SULTRAKINI.COM: Presiden terpilih Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mengambil langkah strategis dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dengan menunjuk Prof. Dr. Ir. H. La Ode Masihu Kamaluddin sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) untuk pembentukan Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK).
Satgas ini memiliki tugas penting dalam menyiapkan landasan hukum berupa Peraturan Pemerintah yang akan mendukung operasionalisasi BP3I-TNK, yang diharapkan mampu mengarahkan, mengelola, dan mengawasi pengendalian perubahan iklim secara berkelanjutan serta memanfaatkan teknologi blockchain untuk mewujudkan kedaulatan karbon.
Langkah ini diungkapkan dalam pertemuan antara Kantor Staf Presiden (KSP) dengan Tim Ekonomi Prabowo-Gibran yang dipimpin oleh Burhanuddin Abdullah, Kamis (15/8). Badan ini disebut sebagai salah satu upaya mewujudkan kemandirian bangsa melalui ekonomi hijau yang tertuang dalam Asta Cita, visi besar Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Staf Presiden Moeldoko menekankan pentingnya pembentukan Satgas ini untuk memastikan sinkronisasi antara kebijakan Presiden Jokowi dan rencana pembentukan BP3I-TNK. Sinkronisasi ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan kesinambungan kebijakan pengendalian karbon di masa transisi pemerintahan.
Satgas yang dipimpin oleh Laode Kamaluddin dan Ishak Saing, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, ini juga diberi mandat untuk mensinkronisasi kebijakan antara pemerintahan saat ini dengan rencana pemerintah selanjutnya dalam upaya menurunkan emisi karbon. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab menyiapkan regulasi yang akan mengarahkan Indonesia untuk siap menghadapi pasar karbon global.
Burhanuddin Abdullah dan Moeldoko menyepakati bahwa pemerintahan berikutnya akan berupaya maksimal untuk menurunkan emisi karbon sekaligus mempersiapkan Indonesia menjadi pemain utama di pasar karbon internasional. “Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar dari perdagangan karbon, baik melalui mekanisme bilateral maupun bursa karbon. Hal ini bisa menjadi sumber penerimaan negara yang signifikan,” ungkap Moeldoko.
Potensi Indonesia dalam perdagangan karbon sangat besar, terutama karena kekayaan alamnya yang melimpah, termasuk hutan tropis dan keanekaragaman hayati laut seperti mangrove dan lahan gambut yang mampu menyerap karbon. Kebijakan rendah karbon yang sudah dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan komitmen penurunan emisi karbon yang telah diimplementasikan pada era Presiden Jokowi akan dilanjutkan dan dipercepat di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran.
Rapat koordinasi yang dihadiri oleh Moeldoko, Burhanuddin Abdullah, serta pejabat terkait dari kementerian dan lembaga ini juga membahas tentang revisi Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri LHK 21/2022 yang mengatur perdagangan karbon di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat mengakselerasi pembentukan BP3I-TNK agar Indonesia dapat mengoptimalkan potensi ekonominya dari perdagangan karbon.
Di akhir pertemuan, Moeldoko menekankan pentingnya koordinasi antar semua pihak terkait untuk merumuskan badan ini secara struktural sehingga memudahkan transisi dan implementasi kebijakan ke depan. “Dengan membentuk satgas ini, kita dapat memastikan keberlanjutan kebijakan pengendalian iklim yang telah dirumuskan, serta mempersiapkan Indonesia untuk memanfaatkan peluang ekonomi dari pasar karbon global,” tutupnya.
Laporan: Frirac