DLHK dan Polda Sultra Didesak Sidak Aktivitas Pertambangan PT Rajawali dan CS8

  • Bagikan
Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Masyarakat Sultra berunjuk rasa di DLHK Provinsi Sultra, Selasa (29 Maret 2022). (Foto: Hasrul Tamrin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Ratusan masa tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Masyarakat (AMPM) Sulawesi Tenggara menggeruduk kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sultra dan Mapolda Sultra imbas dari aktivitas pertambangan PT Rajawali Soraya Mas dan CS8, Selasa (29 Maret 2022).

Mereka menduga aktivitas kedua perusahaan pertambangan itu melanggar peraturan perundang-undangan lantaran menambang di kawasan hutan lindung tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

“Sudah notabenenya DLHK dan kepolisian sebagai sentral penegakkan hukum di wilayah Sultra tegas menertibkan oknum-oknum atau perusahaan yang dengan sengaja mengobrak-abrik amanat perundang-undangan,” kata Jenderal Lapangan AMPM, La Ode Ngokolilino dalam orasinya.

PT Rajawali Soraya Mas dan CS8 yang beroperasi di Blok Marombo, Kabupaten Konawe Utara dinilai sewenang-wenang menambang di lahan koridor dan menggarap hutan lindung di wilayah IUP PT Antam, Tbk UPBN Konut tanpa adanya persetujuan.

“PT Rajawali Soraya Mas dan CS8 ‘menggarap’ tanpa IPPKH, secara regulasi dan perundang-undangan dokumen diwajibkan sebelum melakukan aktivitas penambangan di kawasan hutan lindung sehingga jelas-jelas kedua perusahaan ini melanggar Pasal 134 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara,” ucapnya.

AMPM menjelaskan, pertambangan tidak bisa dilakukan pada area terlarang sebelum adanya izin dari instansi terkait sesuai peraturan perundang-undangan yang dijelaskan pada Pasal 50 ayat 3 huruf g juncto. Lalu, Pasal 38 ayat 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi bahan tambang dalam kawasan hutan, tanpa pemberian IPPKH.

Tetapi, sampai hari ini, kata La Ode Ngokolilino, PT Rajawali dan CS8 masih beraktivitas tanpa adanya tindakan tegas dari kepolisian dan Dinas Kehutanan Sultra. Bahkan, pengunjuk rasa menduga terdapat oknum kepolisian yang dengan sadar dan sengaja memback up dua perusahaan tersebut untuk memuluskan aktivitas ilegal mining.

“Parahnya lagi PT RSM dan CS8 terang-terangan menggarap hutan lindung di wilayah IUP PT Antam tanpa adanya SPK ataupun persetujuan dalam bentuk apapun dari PT Antam,” terangnya.

AMPM mendesak Dinas Kehutanan Sultra segera melakukan sidak atas dugaan aktivitas penggarapan hutan lindung yang sengaja dan sadar dilakukan oleh PT Rajawali dan CS8 di wilayah IUP PT Antam.

“Kami juga mendesak Polda Sultra segera menangkap dan memeriksa Dirut PT Rajawali inisial TN dan PT CS8 inisial CPT atas dugaan menambang tanpa IPPKH,” tambahnya.

Selain itu, AMPM mendesak Kabid Propam memeriksa serta menetapkan oknum anggota kepolisian dari Polda Sultra berinisial SGT yang diduga kuat membeck up aktivitas kedua perusahaan tersebut.

Sementara itu, Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan DLHK Provinsi Sultra, Beni Raharjo membenarkan kedua perusahaan tersebut tidak tercacat dalam entitas sebagai pemegang izin PPKH. Pihaknya akan segera menindaklanjutinya.

Berdasarkan laporan AMPM, katanya, terdapat tiga titik koordinator diduga masuk dalam kawasan hutan lindung tapi oleh kedua perusahaan itu melakukan aktivitas pertambangan.

Sehubungan dengan ha itu, pihaknya bersama penegak hukum pernah berkali-kali melakukan pengawasan di Blok Marombo, Konawe Utara.

Seandainya hasil sidak nanti kedua perusahaan tersebut terbukti melakukan aktivitas pertambangan di kawasan hutan, akan dilakukan penindakan sesuai kewenangan DLHK jika tidak akan dilimpahkan ke penegakkan hukum lain yang berwewenang.

“Kalau tidak salah ya lokasi ini pernah juga ada putusan pengadilannya. Intinya nanti kita turun melakukan pengawasan langsung secepatnya,” jelas Beni.

Laporan: Hasrul Tamrin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version