70 Persen Korban Pelecehan Seksual Menjadi Pelaku di Masa Depan

  • Bagikan
kekerasan dan pelecehan seksual anak. Foto: Okezone News
kekerasan dan pelecehan seksual anak. Foto: Okezone News

SULTRAKINI.COM: Kasus pelecehan maupun kekerasan seksual di Indonesia marak terjadi. Umumnya korban mengalami tindak pelecehan fisik, verbal, dan psikis. Tindak kriminal itu bisa dilakukan oleh perorangan atau kelompok.

Sekitar 30 juta anak Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual (Dilansir dari cnnindonesia.com). Padahal, anak adalah generasi bangsa yang sedang masa pertumbuhan dan perkembangan. Jika suatu kesalahan terjadi pada mereka, masa depannya juga ikut terpengaruh.

Anak sebagai korban cenderung menutupi apa yang terjadi padanya hingga membuatnya tertekan. Rasa itu semakin kuat apabila orang tua atau keluarga terdekat tidak memberi respons dengan tepat.

Tindak pelecehan seksual pada anak bisa terjadi karena beberapa sebab, di antaranya pelaku yang berpotensi dan memiliki kesempatan, anak berpotensi menjadi korban, bisa karena anak tidak mendapatkan pendidikan seks dan tidak bisa menolak karena rasa takut. Terakhir, kurangnya pengawasan dari orang tua.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat. Porsi kekerasan seksual terhadap anak pada 2010 hanya 38,4 persen dari seluruh kasus kekerasan pada anak. Namun, 2013, porsinya naik hingga 53,6 persen.

Kekerasan seksual cenderung berdampak traumatis pada anak karena anak-anak korban kekerasan seksual tidak mengerti bahwa dirinya menjadi korban. Korban sulit mempercayai orang lain sehingga merahasiakan peristiwa kekerasan seksualnya.

Trauma akibat kekerasan seksual pada anak akan sulit dihilangkan jika tidak secepatnya ditangani oleh ahlinya. Dampak jangka pendeknya bisa alami si anak, misalnya mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya berdampak pada kesehatan.

Jangka panjangnya, ketika dewasa dia akan mengalami fobia pada hubungan seks, parahnya dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga di usia dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan seseorang yang mengalami pelecehan seksual saat kecil cenderung menjadi pelaku pelecehan seksual saat dewasa. “70 persen kasus menunjukkan korban pelecehan seksual menjadi pelaku saat dewasa nanti,” ujar Retno, Rabu (4/7/2018).

Selain itu, anak cenderung takut melaporkan karena mereka merasa terancam akan mengalami konsekuensi lebih buruk bila melapor, anak merasa malu menceritakan peristiwa kekerasan seksualnya, anak merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual terjadi karena kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan seksual membuat anak merasa dirinya mempermalukan nama keluarga.

Dampak pelecehan seksual yang terjadi ditandai dengan adanya powerlessness (ketidakberdayaan), di mana korban merasa tidak berdaya dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut. Mungkin luka fisik dapat sembuh dalam waktu yang tidak lama, luka psikis akan terekam oleh anak dalam waktu sangat lama. Perkembangan fisik dan mental anak juga akan ikut terluka.

Banyaknya kemungkinan pelaku untuk melakukan pelecehan seksual, menjadi sulit mengetahui apakah seseorang memiliki perilaku seks menyimpang atau tidak. Orang tua harus lebih hati-hati dalam mengawasi anaknya. Biasa saja secara perilaku seseorang normal, tapi di waktu lain bisa saja melakukan pelecehan seksual.

Dari berbagai sumber
Laporan: Hariati

  • Bagikan
Exit mobile version