YPN: Sejumlah Balita di Kendari Masih Konsumsi Susu Kental Manis

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Google)

SULTRAKINI.COM: Yayasan Peduli Negeri (YPN) melakukan pengumpulan data di masyarakat Kota
Kendari untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang susu kental manis. Survei ini dilakukan mengingat di Kendari, ditemukan sejumlah balita menderita gizi buruk akibat mengkonsumsi susu kental manis, Rabu (21/3/2018).

Sebagaimana diketahui, awal 2018 Kendari di hebohkan oleh temuan balita penderita gizi buruk akibat mengkonsumsi susu kental manis.

Sepanjang Januari, tiga balita penderita gizi buruk dirawat di RSU Bahteramas Sultra. Ketiganya adalah Arisandi (10 bulan) asal Desa Ulu Pohara, Kecamatan Lahungkumbi, Kabupaten Konawe, Muhammad Adam Saputra (7 bulan); dan Muhammad Muharram yang berumur 4 bulan.

Arisandi mengkonsumsi susu kental manis sejak berusia 4 bulan. Setelah beberapa bulan mengkonsumsi susu ini, ia mengalami gejala luka- luka pada kulit dan alergi akibat kekurangan nutrisi. Meski sudah mendapat pertolongan medis, namun nyawanya tetap tidak tertolong. Arisandi meninggal pada akhir Januari lalu.

Kasus kedua menimpa Muhammad Adam Saputra (7 bulan). Dia ditemukan tinggal di Kecamatan
Mandonga, Kota Kendari. Orang tua Adam tidak mampu membelikan susu bayi akhirnya Adam diberikan susu kental manis yang harganya lebih ekonomis. Dampaknya, berat badan Adamsemakin hari semakin menurun hingga 4,8 kg dan dirawat di RSU Bahteramas Sultra.

Kasus ketiga menimpa bayi Muhammad Muharram umur 4 bulan. Warga Jalan Sao Sao, Kelurahan Bende, Kecamatan Kadia, Kota Kendari itu mengalami gizi buruk karena keterbatasan ekonomi. Untuk mencukupi kebutuhan gizi sang anak, pilihan orang tua jatuh pada susu kental manis.

Menurut data WHO 2010, di Indonesia ada sekitar 8,81 juta anak kurang gizi. Provinsi dengan prevalensi gizi buruk tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat 48,01 persen, Sulawesi Barat 45,98 persen, dan Provinsi Sulawesi Tenggara 38,89 persen. Menurut profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2016 yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI melalui situs www.depkes.go.id, gizi buruk muncul disebabkan daya beli yang rendah, akses terhadap pelayanan kesehatan serta pengetahuan orang tua, dan sosial budaya
setempat.

Bidan Koordinator Puskesmas Pondidaha, Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe, Maria Ulfa yang turut serta mengawasi kesehatan Arisandi mengatakan, penyebab gizi buruk di daerahnya adalah faktor pengetahuan dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk memberikan asupan makanan bernutrisi untuk keluarga. Penggunaan susu kental manis untuk gizi keluarga adalah salah satunya.

“Dalam setiap kesempatan, baik di saat kunjungan ke rumah warga, posyandu, dan kelas/pertemuan ibu hamil, petugas selalu menyampaikan makanan yang boleh dan yang tidak boleh. Termasuk kami juga sudah sampaikan bahwa susu kaleng (susu kental manis), tidak baik untuk anak apalagi bayi dan dapat berdampak terhadap kesehatannya. Tapi masih ada saja yang memberikan untuk anak. Ada tiga keluarga yang saat ini masih mengkonsumsi susu kental manis dan sedang kami dampingi agar perlahan-lahan mereka dapat merubah kebiasaan tersebut,” jelas Maria Ulfa.

Survei konsumsi susu kental manis oleh YPN dilakukan di Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. YPN juga bermitra dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) yang memang concern pada upaya pengentasan gizi buruk melalui peningkatan pengetahuan masyarakat.

Ketua Pengurus Harian YAICI, Arif Hidayat mengatakan bahwa saat ini pihaknya bersama sejumlah lembaga lain yang peduli dengan persoalan gizi buruk, mendesak Kementerian Kesehatan dan BPOM melalui DPR untuk memberi perhatian lebih terhadap polemik susu kental manis. Bahwa telah terjadi kesalahpahaman masyarakat dalam memanfaatkan susu kental manis.

“Susu kental manis seharusnya produk yang dipasarkan untuk topping makanan dan bahan pembuat kue. Namun masih banyak masyarakatyang beranggapan kental manis adalah susu dan diberikan untuk anak dan balita. Pemerintah harus tegas dan mengawasi penggunaan produk ini di masyarakat,” kata Arif Hidayat.

 

Sumber: YPN

  • Bagikan