Bupati Wakatobi Dilaporkan Warganya ke Polda Sultra

  • Bagikan
Bupati Wakatobi dilaporkan warganya ke Mapolda Sultra. (Foto: ist)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Bupati Wakatobi Haliana dilaporkan oleh warganya ke Mapolda Sulawesi Tenggara terkait dugaan penyalahgunaan wewenang pengangkatan kembali Hamiruddin sebagai kepala Desa Lentea, Kecamatan Kaledupa Selatan.

Orang nomor satu di Wakatobi ini dilaporkan ke Subdit Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Sultra oleh Ristal, warga Desa Lentea, Kecamatan Kaledupa Selatan dan Sahidun, warga Desa Balasuna, Kecamatan Kaledupa pada 6 Februari 2023. Dengan surat tanda terima pengaduan Nomor: STTP/63/II/2023 Ditreskrimsus.

Dikabarkan berdasarkan putusan PTUN Kendari Nomor: 42/G/2021/PTUN.KDI tertanggal 22 Februari 2022 terkait perkara sengketa Pilkades Lentea periode 2021-2027, di mana Bupati Wakatobi sebagai tergugat satu dan Hamiruddin sebagai tergugat dua yang digugat oleh Juardin.

Kemudian pada 8 Juni 2022 dan putusan PTTUN Makassar memutus perkara Nomor: 77/B/2022/PTTUN/MK dengan amar putusan menguatkan putusan PTUN Kendari Nomor: 42/G/2021/PTUN.KDI yang memerintahkan kepada Bupati Wakatobi segera memberhentikan Hamiruddin sebagai kepala Desa Lentea.

Setelah mendapatkan desakan masyarakat, pada 26 Januari 2023 Bupati Wakatobi Haliana langsung mengeluarkan Surat Keputusan terkait pemberhentian Hamiruddin sebagai kepala Desa Lentaa untuk menyahuti perintah PTUN Kendari dan PTTUN Makassar.

Namun sehari setelah pengangkatan itu, tepatnya 27 Januari 2023, Bupati Wakatobi kembali mengeluarkan SK Nomor 235 tentang pengesahan pengangkatan kembali Hamiruddin sebagai kepala Desa Lentea di Kecamatan Kaledupa Selatan, Kabupaten Wakatobi periode 2021-2027.

Pengambilan sumpah jabatan Hamiruddin sebagai kepala Desa Lentea dilakukan oleh Camat Kaledupa Selatan Haslam di aula Gedung Serbaguna pada Jumat (27 Januari 2023) sekitar pukul 16.00 Wita.

Penggugat Ristal mengatakan, pengangkatan kembali Hamiruddin sebagai kepala desa diduga tanpa melalui mekanisme pemilihan kepala desa sebagaimana diatur dalam Perbup Nomor 9 Tahun 2021 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, pelantikan, dan pemberhentian kepala desa.

Selain itu, tindakan Bupati Wakatobi Haliana diduga melanggar Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 tentang pemilihan kepala desa.

Dia menilai, Bupati Wakatobi terlalu tergesah-gesah melantik kembali Hamiruddin menjadi kades tanpa mempertimbangkan aspek hukumnya. “Sehingga pengangkatan kembali Hamiruddin sebagai Kades Lentea jelas-jelas melanggar aturan,” ujarnya, Kamis (23 Februari 2023).

Selain itu, menurut Ristal tindakan Haliana diduga menimbulkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK) Pasal 3 berbunyi; setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korupsi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun, paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.

“Jadi jelas tindakan Bupati Wakatobi ini melanggar UU PTPK karena menguntungkan orang lain dan menyalahgunakan kewenangannya,” tambah Ristal.

Dirinya berharap, tim penyidik Polda Sultra bertindak secara profesional dalam memproses kasus yang menjerat Bupati Wakatobi Haliana.

Sementara Sahidun menerangkan, Pemda Wakatobi harusnya melaksanakan perintah pengadilan, bukan melantik kembali pejabat yang dinyatakan cacat hukum.

“Pejabat publik itu dipilih oleh rakyat bukan ditunjuk oleh Bupati atau camat. Kalau ada pejabat yang diangkat dengan penunjukan, Bupati Wakatobi ini melanggar konstitusi,” ucapnya.

Dia meminta Bupati Wakatobi segera mencabut SK pengangkatan kembali Hamiruddin sebagai kepala Desa Lentea atas nama hukum. (C)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version