SULTRAKINI.COM: KOLAKA – Workshop ekonomi kreatif sub sektor media pada sesi pelatihan penulisan konten pariwisata di Kabupaten Kolaka, menghasilkan karya konten dari para peserta. Alhasil, satu karya terbaik diraih oleh Zulfikar dengan judul Mengenal Kerajaan Mekongga dari Mantik Sangia.
Menurut Zulfikar, Mantik Sangia menjadi angle tulisannya karena tenunan khas Kolaka tersebut menyimpan cerita tentang terbentuknya Kerajaan Mekongga yang perlu diketahui milenial seperti dirinya. Di satu sisi, tenun tersebut memiliki pasar yang potensial sebagai nilai tambah bagi Kabupaten Kolaka.
“Mantik Sangia ini menarik karena para milenial bisa mengetahui tentang peninggalan peradaban Mekongga, mulai dari pakaiannya, motifnya, dan ini juga bernilai ekonomi. Dari informasi si pembuat tenunnya, pasarnya itu sampai luar Sultra, dan ketika ada tamu datang ke Kolaka itu–Mantik Sangia ini jadi cenderamata. Ini yang saya anggap menarik dan bernilai jual baig Kabupaten Kolaka,” jelasnya, Rabu (8/12/2021).
Berikut karya Zulfikar berjudul Mengenal Kerajaan Mekongga dari Mantik Sangia.
Akulturasi budaya Kerajaan Mekongga yang ada di Kabupaten Kolaka sangat beragam. Tak hanya di sektor bahasa, sastra dan tradisi, bahkan dari keberagaman baju adat dan tenunan juga merupakan nilai jual yang patut diperhitungkan.
Salah satunya adalah Mantik Sangia, tenunan adat Mekongga yang dirintis oleh Muhammad Aliansi.
Lewat tangan pria yang akrab disapa Ali ini, tenunan Sangia Mekongga sukses dikembangkan meski butuh bertahun-tahun lamanya untuk menghasilkan tenunan tersebut menjadi kain khas yang luar biasa indahnya.
Apalagi tenunan Mantik Sangia menjadi cenderamata bagi tamu yang datang ke Kabupaten Kolaka. Dalam penyambutan setiap tamu kehormatan yang berkunjung di Kolaka, pasti akan dikalungkan dan diberikan tanda kenang-kenangan berupa kain tenunan khas Kolaka tersebut. Hal itulah yang membuat Manik Sangia ini sangat bernilai ekonomi tinggi dan diminati oleh warga Kolaka maupun di luar Kolaka.
Ia pun bercerita, bagaimana dirinya mulai bergelut menenunkan sejarah Mekongga dalam kain tenunan.
Ketertarikan Ali dengan jejak sejarah Kerajaan Mekongga yang dituangkan dalam sehelai kain tenun memang patut diapresiasi, sebab dirinya sebenarnya bukanlah putra asli kelahiran Kabupaten Kolaka. Ali merupakan perantau asal Sengkang, Sulawesi Selatan.
Kedatangan Ali ke Kabupaten Kolaka pada 1994, tidak sebatas merantau bahkan menikah. Ia juga memutuskan untuk membuat tenunan dengan sentuhan adat Mekongga.
Melalui kain tenunannya, orang-orang dapat melihat bagaimana corak tikar yang dipakai raja dan pemangku adat Mekongga dahulu kala. Adapula kain tenun bermotif perisai yang dipakai pasukan kerajaan, ornamen dan seni bangunan, perhiasaan, hingga kisah cinta antara dua suku yang diberi nama Tenun Bunga Cinta. Tenunan satu ini bahkan merebut gelar juara pada pameran dan lomba yang diadakan di Jakarta.
Untuk harga, kain tenun Mantik Sangia relatif terjangkau untuk sebuah kain tenun sesuai tingkat kerumitan motif yang dibuat, yaitu kisaran Rp 100 ribu-5 juta perlembarnya.
Ali juga ternyata ingin menginspirasi penenun lainnya di wilayah setempat untuk lebih kreatif, agar kain tenunan tidak hilang oleh zaman, tapi justru sebaliknya mendapat ruang pasar di era kekinian saat ini.
Termasuk membuat kain tenun bisa digemari generasi muda dan menjadi wadah bagi mereka untuk belajar lebih banyak tentang budaya, adat serta kearifan lokal wilayah setempat.
Khazanah pakaian Suku Mekongga di bawah naungan Kerajaan Mekongga begitu kaya, sebut saja Babu Bokeo (Baju Raja), Babu Kapita, Babu Pabitara, Babu Sapati, Babu Mokele, Babu Toonomotuo, Babu Tamalaki, dan Babu Tolea. Baju-baju tersebut yang hingga kini masih dipakai oleh Suku Mekongga dalam setiap proses adat di Kabupaten Kolaka.
Sehubungan Kolaka menjadi salah satu lokasi road show juga diapresiasi oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kolaka, Zulkarnaen Mansyur.
Zulkarnaen berharap, kegiatan tersebut ikut mendorong milenial dalam mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif melalui konten dan foto. Terlebih era saat ini memasuki industri digital. Bahkan, pihaknya membuka ruang bagi milenial untuk menjadi pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif dalam mengelola destinasi wisata melalui bekerja sama dengan kepala desa atau kelurahan.
“Setelah mengikuti (pelatihan) ini, saya berharap ada kepedulian untuk memperkenalkan destinasi wisata dan ekonomi kreatif yang notabenenya juga ikut memberikan ekonomi yang besar bagi masyarakat. Mari kita ikuti kegiatan ini sebaik-baiknya agar Kolaka ini semakin dikenal baik menyangkut alamnya, produk-produk unggulanya, dan semua,” terangnya.
Pelatihan penulisan konten pariwisata dan ekonomi kreatif di Kabupaten Kolaka merupakan inisiasi dari Dinas Pariwisata Kabupaten Kolaka. Wilayah ini merupakan kabupaten terakhir dari total enam kabupaten dan kota lokasi diselenggarakannya kegiatan tersebut.
Selama kegiatan, peserta tidak sekadar menerima materi pelatihan, melainkan ikut membuat karya tulis dengan mengangkat pariwisata ataupun ekonomi kreatif di wilayah setempat. Selanjutnya, sejumlah karya mereka dievaluasi bersama pemateri konten, yakni Andi Sangkarya Amir dan dipilih satu terbaik untuk mendapatkan hadiah menarik.
Workshop ekonomi kreatif sub sektor media, penulisan konten dan pariwisata Kabupaten Kolaka juga disiarkan secara langsung melalui kanal Lulo Pedia, Website lulopedia.tv, Facebook Ekraf Dispar Sultra, dan Instagram ekraf_disparsultra.
Citizen: Zulfikar