Tanpa Fidusia Barang Kreditan Tak Boleh Ditarik Paksa

  • Bagikan
FGD terkait Fidusia yang diselenggarakan OJK Sultra dengan menghadirkan pembicara Rektor UHO, Kanwil Kemenkumham, dan Polda, di salah satu hotel di Kendari, Kamis (15/3/2018). Foto: Gugus Suryaman/SULTRAKINI.COM

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Upaya penarikan barang kreditan oleh perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa debt colektor, seringkali tak memperdulikan hak konsumen. Padahal, tanpa sertifikat perjanjian jaminan fidusia, barang kreditan tak boleh ditarik paksa.

Barang yang dikredit namun tidak didaftarkan fidusia, dapat ditarik paksa apabila telah melalui tahap gugatan perdata di pengadilan dan memiliki putusan tetap. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia.

“Kalau ditarik dengan sopan oleh kreditur dan diserahkan oleh debitur dengan suka rela, tidak masalah. Tapi kalau ditarik paksa tapi tidak didaftarkan fidusia, harus melalui gugatan perdata di pengadilan. Kalau tidak, maka yang mengeksekusi kena tindak pidana pelanggaran pasal 368 KUHAP,” terang Kanit I Subdit II Eksus Ditreskrimsus Polda Sultra, AKP Haeruddin, saat Focus Discussion Group (FGD) terkait Fidusia yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sultra di Swiss-Belhotel Kendari, Kamis (15/3/2018).

Sementara itu, Kepala Divisi Pelayanan dan Hukum Kantor Wilayah Kemenkumham Sultra, Heru Saputro mengungkapkan, pendaftaran Jaminan Fidusia dapat dilakukan di Kanwil Kemenkumham. Sayangnya, selama ini banyak yang mendaftarkan Fidusia setelah terjadi wanprestasi oleh para debitur.

“Padahal biaya pendaftaran fidusia lebih murah dibandingkan harus berurusan dengan gugatan perdata di pengadilan,” kata Heru di kesempatan yang sama.

Sertifikat Jaminan Fidusia, tambahnya, mempunyai kekuatan hukum tetap atau sama dengan putusan pengadilan. Sehingga kreditur yang memegang sertifikat Fidusia juga memiliki kekuatan eksekusional.

Rektor Universitas Halu Oleo, Prof. Zamrun, menjelaskan, perjanjian Fidusia pada dasarnya sudah lama ditetapkan melalui UU No. 42 tahun 1999. Semua hak dan kewajiban debitur maupun kreditur sudah diatur. Namun dalam perkembangannya hal ini tidak diperhatikan.

“Roh dari Fidusia adalah saling percaya, dalam hal pengalihan hak dari Debitur kepada Kreditur. Fidusia itu hanya sebagai jaminan saja, supaya lebih kuat, harus didaftarkan ke notaris,” kata Zamrun saat membawakan materi dalam diskusi panel yang sama.

Kepada Sultrakini.com, Kepala OJK Sultra, Mohammad Fredly Nasution mengungkapkan, sampai Februari 2018 aduan terkait Fidusia ini di Sultra sudah sekitar 12 pengaduan. Kesemuanya oleh konsumen atau debitur dari berbagai sektor.

“Kami di sini sebagai pengatur dan pengawas yang melakukan mediasi, karena fungsi OJK itu perlindungan kepada konsumen. Kita senantiasa minta agar tingkat kepatuhan industri itu ditingkatkan. Pertama kita mengarahkan ke lembaga tempat mengajukan pinjaman itu, waktunya menyelesaikan 20 hari bisa diperpanjang, ada tahapannya,” jelas Fredly usai diskusi.

Lanjut Fredly, OJK bisa merekomendasikan penindakan pada industri jasa keuangan yang bersangkutan jika memang ada kesalahan fatal yang dilakukan. Namun, tidak semua aduan konsumen benar, ada juga karena ketidakpahaman tentang aturan-aturan.

Karenanya dia menyarankan pada industri maupun kreditur, agar transparan dalam perjanjian sejak awal. Agar tidak ada masalah di kemudian hari. Sebab banyak kreditur maupun debitur yang terburu-buru memberikan kredit tanpa bersepakat secara rinci mengenai ketentuan kedua belah pihak.

 

Laporan: Gugus Suryaman

  • Bagikan