Nasib Atlet Dayung Penyumbang 48 Medali untuk Indonesia Kini Memilukan

  • Bagikan
Abdul Rajak, menunjukkan puluhan medali yang diraihnya, (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Abdul Rajak, menunjukkan puluhan medali yang diraihnya, (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Greysia Polii dan Apriyani Rahayu patut berbangga dan berbahagia karena atas prestasi mereka meraih medali emas di Olimpiade Tokyo 2020 mereka banjir banyak penghargaan dan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah maupun swasta.

Bahkan kedua atlet bulu tangkis Indonesia ini diperkirakan bakal menerima masing-masing Rp5 miliar sebagai hadiah atas pencapaiannya itu. Belum lagi apresiasi dari swasta, baik itu bangunan, perawatan kecantikan hingga gratis jalan-jalan diberbagai tempat wisata.

Namun sayangnya, berbeda dengan hasib mantan altet dayung asal Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Abdul Rajak, juga pernah mengharumkan nama Indonesia ditingkat nasional hingga internasional, tapi kini nasibnya memilukan.

Mantan atlet legendaris dayung ini dulunya selalu mengorbankan waktu dan tenaganya demi mengharumkan nama negara dikancah internasional. Kini luput dari perhatian pemerintah saat mereka tua, dan terkesan terlupakan.

Pria kelahiran 10 Oktober 1960 ini dimasa kejayaannya sudah menyumbangkan 48 medali untuk Indonesia dikanca nasional hingga internasional, yang terdiri dari 36 medali emas, 8 medali perunggu, dan 4 medali perak.

Medali-medali emas yang berjumlah 36 itu disabetnya dari beberapa kejuaraan internasional diantaranya, Sea Games 1989 di Kuala Lumpur, Sea Games Singapura 1993, Asia Games Manila 1991, dan beberapa kejuaraan nasional. 

Medali perunggu ia sabet dari beberapa kejuaraan diantaranya, di Asia Games 1990 Beijing, dan Asia Games 1994 Hirosima, dan beberapa kejuaraan lainnya.

Sementara 4 medali perak disabetnya pada ajang Sea Games Singapura 1993 dan Sea Games Hongkong.

Sebelum bermain dikanca internasional, pertama ia mengikuti pekan olahraga daerah (Porda) Sultra tahun 1987 di Kolaka dengan menyumbangkan tiga medali emas, kemudian Kejurnas 1988 di Semarang dengan menyumbang tiga medali emas.

Pada tahun 1989 pertama kalinya ia mengikuti pertandingan dikanca internasional dengan mengikuti Sea Games dan berhasil menyumbang empat medali emas sekaligus, kala itu.

Untuk bertahan hidup, Abdul Rajak yang merupakan warga Desa Mola Bahari, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara ini harus kembali menjadi nelayan.

Selain kini menjadi nelayan, ia tetap aktif melatih sejumlah putra-putri daerah Wakatobi untuk menjadi atlet dayun dengan menggunakan dana pribadinya.

“Sekarang kalau saya tidak ke laut, melatih anak-anak. Jika cuaca bersahabat saya latih di air, tapi kalau cuaca tidak baik, mereka lari ke Marina (pantai,red). Itupun selesai latihan, mereka pulang ke rumah masing-masing minum dan makan, karena saya juga kasian hidup serba pas-pas-pasan,” ungkapnya, Kamis (13/8/2020).

Walaupun tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat, berkat tangan dinginnya ia mampu melahirkan tujuh atlet dayung yang meraih medali emas di Sea Games. 

Bahkan ia pernah menjual motor yang baru dibeli sekitar dua minggu untuk membiayai tujuh orang anak didiknya agar mewakili Jawa Barat di Pekan Olahraga Nasional (PON) karena mereka ditolak di Sulawesi Tenggara.

“Pada saat itu saya pernah melobi ke provinsi Sultra, namun mereka bertujuh ini tetap tidak diterima, sehingga saya harus menjual motor yang baru dibeli dua minggu sebesar Rp11 juta, agar anak-anak ini diantar ke Jawa Barat. Alhamdulillah disana pelatih dari Belanda melirik mereka. Dan alhamdulillah mereka meraih medali emas di PON dan Sea Games saat itu. Tahunnya saya sudah lupa tapi sekitar tahun 2000an,” paparnya.

Walaupun banyak mengharumkan nama baik Indonesia di kanca internasional, namun sayangnya kehidupan Abdul Rajak jauh dari kata layak. Bahkan rumah yang dihuninya pun sudah banyak yang retak dimakan usia. 

Dahulu, demi mengharumkan nama Indonesia dikanca internasional ia rela tidak melihat jasat istrinya saat di makamkan karena ia masih berada di Pemusatan pelatihan nasional (Pelaknas). 

Abdul Rajak mengaku, selama ia pensiun dan aktif menjadi pelatih hanya mendapatkan bantuan diera Gubernur Sultra Ir. H. Alala dan Ketua Koni Sultra Tumbo Saranani, mereka memberikan uang Rp5 juta dan mesin tempel 15 peka. Kemudian bantuan Mentari Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebesar Rp110 juta. Setelah itu, tidak mendapatkan bantuan apa-apa lagi dari pemerintah.

Seperti inilah wajah atlet tanah air kita ketika masa tua. Mereka tertatih dan terlupakan begitu saja.

Ia berharap, pemerintah bisa memberikan perhatian kepada para mantan atlet agar bisa mendapatkan hidup yang layak. (B)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan