Gubernur Ali Mazi Imbau Kepala Daerah Mendukung Pemenuhan Modal Inti Bank Sultra

  • Bagikan
Gubernur Sultra, Ali Mazi. (Foto: Dok. Pemprov Sultra)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, Ali Mazi selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank Sultra mengharapkan kerja sama para bupati dan wali kota untuk pemenuhan modal inti Bank Sultra Rp 3 triliun pada Desember 2024 bisa direalisasi sebagaimana diamanatkan POJK Nomor: 12/ POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

Gubernur Ali Mazi mengatakan, pemenuhan modal inti tersebut sangat penting karena BPD salah satu pilar yang bisa membangun pertumbuhan ekonomi daerah.

“Jadi ini penting bagi kita agar kita semua membantu permodalannya. Dalam aset permodalan Bank Sultra masih terbatas dibanding BPD-BPD lainnya dengan modal yang masih relatif kecil maka sulit Bank Sultra untuk megembangkan kinerjanya, di samping adanya corona serta regulasi pemenuhan modal inti,” ucapnya pada roadshow dalam rangka penguatan modal inti Bank Sultra, Kamis (27/5/2021).

Sebelumnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Sultra pada Maret lalu, semua pemegang saham menyatakan komitmen mendukung Bank Sultra untuk mencapai modal inti senilai Rp 3 triliun paling lambat Desember 2024.

“Adanya kegiatan ini roadshow dalam rangka pemenuhan modal inti Bank Sultra diharapkan menjadi injeksi, sekaligus pemicu bagi kita selaku pemilik Bank Sultra lebih-lebih termotivasi dalam memaksimalkan berbagai langkah dan upaya bersama agar jumlah modal inti minimum Bank Sultra sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan dan peraturannya yang berlaku benar-benar segera dipenuhi,” terangnya.

“Untuk itu melalui kesempatan ini saya sebagai pemegang saham pengendali PT Bank Sultra kembali mengimbau seluruh pimpinan daerah, seluruh OPD untuk bersungguh-sungguh mendukung pemenuhan modal inti Bank Sultra,” sambungnya.

Pemenuhan modal inti bisa dilakukan kepala daerah melalui penganggaran setiap tahun dalam APBD/APBDP masing-masing Pemda, atau melalui penyetoran kembali semua deviden yang diterima sebagai setoran modal inti kepada Bank Sultra.

“Saya yakin melalui dorongan serta perhatian kita semua baik sebagai pemilik, pengurus maupun regulator, diharapkan Bank Sultra menjadi pengubah sendiri,” ucap Gubernur.

Ali Mazi mengharapkan, Bank Sultra menjadi kepercayaan semua pemegang saham dan masyarakat sehingga terus berkembang dan mampu bersaing secara sehat dengan bank-bank lainnya.

“Bank daerah untuk kita semua, bank daerah kepercayaan kita semua dan masyarakat, diharapkan terus berkembang dan mampu bermain secara sehat dan bank-bank lain serta menjadi yang besar sebagai bank daerah yang kita harapkan bersama,” tambahya.

Pada sesi talkshow, Sekda Pemprov Sultra, Nur Endang Abbas meminta Pemerintah Pusat meninjau sementara kebijakan batas minimum pemenuhan modal inti bagi perbankan daerah.

Menurut Nur Endang Abbas, kondisi pandemi yang belum berakhir, secara tidak langsung ikut mengintrusi pertumbuhan bank-bank daerah di Indonesia. Kelambatan pertumbuhan bank daerah sedikit-banyak dipengaruhi kondisi ekonomi Indonesia dan global.

“Sebagai badan usaha daerah kebanggaan masyarakat, Bank Sultra selalu kami harapkan bertumbuh dengan baik dan benar. Selaku komponen Pemprov, kami selalu mengupayakan agar equitas finansial Bank Sultra terus menguat dan diandalkan untuk membantu banyak sektor ekonomi masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” terang Nur Endang Abbas

“Tentu saja, kami berharap agar otoritas kebijakan perbankan nasional mau memoratorium kebijakan batas minimum modal inti bank daerah, setidaknya, sampai perekonomian Indonesia benar-benar dinyatakan pulih dan keluar dari ancaman pandemi,” ujar Sekda Pemprov Sultra.

Alternatif

Dalam pemenuhan modal inti, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK, Bambang Widjanarko, menawarkan beberapa alternatif dapat dilakukan dan diterapkan BPD Sultra untuk memenuhi modal inti sesuai aturan berlaku.

Pertama, peningkatan porsi alokasi APBD untuk penambahan setoran modal BPD. Kedua, perlunya dipertimbangkan solusi bagi BPD untuk bergabung dalam Kelompok Usaha Bank atau merger dengan BPD lainnya. Ketiga, perlunya membuka akses bagi investor strategis yang memberikan dukungan penuh kepada BPD untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

“Keempat, pengaturan bahwa saham Pemerintah Daerah sebagai saham preferen dapat menjadi salah satu solusi bagi Pemda untuk tetap memiliki hak suara bagi BPD, meskipun sebagian sahamnya dimiliki oleh investor selain Pemda,” ucap Bambang.

Kelima, perlunya diatur terkait kewajiban pengambilan dividen (dividend payout ratio) bagi BPD maksimas 50 persen dan terakhir merger antar-BPD.

Aturan modal inti diaplikasikan secara bertahap dalam periode tiga tahun. Pada 2020, modal inti minimal harus mencapai Rp 1 triliun, pada 2021 menjadi Rp 2 triliun, dan pada 2022 menjadi Rp 3 triliun.

“Sejumlah BPD terus berupaya memenuhi aturan tersebut, di sisi lain OJK tetap mencari alternatif bagi bank daerah yang tidak mampu memenuhi aturan tersebut,” jelasnya.

Untuk diketahui, bank umum konvensional diklasifikasikan menjadi empat kelas berdasarkan modal inti yang dimiliki, yakni BUKU I, BUKU II, BUKU IIII, dan BUKU IV.

Bank BUKU I merupakan bank dengan modal inti kurang dari Rp 1 triliun. Bank BUKU II memiliki modal inti paling sedikit Rp 1 triliun hingga kurang dari Rp 5 triliun. Bank BUKU III memiliki modal inti paling sedikit Rp 5 triliun hingga kurang dari Rp 30 triliun. Sementara bank BUKU IV memiliki modal inti setidaknya Rp 30 triliun.

Hingga saat ini selama pandemi Covid-19, kredit BPD tumbuh lebih tinggi dibandingkan bank lainnya, yakni 5,09 persen (yoy). Demikian pula serapan dari Program Penempatan Uang Negara di BPD sebesar Rp 16,2 triliun telah terserap hingga 2,2 kali dengan total kredit Rp 36,33 triliun.

Saat ini, BPD menunjukkan pertumbuhan positif meski terjadi pandemi Covid-19. Hingga September 2020, total aset BPD berjumlah Rp 796,45 triliun, tumbuh 11,65 persen (yoy) dengan total kredit BPD mencapai Rp 473,16 triliun, total dana pihak ketiga Rp 646,7 triliun dan laba bersih sebanyak Rp 9,8 triliun. (B)

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version