Baterai LFP dan Nikel: Masa Depan Industri Mobil Listrik Indonesia Pasca Debat Cawapres 2024

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: Baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP) menjadi sorotan pasca debat Cawapres 2024 antara Gibran Rakabuming Raka dan Muhaimin Iskandar, yang mempertanyakan penggunaan nikel dalam produksi mobil listrik Tesla.

Meskipun adanya pernyataan kontroversial terkait penggunaan nikel oleh Tesla, Elon Musk telah menyatakan minatnya dalam menggunakan baterai LFP untuk membuat mobil listrik lebih terjangkau, dengan Tesla sendiri telah menerapkan baterai LFP pada beberapa modelnya.

Baterai ini, meskipun lebih besar dan berat, menawarkan keuntungan seperti risiko kebakaran yang lebih rendah, usia pakai yang lebih panjang, dan biaya yang lebih murah.

Tesla masih mempertahankan penggunaan baterai berbasis nikel untuk beberapa model di Amerika Serikat, mengutip kelimpahan dan harga besi yang lebih murah sebagai alasan utama.

Pada sisi industri otomotif Indonesia, pemerintah menunjukkan dukungan besar terhadap produsen seperti BYD, Hyundai, dan Wuling untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi mobil listrik. Fokus ini tercermin dalam kebijakan hilirisasi mineral negara, dengan harapan memanfaatkan cadangan nikel lokal.

Sampai saat ini, Hyundai dan Wuling telah memproduksi mobil listrik secara lokal dengan tingkat komponen dalam negeri minimal 40%, sementara investasi dari BYD diharapkan dapat membawa industri lebih jauh lagi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menekankan pentingnya kolaborasi dan kebijakan investasi yang kompetitif untuk menjaga daya saing Indonesia di pasar otomotif ASEAN.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga memberikan berbagai insentif fiskal untuk mendukung produksi mobil listrik, dengan tujuan mengintegrasikan nikel lokal dalam produksi baterai sebagai bagian dari inisiatif hilirisasi mineral.

Proyek-proyek seperti Proyek Titan dengan Hyundai dan LG Energy, dan Proyek Dragon dengan afiliasi CATL dari China, menunjukkan perkembangan dalam membangun ekosistem baterai di negara ini. Namun, tantangan tetap ada, termasuk persaingan dengan produk mobil listrik impor, terutama dari China, yang banyak menggunakan teknologi baterai LFP.

Sebagai bagian dari dinamika industri ini, BYD telah meluncurkan tiga model mobil listrik yang menggunakan teknologi baterai LFP di Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam memanfaatkan sumber bahan baku lokal seperti nikel.

Pada sisi lain, produsen lain seperti PT Hyundai Motors Indonesia juga mengakui pentingnya menyesuaikan strategi produksi dengan kebijakan pemerintah dan kondisi sumber daya alam Indonesia.

Menariknya, industri otomotif tidak hanya fokus pada kendaraan, tetapi juga melibatkan inovasi dalam teknologi baterai untuk aplikasi lain, seperti yang ditunjukkan oleh produk seperti Neta L. Mobil listrik ini tidak hanya menawarkan fitur-fitur canggih dan desain interior yang nyaman, tetapi juga ditenagai oleh baterai LFP yang menjanjikan pengisian ultra cepat, jangkauan tempuh yang lebih jauh, dan usia pakai yang lebih lama.

Dalam konteks ini, Indonesia tampaknya berada pada posisi yang unik untuk tidak hanya menjadi hub produksi mobil listrik di kawasan ASEAN, tetapi juga sebagai pemain kunci dalam industri baterai global, terutama dengan fokus pada pemanfaatan sumber daya nikel lokal dan pengembangan teknologi baterai LFP.

Laporan: Frirac

  • Bagikan