Ini yang Harus Diperhatikan Jurnalis Sebelum Melakukan Reportase dan Menulis Berita

  • Bagikan
Ketua Amsi Sultra, M. Djufri Rachim membawakan materi kepada wartawan di Kota Kendari dalam pelatihan jurnalistik kerja sama AMSI dengan Pemkot Kendari. (Foto: Dok. Sultrakini.com)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) wilayah Sulawesi Tenggara bekerja sama dengan Pemerintah Kota Kendari menggelar pelatihan jurnalistik media online di salah satu hotel di Kota Kendari, selama dua hari yakni Sabtu (11/12) hingga Minggu (12/12/2021). Pelatihan ini menghadirkan berbagai narasumber mulai dari praktisi hingga akademisi yang berkompeten di dunia jurnalistik.

Sebut saja Jurnalis Utama AJI sekaligus Ketua Amsi Sultra, M. Djufri Rachim serta Ketua Jurusan Jurnalistik FISIP UHO, Marsia Sumule dan masih banyak lagi. Pelatihan ini juga diikuti oleh puluhan peserta yang berasal dari perwakilan 19 media yang tergabung dalam anggota AMSI Sultra.

Salah satu materi pelatihan yang diajarkan adalah teknik dalam melakukan peliputan di lapangan yang terkait dengan reportase dan menulis berita. Topik ini sengaja dipilih agar kemampuan jurnalis dalam menghasilkan berita semakin menarik untuk dibaca masyarakat dan secara tidak langsung juga meningkatkan kapasitasnya sebagai seorang jurnalis.

Khusus untuk reportase dan menulis berita, kata Djufri, ketika melakukan tugas reportase di lapangan sebaiknya tidak terburu-buru berasumsi, sebab wartawan yang baik seharusnya memastikan fakta apa yang sebenarnya terjadi di lapangan sehingga karya tulis yang dihasilkan tidak menimbulkan keberatan dari berbagai pihak.

“Itulah esensinya, berita adalah fakta tidak bisa ditawar-tawar. Fakta harus dicari keasliannya karena berita bukanlah sebuah persepsi,” ujarnya, Sabtu (11/12/2021).

Ketua Amsi Sultra, M. Djufri Rachim membawakan materi kepada wartawan di Kota Kendari dalam pelatihan jurnalistik kerja sama AMSI dengan Pemkot Kendari. (Foto: Dok. Sultrakini.com)

Berita selalu menyangkut fakta publik bukan pribadi, lanjutnya, dalam hal ini mencakup fakta empirik dan fakta psikologis seperti banjir dan gempa bumi.

“Ada doktrinnya, wartawan ‘haram’ tidak memberitakan fakta publik sebab itu untuk kepentingan publik,” jelasnya.

Kemudian dalam penulisan berita, prosedurnya harus benar serta dilandasi dengan motivasi yang baik, bukan dengan niat untuk menghancurkan, apalagi sampai merusak reputasi seseorang. Niat baik itu tercermin pada tata cara memperoleh, menulis, dan menyajikan berita.

“Karena media itu adalah bisnis kepercayaan, jadi berita yang dihasilkan itu adalah kepercayaan. Selama media dan anda dipercaya, selama itu pula anda bertahan di bisnis ini,” tambah Djufri.

(Baca juga: Sekda Kendari Buka Pelatihan Jurnalistik AMSI Sultra: Peran Media Penting bagi Pembangunan Daerah)

Menurut pria yang bergelut di dunia jurnalistik sejak 1995 ini bahwa berita tidak ada yang hoaks, yang bohong itu hanya informasi. Kalau namanya berita itu sudah terkonfirmasi kebenarannya.

“Jadi beda berita dengan informasi, kalau informasi belum tentu bisa menjadi berita, tetapi berita sudah pasti mengandung informasi karena di dalamnya mengandung mekanisme (aturan atau kaidah) itu kata kuncinya. Masa berita dibilang hoaks, yang hoaks itu hanya informasi,” terang Djufri. (C)

Laporan: Al Iksan
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version