk melakukan boring di lokasi lahan warga dan merusak beberapa pohon Cengkeh yang tertanam untuk membuat jalan naik ke lokasi, warga tidak pernah meminta penggantian bayar sebatang pohon pun, atas kerugian itu. Tapi sedikitpun tidak ada rasa belas kasih perusahaan.

Lebih parah lagi, terjadi akhir-akhir ini pihak perusahaan PT FBS seperti terlihat semakin arogan dan bernafsu ingin menyerobot lahan kebun tanpa memperdulikan tanaman milik warga yang ada di lokasi tersebut, mereka sesuka hati beraktivitas membuat jalan di lokasi dan menuduh warga melakukan tindakan menghalangi kegiatan mereka untuk membuat jalan.

“Padahal lahan itu adalah lahan kebun kami, dimana letak keadilan di negeri ini untuk masyarakat kecil seperti kami yang hanya mempunyai sedikit lahan untuk berkebun di negeri ini,” keluhnya.

Kehadiran perusahaan ini juga dinilai tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar, karena sudah hampir setahun beraktifitas pihak FBS tidak melakukan kewajibannya kepada masyarakat desa terkait dana dampak atau uang debu yang pernah di musyawarahkan di kantor desa bersama dengan masyarakat.

“Nah sampai hari ini yang sudah kian lama beraktivitas, namun belum pernah mereka berikan dana konpesasi dampak tersebut. Kami sebagai penduduk asli dan masyarakat Kolaka Utara sangat kecewa dan menolak hadirnya perusahaan yang arogan tanpa peduli dan memikirkan hak-hak masyarakat kecil seperti kami ini,” tandasnya.

Da berharap agar pihak-pihak terkait, baik pemerintah kabupaten maupun penegak hukum di wilayah itu agar mampu memediasi persoalan ini.

Menyikapi hal itu, Ketua Jaringan Lingkungan Hidup Indonesia, Muhammad Anugrah Panji S, mengatakan sehari pihak pemerintah maupun penegak hukum mengambil langkah pencegahan dengan memediasi kedua belah pihak sebelum terjadi konflik yang berkembang.

“Pihak berwajib yang memiliki kewenangan mesti turun tangan sebelum terjadi konflik seperti kejadian-kejadian sebelumnya di Sulawesi Tenggara, konflik antara perusahaan tambang dan masyarakat pemilik lahan,” jelas Oscar sapaan akrabnya, secara terpisah, Selasa (30 Mei 2023).

Ia juga berharap semoga ada jalan tengah yang menguntungkan kedua belah pihak.

“Semoga jika terjadi mediasi nanti mediator betul-betul berada ditengah tidak berpihak ke salah satu pihak, berkaca pada kasus-kasus sebelumnya di Sultra, biasanya berpihak ke pihak perusahaan dan semoga ini tidak terjadi lagi di kasus ini,” harap Alumni Hukum UHO.

Hingga berita ini dipublikasikan, Redaksi masih berupaya mengkonfirmasi pihak terduga PT FBS dalam kegiatan aktivitas pertambangannya.

(Baca juga: Kuasa Hukum PT TDS Polisikan PT Fatwa Bumi Sejahtera Diduga Melanggar Pelayaran dan Jalan Hauling)

Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan