Pengerjaan Breakwater di Kapota Diduga Rusaki Lingkungan Taman Nasional Wakatobi

  • Bagikan
Aktivitas alat berat yang memindahkan kubus beton di proyek pembangunan breakwater pantai Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi. (Foto: ist)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Pekerjaan proyek pembangunan breakwater atau pemecah gelombang di pantai Pulau Kapota, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan diduga merusak ekosistem laut di taman nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Proyek pembangunan breakwater di pantai Kapota yang dikerjakan oleh PT Mina Fajar Abadi dengan nilai kontrak Rp 55.192.422.000 ini juga dididuga berdampak pada berkurangnya keutuhan zona inti taman nasional di luar area yang telah dilakukan Perjanjian Kerja Sama antara Balai Taman Nasional Wakatobi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) melalui Balai wilayah sungai Sulawesi IV Kendari.

Ekosistem laut yang diduga dirusaki di wilayah Taman Nasional Wakatobi, yaitu terumbu karang dan lamun.

Dalam melakukan pembongkaran material kebutuhan pekerjaan tidak dilakukan di pelabuhan namun kapal tongkang langsung melakukan pembongkaran di area zona inti taman nasional yang berdekatan dengan lokasi pekerjaan.

Saat menurunkan dan memindahkan material tersebut, nampak excavator digunakan sebagai alat pembongkaran di mana bentuk kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan berat terhadap ekosistem terumbu karang yang terdapat dalam wilayah zona inti Taman Nasional Wakatobi.

Saat dikonfirmasi pihak pelaksana kegiatan La Adi mengatakan, metode pekerjaan menyesuaikan kondisi lapangan, bukan berarti pihaknya dengan sengaja melakukan pengerusakan lingkungan.

“Saya sudah jelaskan, memang kalau tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan terus bagaimana dengan pelaksanaan pekerjaan kami, kalau bisa disulap langsung jadi, ya kami sulap, tapi maaf tidak seperti itu,” jelasnya, Rabu (15 Februari 2023).

Sementara itu, merujuk Pasal 73 Ayat (1) huruf a Jo Pasal 35 huruf a,b,c dan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pelau Kecil, pelaku pengrusakan ekosistem terumbu karang dipidana paling singkat dua tahun dan paling lama sepuluh tahun dan pidana paling sedikit Rp 2.000.000.000 dan paling banyak 10.000.000.000.

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 ayat (1) Jo Pasal Pasal 33 menyatakan bahwa pelaku yang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000.

Sampai dengan berita ini dirilis, pantauan awak media di lokasi kegiatan masih terdapat kapal tongkang berada di sekitar proyek. (C)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version