Oleh: Benny (Institut Teknologi Sawit Indonesia)
Dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045, kita dihadapkan pada kenyataan waktu yang semakin mendesak. Dengan tersisa 21 tahun, refleksi dan aksi nyata harus segera diperkuat untuk menyiapkan masa depan yang lebih cerah, tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk masyarakat, lingkungan, dan keberlanjutan negara secara keseluruhan.
Pengalaman global telah menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan SDM adalah kunci utama dalam menciptakan daya saing sebuah negara. Dalam konteks ini, industri sawit, sebagai salah satu pilar ekonomi Indonesia, mendapatkan sorotan khusus. Program beasiswa untuk SDM sawit yang diluncurkan di tahun 2022 telah menunjukkan progres yang signifikan dengan 2000 mahasiswa terlibat dari berbagai wilayah di Indonesia, meskipun masih terdapat tantangan dalam distribusi yang merata. Harapan untuk meningkatkan jumlah ini menjadi 10000 mahasiswa di tahun 2024 merupakan langkah ambisius yang mencerminkan komitmen untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas SDM di sektor ini.
Tantangan global, termasuk persaingan di pasar komoditas seperti yang terlihat pada fluktuasi harga CPO (Crude Palm Oil), membutuhkan sebuah respons yang dinamis dan adaptif dari Indonesia. Dalam hal ini, kerja sama yang telah terjalin dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) antara Indonesia dan Malaysia, serta kerja sama dengan negara-negara lain seperti Honduras, Colombia, dan Nigeria, menjadi sangat krusial. CPOPC tidak hanya berfungsi sebagai platform untuk advokasi kepentingan produsen sawit, tetapi juga sebagai medium untuk berbagi praktik terbaik dan mempromosikan pengembangan berkelanjutan.
Peran perguruan tinggi dalam memfasilitasi pertumbuhan dan pengembangan SDM sawit tidak bisa diabaikan. Kolaborasi antara CPOPC dan perguruan tinggi, misalnya melalui program #youngelaeis, memiliki potensi besar dalam menciptakan generasi penerus yang tidak hanya memiliki keahlian teknis, tetapi juga pemahaman yang kuat tentang dinamika global dan keterampilan diplomatik. Program seperti studi banding dan peningkatan kemampuan bahasa asing harus menjadi bagian integral dari kurikulum, mempersiapkan mahasiswa untuk bersaing dan berkolaborasi di kancah internasional.
Penguatan SDM sawit tidak hanya berarti peningkatan jumlah penerima beasiswa, tetapi juga peningkatan kualitas pembelajaran dan pengalaman yang diberikan. Hal ini mencakup eksposur internasional, pemahaman mendalam tentang tantangan dan peluang global, serta pengembangan soft skills seperti komunikasi lintas budaya dan diplomasi.
Sejalan dengan itu, data mengenai konsumsi domestik dan produksi sawit menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas yang besar dalam memimpin pasar global. Namun, untuk benar-benar memanfaatkan potensi ini, upaya terkoordinasi dan strategis harus dilakukan, mulai dari level pendidikan hingga kebijakan pemerintah dan diplomasi internasional.
Dengan mengintegrasikan sumber daya, pengetahuan, dan jaringan yang ada, Indonesia dapat memposisikan dirinya tidak hanya sebagai pemain utama dalam industri sawit, tetapi juga sebagai pemimpin dalam praktek keberlanjutan dan inovasi. Kesinambungan antara pengembangan SDM, penelitian, inovasi, dan diplomasi akan menjadi kunci untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 dalam konteks industri sawit global. * (itsibenny@gmail.com)