Pemekaran Kepton Jadi Jualan Politik?

  • Bagikan
Asman Hamidu. (Foto: Istimewa)
Asman Hamidu. (Foto: Istimewa)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Wacana pemekaran wilayah daerah Kepulauan Buton (Kepton) kembali bermunculan di ‘Bumi Anoa’ Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), khususnya wilayah kepulauan yang menjadi basis daerah pemilihan (Dapil) empat. Kenyataannya, Kementerian Dalam Negeri masih moratorium soal pemekaran tersebut.

Tercatat 314 daerah mengajukan pemekaran daerah provinsi mau pun kabupaten/kota. Salah satunya Kepulauan Buton atau Kepton. Meski moratorium, sejumlah kalangan justru memanfaatkannya sebagai ‘jualan’ politik demi meraih simpati masyarakat.

“Di musim politik ini banyak sekali calon yang mengumbar-ngumbar pemekaran Kepton khususnya di wilayah dapil empat. Kan kita tahu pemekaran ini moratorium, seakan-akan ini sudah barang jadi yang tinggal digulingkan padahal jelas moratorium. Janganlah isu ini dijadikan sebagai jualan politik atau bahan kampanye yang tidak produktif,” ucap Ketua sekaligus Pendiri organisasi Pandawa Kepulauan Buton, Asman Hamidu kepada SultraKini.Com, Kamis (15/11/2018).

Menurut Asman, jika dirunut semua pejuang-pejuang pemekaran termasuk dirinya melalui GMNI dan Pandawa Kepulauan Buton pada 2016 hingga penyiapan persyaratan pemekaran diserahkan ke sekertaris bersama (Sekber) kemudian sampai kementerian, tidak ada yang ikut dalam perjuangannya dalam menyuarakan pemekaran yang saat ini sedang menggembar-gemborkan isu pemekaran ini. Jadi tidak elok jika ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat untuk mencari dukungan politik.

“Saya liat orang-orang yang mengumbar-ngumbar ini khususnya dapil empat yang menjadi calon tidak ada pejuang Kepton, tidak ada yang saya tahu ribut-ribut masalah Kepton, malah orang-orang yang ada di atasnya kita yang memperjuangkan Kepton adem-adem saja. Harapan kita janganlah masyarakat diprovokasi dengan isu-isu pemekaran ini,” tambah mantan Ketua Himpunan Pemuda Buton Selatan (HIMA Busel) itu.

Dia juga sangat menyayangkan sikap Kemendagri yang beberapa hari terakhir ini menyampaikan bahwa untuk masalah pemekaran ini tidak bisa direalisasikan karena masalah moratorium, dengan asas bahwa tidak mungkin memilih 10 sampai 20 daerah di antara 314 daerah yang mengajukan pemekaran untuk dimekarkan. Semestinya, kata dia, Mendagri tidak bisa menggunakan tolak ukur seperti itu untuk mewujudkan daerah pemekaran. Tapi harus menggunakan indikator persyaratan atau kelengkapan administrasi dan waktu pengusulan.

“Semestinya Mendagri tidak menggunakan skala keadilan seperti itu, Kalau DPD mendesak adanya pemekaran ini, Mendagri harus membentuk tim memverifikasi berkas karena DPD juga punya tim untuk memverifikasi setiap daerah. Seharusnya dikembalikan secara obyektif dengan melihat kecakupan yang dimiliki setiap daerah. Bahkan kita menilai sebagai putra daerah justru Kepulauan Buton layak dimekarkan,” ujarnya.

Bahkan jika dilihat dari cakupannya untuk pemekaran Kepton ini sudah memenuhi syarat perundang-undangan pemekaran daerah otonom baru seperti luasan wilayah, jumlah penduduk, mau pun saran dan prasarana.

“Kalau dilihat dari sudut itu, Kepton ini sudah layak untuk mekar,” sambungnya.

Ia juga menagih janji Gubernur Sultra, Ali Mazi, karena itu menjadi komitmennya dalam kampanye politik untuk memperjuangkan pemekaran Kepton.

“Sebenarnya masalah ini sudah fakum sejak 2017 sejak adanya moratorium itu, namun dasarnya bagian komitmen gubernur Sultra yang disampaikan pada saat pelantikan dengan mengumpulkan beberapa kepala daerah untuk membahas pemekaran ini. Nah ini yang membuka corong pembahasan pemekaran ini pada kalangan orang-orang baru,” ucapnya.

Jika hal itu memang benar adanya, dirinya mengatakan sah-sah saja setiap orang menggunakan hastag daerah pemekaran Kepton itu bukan hanya dimanfaatkan oleh sebagian kalangan untuk memprovokasi masyarakat.

Dihimpun dari berbagai sumber, Wakil Bupati Buton, La Bakry pada awal 2016, mengaku dokumen terkait usulan pemekaran Kepton telah rampung dan tinggal menunggu titik terang dari Kemendagri. Termasuk rekomendasi dari Gubernur Sultra, Nur Alam kala itu. Namun pemekaran Kepton serta 314 daerah lainnya harus menunggu sampai moratorium dicabut.

Menurut Mendagri, Tjahjo Kumolo, pihaknya melapor ke presiden bahwa pemekaran disetop. Tetapi dirinya tidak memungkiri pemekaran bagian dari hak konstitusional masyarakat di daerah, sepanjang itu untuk mempercepat kesejahteraan dan pemerataan pebangunan. Di satu sisi, membangun Daerah Otonomi Baru (DOB) bukanlah sesuatu yang mudah.

Untuk membangunnya, kata dia, perlu sebaran SDM, perhatian di aspek hukum, keamanan, atau pertahanan meski di tengah sumber daya alamnya melimpah. Untuk itu, ketimbang memaksakan pemekaran, lebih baik mengoptimalkan pembangunan dari segala aspek. Misalnya, potensi unggul daerah dimaksimalkan.

Sehubungan moratorium, Kemendagri belum memastikan kapan pencabutannya. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Soni Sumarsono, menerangkan belum ada kebijakan untuk mencabut moratorium, sambil menunggu perkembangan situasi dan kondisi. Terlebih jika dicabut menjelang pileg dan pilpres 2019, karena bisa mengacaukan peta dapil dan ketentuan lain dari KPU.

“Siapa bilang mau dicabut? siapa bilang? Belum ada kbijakan untuk mencabut moratorium. Kebijakan sementara tetap, masih dihentikan sementara, sambil menunggu perkembangan situasi dan kondisi,” jelas Soni, Rabu (19/9/2018) dilansir dari Antaranews.

Laporan: Hasrul Tamrin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version