Soal Aktivis Ditahan Usai Rusaki Gelas dan Piring, Polres Wakatobi Sebut Ada Unsur Pengancaman

  • Bagikan
Ketua Ampara Sultra, Armin Saputra. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Berkas perkara dugaan pengerusakan tiga piring,dan gelas serta dua mic di ruang rapat DPRD Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dinyatakan lengkap dan masuk tahap di pengadilan. Perbuatan ketiganya diduga ada unsur pengancaman.

Penyidik Polsek Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi sudah menetapkan tiga orang aktivis terkait dugaan pengerusakan tiga piring, dan gelas serta dua mic di ruang rapat DPRD kabupaten Wakatobi pada 14 September 2022.

Para aktivis tersebut ditahan sejak 26 Agustus 2022, yaitu, Rahman Jadu, Nuriaman, dan Syaiful.

Penetapan tersangka dan penahanan ketiganya menuai kecaman dari sejumlah aktivis lantaran tim penyidik malah menerapkan pasal pengancaman. Padahal kasus tersebut dinilai merupakan pengerusakan ringan.

Ketua Ampara Sultra, Armin Saputra menilai, penerapan Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) merupakan tindakan kesewenangan oleh penyidik untuk membungkam aktivis yang mengkritisi kebijakan pemerintah.

Dalam kasus tersebut, kata dia, sangat jelas murni hanya pengerusakan tiga gelas, piring, dan dua mic, namun penyidik menerapkan pasal pengancaman.

“Kami minta polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan secara obyektif dan sesuai fakta,” ucapnya, Jumat (14 Oktober 2022).

“Semua orang tahu bahwa ini murni pengerusakan, kenapa penyidik Polsek Wangsel dan Polres Wakatobi paksakan dengan pasal pengancaman. Nah tidak ada yang diancam, jangankan pakai mengancam pakai benda, pakai pengancam pakai mulut saja tidak ada. Apakah penyidik penyidik sudah terima sesuatu,” sambung Armin.

Menurutnya, kejadian tersebut terjadi secara spontan lantaran taman-tamannya saat itu datang ke DPRD Kabupaten Wakatobi pada 14 September 2022 hanya ingin mengkonfirmasi terkait informasi bahwa seorang anggota dewan dari fraksi PDIP Saharuddin menyuruh preman untuk meneror mereka sebab sering mengkritiki kebijakan Bupati Wakatobi, Haliana.

Armin Saputra menceritakan kronologi kejadiannya menjelaskan, saat teman-temannya tiba DPRD, Saharuddin masih mengikuti rapat bersama Pemda Wakatobi.

“Setelah teman-teman masuk di ruangan, rapat langsung ditutup oleh pak Wakil Ketua II La Ode Nasrullah sehingga mereka langsung datangi La Saharuddin untuk konfirmasi terkait informasi dia suruh preman untuk teror kami,” jelasnya.

Namun sayangnya saat mereka mengkonfirmasi persoalan tersebut, Saharuddin tidak memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga mereka beradu argumen.

“Waktu itu, teman-teman hanya bertanya ke Saharuddin, preman mana yang dia suruh cari kami itu. Dipanggil ke sini. Tapi saat itu Saharuddin memberikan bertele-tele sehingga terjadi adu argumen dan terjadi pecahnya gelas dan rusaknya mic itu,” ujarnya.

Sementara itu Kapolres Wakatobi, AKBP Dodik Tatok Subiantoro menjelaskan, laporan kasus tersebut awalnya merupakan pengerusakan, namum dalam perkembangan penyelidikan dan penyidikan termasuk keterangan para saksi ditemukan adanya unsur pengancaman.

Kasus tersebut kini diserahkan di kejaksaan dan dinyatakan lengkap atau P21 oleh jaksa penuntut umum. Namun untuk pelimpahan kasusnya baru akan dilakukan pada 24 atau 25 Oktober 2022.

Dodik menerangkan, walaupun hanya satu orang (Saharuddin) yang didatangi oleh para aktivis, namun semua terasa terancam sebab dilakukan saat masih banyak orang di lokasi kejadian (ruang rapat).

“Otomatis semua (orang dalam ruang rapat) merasa terancam, kecuali hanya sendirinya (Saharuddin) di lokasi,” ucap, Jumat (21 Oktober 2022).

Tiga aktivis ini dijerat dengan Pasal 170 ayat 1 dengan ancaman 7 tahun penjara, Pasal 406 ayat 1 ancaman penjara 2,4 tahun, dan Pasal 335 ayat 1 ancaman 1 tatun penjara. (B)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version