SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Dugaan keberpihakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Wakatobi, Abdul Rajab ketika Pilkada 2020 kini mulai mencuat.
Tersebar kabar, Abdul Rajab mendapat fasilitas kamar apartemen Sudirman Jakarta dari Bupati terpilih Haliana sewaktu sidang sengketa hasil Pilkada 2020 di Mahkamah Konstitusi pada Januari 2021.
Selain itu, Abdul Rajab diduga nyaris menjual KPU Kabupaten Wakatobi seharga Rp 500 juta kepada salah satu calon Bupati Wakatobi yang kini menjabat dengan syarat semua Petugas Pemutakhiran Data Pemilih yang jumlahnya 274 orang-perekrutanya diserahkan kepada tim sukses Haliana.
Kompensasi dari dugaan keberpihakan Ketua KPU Wakatobi Abdul Rajab ke Haliana, di mana kabarnya istri Abdul Rajab yang menjadi guru agama di salah satu SMP di Kota Kendari langsung diangkat sebagai Kepala Bidang Perindustrian di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Wakatobi pada 2022. Serta pada 4 April 2023 Haliana kembali mempromosikan istrinya Abdul Rajab sebagai sekretaris di dinas tersebut.
Terkait proses sidang sengketa di MK, dugaan sikap tidak netral Abdul Rajab selaku Ketua KPU Kabupaten Wakatobi juga diduga mempengaruhi tiga komisioner lainnya, yakni Saiful Hamzah, Ahmad Soni, dan Rizal dengan menyiapkan kamar untuk mereka bertiga di apartemen tersebut.
Saat dikonfirmasi Anggota KPU Kabupaten Wakatobi La Ode Mohamadi mengaku dirinya tidak ikut ke Jakarta saat sengketa hasil pilkada di MK pada 2021 sebab sedang kurang sehat.
La Ode Mohamadi menjelaskan, sebelum komisioner dan staf KPU Kabupaten Wakatobi berangkat ke Jakarta mengikuti sidang sengketa hasil Pilkada 2020 di MK, pihaknya melakukan rapat pleno yang hasilnya semua yang berangkat ke Jakarta baik komisioner maupun staf masing-masing mendapat fasilitas perjalanan dinas termasuk sewa hotel masing-masing dan uang harian selama di Jakarta. Sementara tidak dianggarkan untuk sewa apartemen.
“Uang operasional seperti keperluan foto kopi dan belanja bahan lainnya selama di Jakarta disiapkan tersendiri. Kalau saya tidak salah ingat Rp 20 juta dan dipegang oleh salah satu staf sekretariat KPU,” kata La Ode Mohamadi ditemui di kediamannya, pada 5 Mei 2023.
Terkait isu dugaan Abdul Rajab menjual KPU, La Ode Mohamadi menceritakan, pada 15 Juni 2020 pukul 21.00 Wita, Abdul Rajab masuk ke ruang kerjanya dan menawarkan uang Rp 500 juta dari La Erik. Uang tersebut akan dibagikan kepada lima orang komisioner dengan syarat semua PPDP diserahkan ke orang Haliana.
Namun tawaran tersebut dia tolak, sebab dirinya tidak ingin menjual marwah lembaga tersebut kepada siapapun.
“Enak saja, saya bersama operator yang capek kerja data siang-malam baru dia (Abdul Rajab) tinggal duduk-duduk makan uang Rp 500 juta dari tim pasangan calon. Dan itu sangat melanggar etika dan sangat tidak bermoral sebagai penyelenggara pemilihan,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan oleh Anggota KPU Kabupaten Wakatobi Ahmad Soni. Ketika tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Abdul Rajab langsung menelepon dan mengarahkan dia bersama rombongan ke salah satu apartemen di Jakarta dikarenakan kamar telah disiapkan.
“Kami tinggal masuk saja dan kerja untuk persiapan sidang. Saya juga tidak tahu siapa yang bayar karena saya tidak pernah diminta untuk bayar sewa apartemen, padahal kami punya perjalanan dinas. Tapi selama kami perjalanan dinas ke Jakarta baru kali itu nginap di apartemen,” ungkapnya dikonfirmasi pada 6 Mei 2023.
