PB HMI Minta Pemerintah Bijak Dalam Mengurai Masalah Bentrok Berdarah di PT GNI

  • Bagikan
Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba menanggapi pernyataan Bupati Morowali Utara, Delis Julkarson Hehi dan beberapa pihak terhadap insiden bentrok berdarah antara pekerja lokal dan tenaga kerja asing (TKA) yang terjadi di Pabrik Pemurnian Nikel, Smelter PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) yang menelan korban jiwa pada Sabtu, 14 Januari 2023 lalu.

Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba, Muhamad Ikram Pelesa, menyebutkan ada upaya mengaburkan inti permasalahan yang menjadi tuntutan para pekerja lokal terhadap buruknya sistem ketenagakerjaan di PT GNI. Bahkan membalikkan fakta seolah pekerja lokal yang melakukan penyerangan tenaga kerja asing (TKA) saat aksi mogok kerja.

“Kami minta pemerintah jelih mengurai inti permasalahan yang menjadi pemicu bentrok berdarah di PT GNI, tidak boleh ada upaya pengaburan tuntutan para pekerja lokal atas buruknya sistem ketenagakerjaan perusahaan tersebut, apalagi sampai membalikkan fakta seolah pekerja lokal lah yang menyerang Tenaga Kerja Asing (TKA) saat aksi mogok kerja seperti yang disebutkan Bupati Morowali Utara dan beberapa pihak, karena itu sangat melukai hati para pekerja lokal,” ucapnya, Rabu (18 Januari 2023).

Pihaknya menegaskan, urusan kericuhan dan pembakaran yang terjadi dalam areal pabrik PT GNI merupakan tindakan yang tidak bisa ditolerir, kepada siapa saja yang terbukti melakukannya mesti ditindak secara hukum.

“Akan tetapi proses penindakannya harus ada komitmen mesti transparan dan benar-benar independen, jangan sampai ada upaya melimpahkan semua dampak insiden kepada para pekerja lokal. Dan tentu ini bukan perlakuan adil, sebab dari informasi yang dihimpun salah satu pemicu kericuhan adalah serangan TKA saat pekerja lokal melakukan aksi mogok kerja sehingga bentrokkan tidak bisa dihindari,” tegas Ikram.

Ia meminta dalam situasi seperti ini perimbangan informasi dari pihak pakarja lokal, dalam hal ini Serikat Pekerja Nasional (SPN) PT GNI mesti didengarkan agar publik mengetahui alasan aksi mogok kerja yang mereka lakukan, sebab menurut Ikram ada hal mendasar dalam pemenuhan hak para pekerja yang tak kunjung ditunaikan oleh pihak perusahaan.

“Para pihak tidak bisa menghindari proses pidana akibat insiden tersebut semua harus adil, lokal ataupun TKA yang terlibat mesti diperlakukan sama dimata hukum. Namun pembangkangan PT GNI atas hak para pekerja lokal kita tidak boleh diabaikan, ini tidak bisa dipandang sebagai pelanggaran biasa saja, para pimpinan perusahaan harus diproses secara hukum atas pengangkangan hak asasi para pekerja yang termaktub dalam 8 tuntutan pekerja saat mogok kerja,” terangnya.

Kader HMI Sultra ini juga meminta semua pihak mesti melihat profile perusahaan secara utuh, mulai dari group, circle, personalia menajemen perusahaan, hingga histori kebijakan ketenagakerjaan. Paling tidak ada hipotesis atas dasar lahirnya gelombang protes para pekerja disetiap sayap investasi circle perusahaan tersebut.

“Publik mesti melihat ini secara utuh dan tidak parsial, baik dari group, circle, personalia menajemen perusahaan hingga histori kebijakan ketenagakerjaan jelas terekam ini bukan insiden pertama kali bagi mereka. PT. GNI di Morowali Utara, PT. VDNI dan PT. OSS di Konawe adalah satu group dalam kendali satu circle,” bebernya.

“Beberapa tahun lalu kejadian seperti ini pernah terjadi di PT. VDNI dan PT. OSS di Konawe, dengan akar masalah yang sama dan dampak yang sama pula. Jadi ini bukti kuat atas bobroknya manejemen perusahaan tersebut. Untuk itu, atas insiden ini pemerintah mesti mengevaluasi semua hal yang berkaitan perusahaan tersebut, dari sistem ketenagakerjaan lokal, izin penggunaan TKA hingga Izin Kawasan Industri, apabila terbukti melanggar maka investasinya tak layak untuk dipertahankan,” sambung Ikram.

Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan
Exit mobile version