Oleh: Nasir Andi Baso (Dosen Unsultra dan Pengamat Kebijakan Publik dan Politik)
Arena Musyawarah Wilayah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (Muswil KKSS) di Kota Kendari Sulawesi Tenggara tiba-tiba menjadi ajang yang riuh dengan demonstrasi sekelompok massa, menggambarkan dinamika serius menuju kursi Ketua KKSS Sulawesi Tenggara. Alotnya arena musyawarah tersebut mengakibatkan makna musyawarah hampir terabaikan oleh nalar bagi yang paham bermusyawarah dengan logika.
Kebutuhan dan keinginan mengabdi di wadah yang seharusnya guyub menjadi adu kekuatan dan harga diri. Wadah kekeluargaan sejatinya mendahulukan silahturahim dan menghindari perbedaan yang dapat mengancam perpecahan antar kerukunan tersebut, sesuai falsafah Siri’ Napacce, Sipakatau, Sipakainge dan Sippakalebbi nyaris mengkhawatirkan. Sesungguhnya ada apa dibalik keriuhan tersebut?
Muswil yang harusnya damai, rukun dan saling guyub menjadi arena dinamis dan tegang, pada akhirnya menimbulkan spekulasi liar bernuansa politis.
Kalau analisis tersebut benar, maka siapapun yang “menang” menjadi pertanda menarik untuk disimak ke tahun 2022. Implikasi politiknya akan menjadi pertanyaan besar bagi semua “calon” yang berlaga menuju Sultra 2024. Konstelasi politik semakin seru, karena menjadi tantangan menarik bagi tradisi geopolitik khas Sultra, yaitu istilah keseimbangan politik daratan dan kepulauan, yaitu jika 01 daratan maka 02 kepuluan demikian sebaliknya. Jika patron tersebut berlaku, artinya pasca gubernur Ali Mazi nanti diharapkan 01 dari daratan dan 02 dari kepulauan.
Ending dari muswil KKSS kali ini menimbulkan aroma politik level abu-abu dan bisa juga menjadi semakin terang benderang. Begitu hebatnya magnit politik kursi Sultra 01 tahun 2024.
Sampai disini kegenitan penulis berpikir liar, mau ke mana dan oleh siapa syahwat politik ini akan bermuara dan sampai di mana syahwat berpikir genit penulis berhenti karena heran. Wallahualam. ***