Ahmad Soni juga mengaku kaget lantaran setelah tiba di apartemen ternyata Bupati terpilih Haliana bersama tim suksesnya menginap di apartemen yang sama dengan mereka.
Sementara itu, Anggota KPU Kabupaten Wakatobi Rizal membenarkan ketika bersengketa hasil pilkada di MK, mereka menginap di apartemen yang sama dengan Bupati Wakatobi terpilih Haliana bersama tim suksesnya.
“Tapi kalau sewa apartemennya itu saya tidak tahu siapa yang bayar,” ujarnya diwawancarai di kediamannya pada 7 Mei 2023.
Terkait isu tawaran Rp 500 juta dari salah satu calon Bupati Wakatobi, Rizal mengungkapkan dirinya pernah dijemput oleh Ketua KPU Wakatobi Abdul Rajab menggunakan mobil sekitar pukul 03.00 Wita, di mana dalam mobil tersebut ada Saiful Hamza dan Ahmad Soni (komisioner KPU) serta La Erik yang merupakan adik calon Bupati Wakatobi.
“Malam itu kami dibawa ke Pelabuhan Patinggu, Desa Liya One, Kecamatan Wangi-wangi Selatan untuk cerita-cerita tapi saya tidak tahu apa yang diceritakan karena saya begitu perhatikan lagi apa yang diceritakan. Tahun dan bulan pertemuan itu saya agak lupa, tapi saya ingat dijemput sekitar pukul 03.00 Wita,” ujarnya.
Dalam keterangannya, Ketua KPU Kabupaten Wakatobi Abdul Rajab menyebut dirinya tidak mengetahui apartemen yang mereka tempati tersebut disewa oleh Bupati Wakatobi terpilih Haliana atau tidak, sebab dia juga dipanggil oleh kuasa hukum KPU untuk menginap di apartemen yang sama untuk memudahkan mereka dalam berkomunikasi, menyiapkan alat bukti, dan jawaban untuk menghadapi sidang di MK.
“Saya tidak mengetahui itu karena saya dipanggil oleh pengacara. Katanya tinggal saja di apartemen yang mereka sudah kontrak,” ucapnya.
Dia juga tidak mengetahui Haliana bersama tim suksesnya menginap di apartemen yang sama dengan mereka.
Menyangkut pertemuan di Pelabuhan Patinggu dan di ruang kerja untuk membicarakan permintaan dari calon Bupati Wakatobi Haliana, Abdul Rajab mengaku sudah lupa bahwa ada pertemuan tersebut.
“Saya lupa kapan pertemuan itu. Intinya deal (kesepakatan) Rp 500 juta itu tidak ada,” tambahnya.
Diketahui, PPDP atau pantarlih dalam pemilu adalah orang yang direkrut oleh Panitia Pemungutan Suara di tingkat desa/kelurahan yang jumlahnya satu orang per TPS untuk melakukan pemutakhiran data pemilih yang biasa dikenal dengan istilah Coklit dengan cara mendatangi pemilih dari rumah ke rumah untuk dicocokkan datanya dengan daftar pemilih yang ada.
Jumlah TPS di Wakatobi pada Pilkada 2020 sebanyak 274 TPS, maka jumlah PPDP juga 274 orang.
Jika PPDP dikuasai pasangan calon, bisa saja semua elemen data pemilih terutama NIK dan NKK yang merupakan data pribadi yang dirahasian akan dikuasai oleh tim pasangan calon.
Dalam melakukan pendataan pemilih, PPDP bisa saja like and dislike. Artinya, orang yang dianggap lawan mereka tidak didaftar sebagai pemilih (dikurangi jumlahnya) dan orang yang dianggap pendukungnya didaftar sebagai pemilih (diperbanyak jumlahnya) walaupun yang Tidak Memenuhi Sarat (TMS) dengan cara dimanipulasi elemen datanya. Misalnya yang belum cukup umur diubah tanggal lahirnya dalam daftar pemilih.
Selain itu, jika tim pasangan calon yang sudah menguasai data pemilih dari PPDP maka gampang mencetak KTP-el palsu dengan memanipulasi elemen data penduduk yang ada dalam daftar pemilih yang mereka kuasai. Namun saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Bupati Wakatobi Haliana dan La Erik masih enggan membalas. (A)
Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido